Pendidikan

Transformasi Pesantren Mendesak, Kapasitas Tata Kelola Jadi Penentu Daya Saing

Transformasi Pesantren Mendesak, Kapasitas Tata Kelola Jadi Penentu Daya Saing
Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren bertema “Transformasi Pendidikan Pesantren” yang digelar di UIN Alauddin Makassar, Rabu (26/11/2025).
Kecil Besar
14px

MAKASSAR (Waspada.id): Persoalan tata kelola dan manajemen menjadi tantangan terbesar dalam transformasi pesantren Indonesia. Hal ini disampaikan Ketua Umum Yasdic IMMIM, Dr. Hj. Nurfadjri Fadeli Luran, M.Pd, yang menegaskan bahwa sebagian besar dari total 42.000 pesantren dengan sekitar 6 juta santri masih bertahan menggunakan pola pengelolaan tradisional sehingga sulit bersaing di era digital. Kondisi tersebut, menurutnya, menjadikan transformasi manajemen sebagai kebutuhan mendesak untuk memastikan pesantren mampu mengikuti percepatan zaman.

Sorotan itu mengemuka dalam Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren bertema “Transformasi Pendidikan Pesantren” yang digelar di UIN Alauddin Makassar, Rabu (26/11/2025). Kegiatan ini juga menghadirkan Prof. Dr. K.H. Hamzah Harun Ar-Rasyid, Pimpinan PPTQ Halaqah Hafizhah dan Ketua Tanfidziyah PWNU Sulawesi Selatan, serta Direktur Pesantren, Basnang Said, dan diikuti puluhan pimpinan pesantren serta akademisi.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Nurfadjri menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara pesantren tradisional dan pesantren modern terletak pada struktur organisasi, adopsi teknologi, dan tata kelola keuangan.

Transformasi bukan berarti menghapus tradisi. Keikhlasan, keberkahan, dan kejujuran tetap menjadi ruh pesantren. Yang berubah adalah kualitas tata kelolanya,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa transformasi mencakup tiga dimensi, yaitu penguatan struktur kelembagaan, penyusunan SOP dan digitalisasi layanan, serta budaya asrama yang selaras dengan UU Pesantren melalui keterlibatan alumni dan mitra global.

Di sisi lain, Direktur Pesantren, Basnang Said, menegaskan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Nusantara. “Pesantren sudah ada sejak abad ke-14, jauh sebelum Belanda datang dengan sistem sekolah modern,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa pesantren pernah terpinggirkan oleh modernisasi kolonial sebelum tampil kembali melalui Program PBSB era Menteri Agama M. Maftuh Basyuni yang berhasil melahirkan para santri berprestasi di perguruan tinggi ternama.
Basnang turut menyoroti evolusi pengakuan negara terhadap pesantren, mulai dari program kesetaraan era Presiden Gus Dur, penetapan Hari Santri oleh Presiden Joko Widodo, hingga lahirnya UU No. 18/2019 tentang Pesantren.

“Undang-undang itu menguatkan martabat pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional,” tegasnya. Namun ia mengingatkan adanya tantangan baru berupa hilangnya kajian kitab-kitab klasik seperti balaghah, mantik, dan arudh pada sebagian pesantren modern. Untuk itu, Kemenag menyiapkan langkah sistematis guna mengembalikan kekuatan tradisi keilmuan pesantren.

Prof. Hamzah Harun Ar-Rasyid menambahkan bahwa inti pendidikan pesantren adalah pembentukan karakter spiritual. “Santri harus merasa selalu dalam pengawasan Allah. Jika itu tertanam, maka seorang santri tidak akan mungkin berkhianat, meskipun nanti ia menjadi rektor atau menteri,” ujarnya.

Ia memaparkan enam pilar pendidikan menurut Imam Syafi’i dan menegaskan pentingnya penguatan kapasitas digital, ekonomi, dan jejaring global. Ia juga mencontohkan keberhasilan muadalah As’adiyah yang diakui Pemerintah Mesir sehingga membuka peluang pertukaran dosen dan mahasiswa.

Halaqah ini menjadi ruang strategis untuk merumuskan arah baru transformasi pesantren Indonesia. Diskusi para pimpinan pesantren menegaskan perlunya langkah nyata agar pesantren tidak hanya menjaga spiritualitas, tetapi juga membangun kapasitas manajerial dan kompetensi global.

Menutup acara, Basnang Said kembali mengingatkan prinsip keseimbangan dalam pembangunan pesantren. Ia menegaskan bahwa pesantren harus tetap kokoh pada tradisi tanpa tertinggal dari perkembangan zaman. “Inilah saatnya pesantren menjadi pusat lahirnya pemimpin bangsa yang berilmu, berakhlak, dan berdaya saing,” tandasnya.

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE