TAPSEL (Waspada.id): Bupati Tapanuli Selatan periode 2010- 2015 dan 2016 – 2021, H. Syahrul M. Pasaribu, angkat bicara terkait bencana banjir dan longsor dahsyat yang melanda pada 25 November 2025.
Bencana yang dipicu cuaca ekstrem itu memporak-porandakan sebagian besar wilayah Tapsel, hingga menimbulkan korban jiwa dan kerusakan masif akibat meluapnya sungai-sungai di Tapsel, terutamanya Aek Garoga di Kecamatan Batangtoru.
“Meluapnya sungai itu disertai hanyutnya ribuan gelondongan kayu,” kata Syahrul menjawab pertanyaan wartawan seusai menyerahkan bantuan YHHP di Bukkas Malombu Angkola Sangkunur (Kamis, 4/12/2025).
Dari 15 kecamatan di Tapsel, sebanyak 13 kecamatan terdampak. Menyebabkan rumah warga rusak, fasilitas publik, serta infrastruktur daerah dan nasional mengalami kerusakan berat.
Wilayah terdampak terparah berada di Desa Garoga, Huta Godang, dan Aek Ngadol Kecamatan Batangtoru. Dimana puluhan jiwa meninggal dunia dan puluhan lainnya masih dinyatakan hilang akibat meluapnya sungai Aek Garoga di Batangtoru
Sedangkan dampak meluapnya Sungai Batangtoru membawa material lumpur dan sebagaian disertai kayu, menumpuk di berbagai desa seperti Hapesong Baru, banjir di Desa Muara Hutaraja, Manoppas dan Appolu di Kecamatan Muara Batangtoru serta banjir di Bandar Tarurung, Sibara-bara dan Rianiate di Kecamatan Angkola Sangkunur.
Di hulu sungai Aek Garoga yang berada di Kabupaten Tapanuli Tengah, banyak lahan Area Penggunaan Lain (APL) sedangkan yang di Tapsel kebanyakan Hutan Lindung. Aliran air meluap dengan kecepatan tinggi membawa ribuan gelondongan kayu, dari kawasan itu. Menghancurkan rumah-rumah warga dan membuat seluruh Desa Garoga rata dengan tanah akibat sapuan material kayu dan lumpur.
Tanggapan
Merespons munculnya tudingan yang mengaitkan perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batangtoru sebagai penyebab bencana, perlu dilakukan kajian ilmiah yang komprehensip dan objektif.
Syahrul menjelaskan bahwa yang disebut landscape atau ekosistem Batangtoru berada ditiga Kabupaten yaitu Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah. Kawasan yang disebut Harangan Tapanuli ini luasnya 249.169 hekktsre (Ha).
Bentangan itu terdiri dari kawasan hutan 157.003 ha (63 persen) yang terdiri dari Hutan Lindung 128.384 (52 persen), Cagar Alam 15.331 (6 persen), Hutan Produksi 10.755 (4 persen) dan Hutan Produksi Terbatas 2.533 ha (1 persen). Sedangkan Areal Penggunaan Lain (APL) adalah seluas 91.666 ha (37 persen).
Adapun kawasan hutan yang berada di Kabupaten Taput yang merupakan hulu sungai Batangtoru seluas 66,7 persen, di Kabupaten Tapsel 22,6 persen dan di Kabupaten Tapteng seluas 10,7 persen.
Menjawab pertanyaan wartawan apakah ada perusahaan di Tapsel yang diberi ijin beroperasi di kawasan hutan Batangtoru ? Syahrul mengatakan, setahunya tidak ada misalnya perpanjangan ijin Lokasi PT AR (Tambang Mas) tahun 2015 dan 2019 lokasinya semua berada di Areal Penggunaan Lain (APL).
Demikian juga ijin Lokasi PT NSHE (PLTA) sejak tahun 2011 sampai pembaharuan dan perpanjangan ijin Lokasi di tahun 2016 juga berada di APL. Apalagi pembangkit listrik ramah lingkungan ini, sangat berkepentingan atas kelestarian ekosistem Batangtoru.
Yakni agar terjamin aliran sungai Batangtoru yang merupakan nyawa dari Proyek Strategis Nasional (PSN) itu. Di setiap perpanjangan atau penerbitan ijin Lokasi kepada kedua perusahaan itu, walaupun berada di APL tetapi tutupannya masih bagus.
