SERGAI (Waspada.id). Kuasa hukum Ustadz M. Syafii Sinaga, Tumbur Munthe, menegaskan bahwa fakta persidangan menunjukkan kliennya dan empat terdakwa lain tidak melakukan penganiayaan sebagaimana dituduhkan.
Pernyataan itu disampaikan setelah pihaknya menghadirkan dua saksi meringankan, yakni Agus Purba dan Tama, dalam sidang Pengadilan Negeri Serdang Bedagai pada Kamis (13/11/2025).
Menurut kuasa hukum, kedua saksi menerangkan bahwa jika memang terjadi dugaan penganiayaan, namun bukan dilakukan oleh para terdakwa, melainkan patut kami duga oleh keluarga pelapor saat proses musyawarah di rumah tokoh masyarakat.
“Kedua saksi telah diperiksa dan keterangannya dinilai saling menguatkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan sejumlah keterangan saksi korban dan saksi jaksa tidak saling bersesuaian. Bahkan ada saksi yang menyebut bahwa satu dari lima terdakwa tidak pernah terlihat di lokasi kejadian, sementara saksi korban awalnya menyebut pelaku hanya empat orang.
“Berdasarkan fakta persidangan, kami meyakini perbuatan itu tidak terbukti,” tegas Tumbur Munthe kepada wartawan di halaman belakang Pengadilan Sei Rampah.
Sebelumnya, kasus ini bermula dari pencurian dan pengrusakan ladang buah naga milik Ustadz Syafii Sinaga pada 13 Desember 2024 di Dusun Pasar Balok, Bandar Tengah, Kecamatan Bandar Khalifah, Serdang Bedagai.
Ustadz Syafii menemukan pagar kebun rusak, 36 batang tanaman rusak, serta 49 buah naga atau sekitar 32 kg hilang, sehingga menimbulkan kerugian Rp5,2 juta.
Ustadz Syafii dan keluarga kemudian melakukan pencarian hingga berhasil mengamankan dua terduga pelaku, yaitu Muhammad Syahruddin dan Muhammad Fiki Ramadani, serta mengungkap nama pelaku lain, Sukriono.
Para pelaku lalu dibawa ke rumah tokoh masyarakat, Agus Purba, yang juga anggota Tim Peraturan Dusun (Perdus). Di sana para pelaku mengakui pencurian, sesuai hasil musyawarah terduga pelaku dan pemilik kebun sepakat menandatangani surat perdamaian dan kesepakatan denda Perdus sebesar Rp45 juta yang disaksikan kepala dusun, tokoh masyarakat, dan keluarga pelaku.
Di sisi lain, tokoh masyarakat Agus Purba yang juga menjadi salah satu saksi dalam kasus pencurian buah naga saat dikonfirmasi Waspada.id, melalui telepon WhatsApp, Jumat (14/11/2025) mengatakan, bahwa Ia mendapat kabar terkait dua pelaku terduga pelaku telah dibawa ke rumah miliknya.
“Saya sempat dituding oleh orang tua terduga pelaku memukuli anaknya. Namun saya bantah dan langsung saya pertanyakan kepada para terduga pelaku di hadapan orang tuanya, apakah ada saya dan pemilik kebun memukul kalian, pelaku menjawab tidak ada,” cetusnya.
Agus Purba saat dikonfirmasi membantah tudingan dirinya memukul pelaku. Ia menyebut para pelaku tiga kali ditanya apakah dipukul oleh Ustadz Syafii, dan semuanya menjawab tidak. Justru ada saksi yang melihat adik dan paman pelaku memukul terduga pencuri tersebut.
Sementara di dalam gudang garasi mobil milik Agus Purba, ketiga terduga pelaku juga tiga kali ditanya apakah mereka dipukul oleh Ustadz Syafii, dan seluruhnya menjawab tidak. Namun dalam proses itu, ada saksi melihat adik kandung dan paman pelaku justru yang memukul dan menendang pelaku.
Meski telah damai, pada 15 Desember 2024 salah satu pelaku pencurian justru melapor ke Polres Tebing Tinggi dan menuduh Ustadz Syafii beserta keluarganya melakukan penganiayaan.
Laporan itu diterima tanpa memeriksa surat perdamaian maupun keterangan perangkat desa, yang membuat Ustadz Syafii dan keluarganya ditetapkan sebagai tersangka sesuai Pasal 170 jo 351 KUHP.

Sebaliknya, laporan pencurian buah naga yang dibuat Ustadz Syafii pada 16 Desember 2024 di Polsek Bandar Khalifah hingga kini baru menetapkan satu tersangka dan belum menunjukkan perkembangan lanjutan.
Ustadz Syafii juga mengungkap bahwa selama proses penyidikan ia mengalami tekanan, termasuk dugaan permintaan uang agar tidak ditahan, kewajiban lapor dua kali seminggu, serta upaya yang diduga menjebaknya melalui penandatanganan surat bermaterai.
Ia menyebut mediasi Restorative Justice yang difasilitasi kepolisian gagal karena pihak pelapor justru diduga meminta uang tebusan Rp150 juta yang tidak disepakati.
Situasi tersebut memicu perhatian Aliansi Ormas Islam Pembela Rakyat yang terdiri dari FPI Sumut, PA 212 Sumut, GNPF-U Sumut, TPUA Sumut, LADUI Sumut, PAHAM Sumut, FUI Sumut, Darul Ukhuwah, MPTW Sumut, BP FORMI, dan MMI Medan.

Dalam pernyataan sikap di Medan pada 13 November 2025, aliansi menilai Ustadz Syafii menjadi korban dugaan kriminalisasi. Mereka meminta majelis hakim PN Serdang Bedagai membebaskan kelima terdakwa, mendesak Polres Tebing Tinggi menindaklanjuti laporan pencurian buah naga, serta meminta DPRD Sergai memberi perlindungan hukum kepada keluarga Ustadz Syafii.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota dan para terdakwa. Pihak keluarga berharap Polda Sumut menghentikan laporan penganiayaan dan menerbitkan SP3 agar mereka terbebas dari status tahanan luar. (id31/bs)












