MEDAN (Waspada.id): USU Peduli mengadakan kegiatan pendampingan psikososial bagi masyarakat terdampak bencana banjir dan longsor di Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Tanggap Darurat Bencana Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2025.
Pendampingan psikososial tersebut merupakan bagian dari Program Pengabdian kepada Masyarakat bertajuk “The On Loop Ranger: Penguatan Pelayanan Multidisipliner Peri-Hospital dalam Penanggulangan Bencana di Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga” yang diinisiasi oleh USU Peduli bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Kegiatan ini dipimpin oleh Arliza J. Lubis, M.Si., Psikolog, sebagai penanggung jawab kegiatan.
Arliza mengatakan bahwa perubahan drastis kondisi kehidupan pascabencana berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
“Pasca bencana, risiko gangguan kesehatan tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga menyangkut kesehatan jiwa, sosial, dan spiritual masyarakat,” ujarnya, Rabu (31/12).
Ia menjelaskan, hasil penilaian kesehatan jiwa cepat (rapid mental health assessment) yang dilakukan pada minggu keempat pascabencana menunjukkan bahwa kebutuhan dasar seperti tempat tinggal sementara, makanan, dan pakaian relatif telah terpenuhi melalui bantuan pemerintah, organisasi kemanusiaan, dan para donatur.
Namun demikian, kekhawatiran masyarakat masih berfokus pada keterbatasan air bersih serta keberlanjutan pemenuhan kebutuhan dasar setelah masa tanggap darurat berakhir.
Menindaklanjuti kondisi tersebut, pelaksana Pilar Pendampingan Psikososial bersama Pilar Layanan Kesehatan dan Gizi berupaya menyediakan tambahan air bersih di sejumlah fasilitas publik.
Upaya ini dilakukan melalui perbaikan akses air dari sumber yang tersedia serta pemasangan alat penyaring air yang dapat dioperasikan secara mandiri oleh masyarakat dalam jangka panjang.
“Ketersediaan air bersih yang berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan rasa aman secara psikologis bagi masyarakat,” kata Arliza.
Pendampingan juga difokuskan pada kelompok rentan, khususnya tenaga medis, tenaga kesehatan, dan kader kesehatan Puskesmas Tukka.
“Meski berstatus sebagai penyintas bencana, mereka harus segera kembali menjalankan peran sebagai garda depan layanan kesehatan di wilayah tersebut. Tingginya beban kerja pascabencana, yang diperparah oleh kerusakan fasilitas puskesmas, meningkatkan risiko kelelahan fisik dan psikologis,” papar Arliza.
Untuk mencegah hal tersebut, dilakukan Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP) atau Psychological First Aid (PFA).
“Kami memberikan ruang aman bagi tenaga kesehatan untuk mengekspresikan kecemasan dan kekhawatiran mereka agar beban psikologis dapat berkurang dan risiko burnout bisa dicegah,” ujarnya.
Selain tenaga kesehatan, USU Peduli juga memberikan perhatian khusus kepada anak-anak dan remaja terdampak bencana.
Pendampingan dilakukan melalui aktivitas rekreasional dan permainan berkelompok untuk membantu mereka mengelola emosi, mengurangi kecemasan, serta membangun kembali interaksi sosial yang positif di lingkungan pengungsian. (id08)

