Syahrul selalu mengingatkan agar selektif dan tetap berpedoman kepada aturan yang berlaku dan operasionalnya selalu konsisten terhadap Amdal yang telah diterbitkan. Demikian juga kepada PTPN yang berada di area APL harus mengikuti regulasi yang berlaku.
Menjawab pertanyaan wartawan berikutnya apakah perusahaan lainnya yang beroperasi di ekosistem Batangtoru dan berada diluar Tapsel seperti PT SOL dan PLTA Sipan Sihaporas ada yang beroperasi di kawasan hutan ? Syahrul mengatakan tidak tau karena perusahaan itu berada di Taput dan Tapteng.

Telusuri Kerusakan Hutan Batangtoru
Syahrul meminta pemerintah pusat dan kementerian terkait untuk menelusuri kerusakan hutan Batangtoru secara objektif dan berbasis data ilmiah. Agar tidak berkembang persepsi tanpa dasar yang bisa menyesatkan publik.
“Kerusakan hutan di Batang Toru harus ditelusuri secara objektif. Jangan sampai opini liar mendominasi tanpa dukungan data lapangan,” katanya.
Syahrul juga meminta agar penerbitan PAHT (Pemegang Hak Atas Tanah) atau ijin yang diterbitkan Kementerian Kehutanan untuk mengambil kayu di Areal Penggunaan Lain (APL) di kawasan ekosistem Batangtoru dimoratorim.
Hal ini karena disinyalir PAHT ini sering disalahgunakan sembari menyempurnakan aturan yang berlaku, apalagi Pemerintah Daerah tidak lagi banyak terlibat untuk pengambilan kayu di APL.
Syahrul juga mengungkapkan, ketika dirinya menjabat Bupati Tapsel, telah menginisiasi kesepakatan tiga daerah. Yakni Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah, mengenai ‘komitmen bersama menjaga ekosistem Batang Toru Selaras Dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam’ tgl 23 Februari 2018 di Kantor Bupati Tapsel.
Komitmen para pihak itu disamping ditandatangani 3 Bupati juga turut ditandatangani 36 komponen termasuk Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba, Dirjen KSDAE KLH Wiratno, Perwakilan IPB dan USU, LIPI, Dinas Kehutanan Sumut serta NGO pemerhati lingkungan seperti YEL-SCOP, CI Indonesia, Bitra dan NGO lainnya serta 5 perusahaan yang beroperasi di ekosistem Batangtoru yaitu AR, NSHE, PTPN, SOL dan PLTA Sipansihaporas.
Kesepakatan tersebut mencakup:
- konservasi keanekaragaman hayati seperti orangutan Tapanuli dan harimau Sumatera,
- reboisasi dan rehabilitasi ekosistem Batang Toru,
- pengelolaan APL yang berwawasan lingkungan,
- kewajiban investor yang beroperasi di sekitar Batang Toru untuk mendukung konservasi,
- serta penetapan langkah pemecahan masalah melalui koordinasi dan integrasi lintas daerah.
“Komitmen ini membuktikan bahwa Tapsel sangat serius menjaga kelestarian hutan dan ekosistem Batang Toru” ujar Syahrul.
Mitigasi dan Penanganan
Syahrul berharap seluruh pihak dapat menempatkan persoalan pada konteks yang tepat, yakni bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem, yang diperparah oleh kondisi alam dan penggunaan lahan di wilayah rawan.
Ia mendorong pemerintah serta instansi terkait untuk memperkuat mitigasi, rehabilitasi kawasan terdampak, dan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa dapat diminimalkan di masa mendatang.
Terhadap bencana alam yang terjadi di 13 Kecamatan di Tapsel, khususnya di desa Garoga, Huta Godang dan Aek Ngadol Batangtoru, Syahrul meminta Pemerintah Pusat agar membangun keseluruhan infrastruktur yang rusak.
Misalnya rumah penduduk dan lainnya. Dia juga meminta Pemerintah, agar daerah yang mengalami Bencana Alam, TKDD tahun 2026 jangan dilakukan pemotongan supaya daerah tersebut bisa memperbaiki infrastruktur daerahnya yang rusak. (Id45)












