MEDAN (Waspada): Aset milik PT Prima Jaya Lestari Utama di Jalan Lintas Sumatera (Rantau Parapat) Aek Kanopan, Desa Kampung Pajak Kecamatan NA IX-X, Kabupaten Labuhan Batu Utara ‘dirampas’. Padahal, objek yang dimenangkan pemenang lelang belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
“Kalau pemenang lelang menyatakan dia punya risalah lelang, itu kita akui. Silahkan. Tetapi permasalahannya adalah tidak boleh dilakukan secara paksa. Apalagi dengan bukti yang ada, mereka mencongkel pintu itu sudah perbuatan tindak pidana. Karena ini prosesnya masih berjalan di Pengadilan,” ujar Kuasa Hukum PT Prima Jaya Lestari Utama, Supesoni Mendrofa SH, Kamis (15/9/2022).
Menurutnya ‘pengambilan atau penguasaan’ aset kliennya oleh sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas) ditengah proses hukum yang masih berjalan diduga dengan mengintervensi manager keamanan dan aset PJLU.
Disebutkannya, sebelum aset tersebut ‘dirampas’ ada tindakan yang melibatkan oknum kepala desa, pihak kepolisian dan koramil yang memfasilitasi mediasi. Namun tindakan tersebut hanya melibatkan manager keamanan saja. Tindakan tersebut dinilai bukan kewenangan mereka, sebab seharusnya tugas mereka hanya untuk pengamanan agar tidak terjadi konflik. Terlebih masalah ini masih berperkara di Pengadilan Negeri Medan.
Sehingga lanjutnya, ketika pegawai PJLU diminta keluar dari lokasi tersebut sebenarnya melanggar aturan. “Karena itu bukan kewenangan dan bukan hak mereka untuk melakukan itu. Karena yang berhak melakukan eksekusi atau melakukan pengosongan terhadap objek itu ada putusan dari pengadilan. tidak ada putusan siapapun,” ujarnya.
Namun ia menilai kehadiran aparatur pemerintah dan pihak keamanan terkesan mengintervensi pemilik agar keluar dari objek itu.
“Kalau pemenang lelang menyatakan dia punya risalah lelang, itu kita akui. Silakan. Tetapi permasalahannya adalah tidak boleh dilakukan secara paksa. Apalagi dengan bukti yang ada, mereka mencongkel pintu itu sudah perbuatan tindak pidana. Karena ini prosesnya masih berjalan,” ujarnya.
Jika ingin melakuian eksekusi lanjutnya, seharusnya minta bantuan pengadilan. “Mohonkan eksekusi di pengadilan, itu baru betul. Tapi cara ini kan cara yang dilakukan dengan cara premanisme, dan itu perlu dibasmi di Indonesia, tidak melalui prosedur hukum. melanggar aturan hukum yang udah ada,” ujarnya.
“Jadi semua tidak boleh diintervensi siapa pun, kecuali oleh karena putusan pengadilan maka kita tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya.
Ia menambahkan persoalan ini juga sudah dilaporkan kliennya ke Polda Sumut dengan Surat Tanda terima Laporan Polisi, Nomor : STTLP/B/1534/VIII/2022/SPKT/Polda Sumut.
Dalam laporan yang disampaikan pada 30 Agustus 2022 itu, manager PJLU melaporkan tentang peristiwa pidana UU Nomor 38 tahun 2004 pasal 12.
Kemudian lanjutnya, keesokan harinya, pihak kliennya kembali membuat laporan Polda Sumut dengan Nomor : STTLP/B/ 1540/VIII/2022/SPKT/Polda Sumatera Utara tentang KUHPidana pasal 170 Jo 406.
Sementara M Arif Manager Pengawasan dan Keamanan PJLU mengatakan peristiwa ‘pengambilan’ ini bermula pada 27 Agustus lalu saat sejumlah organisasi pemuda datang ke pabrik tersebut.
Di sana lanjutnya, mereka menutup portal untuk menghalangi masuk ke dalam kawasan pabrik tersebut. “Mereka meminta agar kami keluar ke mess luar dekat portal, jangan di mess utama. Dengan alasan masih masa sengketa,” ujarnya.
Pada 27 Agustus ada tiga ormas yang datang ke pabrik, ada mengatakan bahwasanya jangan sampai ada keributan. Saat itu posisi masih di portal di depan portal, belum masuk ke pabrik.
Satu jam kemudian saat kita kembali ke mess mereka memaksa masuk. Permintaan mereka, kami berada diluar jangan di mess utama. Dengan alasan masih masa sengketa.
Kedatangan organisasi tersebut lanjutnya, berlanjut pada 28 dan 29 Agustus. Hingga sejumlah aparatur pemerintah kecamatan dan babinsa dan kantibmas serta personil kepolisian datang untuk mendudukkan permasalannya yang terjadi. Dari pertemuan tersebut, pemilik aset ‘dipaksa’ harus keluar malam itu juga, meski sudah minta waktu untuk bisa mengkomunikasikannya dengan pimpinan perusahaan.
Karena terdesak lanjut Arif, pihaknya memilih meninggalkan kawasan tersebut. Dengan catatan
tidak ada pergerakan di dalam pabrik dan , sama-sama menjaga aset di luar. Namun ternyata, ada yang membongkar, mencongkel merusak mess utama. Hingga akhirnya pihaknya membuat pengaduan ke Polda Sumut.
Untuk diketahui, objek PJLU ini sudah dimenangkan pihak ketiga melalui proses lelang, Namun, Tan Andyono selaku Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama masih terus melakukan upaya perlawan hukum. Bahkan saat kini, perkara tersebut masih disidangkan di Pengadilan Negeri Medan.
Andiyono melakukan perlawanan hukum, sebab aset yang dilelang dengan 13 sertifikat ini, berdasarkan penilaian dari kantor jasa penilaian publik atas objek tersebut mencapai Rp97 miliar. Namun dalam pelaksanaan lelang, tergugat hanya memberikan harga Rp 42 miliar, harga tersebut dinilai jauh dibawah harga pasaran.
Objek tersebut meski dimenangkan pemenang lelang, namun saat ini masih belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). Sebab pemilik aset saat ini tengah melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Medan yang didaftarkan pada 20 April 2022 dengan No 330./Pdt.G/2022/PN mdn.(m14)