Pendidikan

Transformasi Pesantren di Sumbar Tak Lepas dari Ruh Surau

Transformasi Pesantren di Sumbar Tak Lepas dari Ruh Surau
Kegiatan Halaqah Penguatan Kelembagaan Pesantren yang digelar di UIN Imam Bonjol Padang, Senin (24/11).
Kecil Besar
14px

PADANG (Waspada.id): Pesantren di Sumatera Barat perlu berjalan dalam dua jalur besar, yakni menjaga ruh surau sebagai jati diri pendidikan Minangkabau dan sekaligus membuka diri terhadap modernitas.

Penegasan ini disampaikan Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang sekaligus Tokoh Adat Minangkabau, Prof. Dr. Duski Samad, dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Pesantren yang digelar di UIN Imam Bonjol Padang, Senin (24/11).

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Menurut Prof. Duski, pesantren Sumbar memiliki kekhasan historis yang tumbuh dari tradisi surau sehingga identitas tersebut harus tetap dijaga. Pada saat yang sama, pesantren dituntut bertransformasi melalui riset, literasi digital, dan manajemen modern agar mampu berdaya saing di tingkat nasional maupun global. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi kampus–pesantren, dan menyebut UIN Imam Bonjol siap menjadi mitra strategis dalam meningkatkan tata kelola, kapasitas pengajar, serta kompetensi lulusan agar memiliki civil effect yang setara dengan lembaga pendidikan umum.

Pandangan Prof. Duski itu mengemuka dalam halaqah yang dihadiri para tokoh pesantren dan akademisi di Sumatera Barat dan diikuti sekitar 150 perwakilan pesantren se-Sumbar. Kegiatan ini dibuka oleh Staf Khusus Menteri Agama Bidang Kerukunan Umat Beragama, Pengawasan, dan Kerja Sama Luar Negeri, Gugun Gumilar.

Dalam sambutannya, Gugun menegaskan bahwa pesantren adalah pusat ilmu sekaligus pusat peradaban yang membentuk karakter bangsa. Ia menyebut kehadiran negara melalui Ditjen Pesantren sebagai langkah strategis untuk memperkuat peran pesantren pada level nasional maupun internasional.

“Ulama telah meletakkan fondasi bangsa sejak masa perjuangan. Negara kini berkewajiban hadir lebih kuat, dan pembentukan Ditjen Pesantren adalah momentum penting untuk menata ulang ekosistem pendidikan Islam,” ujarnya.

Gugun memaparkan bahwa masa depan pesantren harus dibangun di atas tiga fondasi utama: ontologi pesantren sebagai institusi pendidikan paling autentik, epistemologi sebagai pusat ilmu keislaman yang berkontribusi global, dan aksiologi sebagai social capital yang manfaatnya diakui dunia. Modernisasi kurikulum, penguatan bahasa asing, dan ruang riset bagi santri menjadi syarat agar pesantren mampu berkompetisi di era global.

Rois Syuriah PWNU Sumatera Barat, KH. Moch. Chozein Adnan, menyebut lahirnya Ditjen Pesantren sebagai “hadiah negara” yang telah lama dinantikan para kiai. Namun ia mengingatkan bahwa kemandirian pesantren adalah identitas yang tidak boleh hilang. Bantuan dan regulasi pemerintah harus menjadi stimulan, bukan intervensi yang mengubah tradisi dan otoritas pengajaran di pesantren. Ia menegaskan pentingnya sinergi ulama dan umara, serta mengingatkan agar administrasi tidak menghambat inti pendidikan. PWNU Sumbar, katanya, siap mengawal agar program-program seperti Dana Abadi Pesantren tersalurkan merata hingga ke pelosok.

Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Martin Kustati, menyatakan bahwa pesantren merupakan lumbung peradaban Minangkabau yang tumbuh dari tradisi surau. UIN IB, katanya, siap menjadi “rumah gadang akademik” bagi seluruh pesantren Sumbar dalam memperkuat kolaborasi keilmuan dan pengembangan SDM.

Mewakili Direktorat Pesantren dan Ditjen Pendidikan Islam, Yusi Damayanti menegaskan bahwa pembentukan Ditjen Pesantren merupakan kebutuhan mendesak untuk mengintegrasikan trifungsi pesantren: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Ia menyampaikan bahwa pemerintah telah menunjukkan komitmen melalui Hari Santri, Undang-Undang Pesantren, Keppres Pendanaan Pesantren, serta pelibatan pesantren dalam program nasional seperti Makan Bergizi Gratis dan Cek Kesehatan Gratis.

Halaqah yang berlangsung di 14 PTKIN ini menjadi ruang konsolidasi penting untuk menyatukan visi pengembangan pesantren nasional. Dengan harmonisasi tradisi dan modernitas sebagaimana ditekankan Prof. Duski Samad, pesantren diharapkan mampu melompat ke era baru tanpa kehilangan identitasnya sebagai pilar peradaban Nusantara.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE