SUBULUSSALAM (Waspada): Mengamati dan memperhatikan kilas balik penyebab warga Kampong Makmur Jaya, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalam berunjuk rasa ke kantor DPMK, Kantor Wali Kota hingga ke Gedung DPRK, Selasa (29/11) memunculkan catatan tersendiri bagi pemerhati sosial kota ini.
Hasby BM, Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Publik untuk Rakyat (LP-KaPuR) kepada Waspada berkomentar, dirinya mengaku prihatin atas kejadian itu. Selain perlu dipastikan dasar hukum pembatalan Keputusan Badan Permusyawaratan Kampong (BPK) Makmur Jaya dan perintah digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU), wali kota harus memperhatikan dari banyak sudut pandang dan aturan.
Jangan sampai keputusan itu terkesan dan terindikasi sebab kesewenang-wenangan atau arogansi kekuasaan. Pastikan tindakan itu murni sesuai aturan dan perundangan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Faktanya, meskipun keputusan yang diambil diklaim sudah sesuai ketentuan aturan perundang-undangan, seperti keterangan kepala DPMK di media. Namun sosok penggugat, yakni Lilis Suryani Bintang yang kalah suara dari peraih suara terbanyak Nur Ayis adalah adik kandung Wali Kota, H. Affan Alfian Bintang, SE.
Hubungan sedarah inilah yang menjadi pangkal persoalan yang tak bisa dipisahkan dan sepertinya orang bebas menilai jika kebijakan itu lebih kepada persoalan pribadi/keluarga.
Boleh jadi keputusan wali kota tersebut bukan dasar pertimbangan adik, tetapi hubungan abang dan adik dalam kasus ini menjadi sorotan publik yang melekat. Bahkan alasan apapun yang dikemas, penilaian dan tudingan oleh ‘masyarakat awam’ takkan lari dari penilaian umum, ‘karena adik kandung’, maka dibelalah habis-habisan.
Dilema barangkali, tapi idealnya kepentingan aturan dan peraturan harus diutamakan oleh seorang pemimpin yang bijak demi kemaslahatan masyarakat. Apalagi semua merupakan warga dan masyarakat wali kota secara umum dalam jabatan sebagai wali kota sehingga tidak layak pilih kasih.
Seperti diketahui, puncak protes warga Kampong Makmur Jaya, Selasa (29/11) tentang keputusan wali kota yang membatalkan Keputusan BPK Hasil Pilkampong, 2 Oktober 2022 lalu dan minta Panitia Pilkampong menggelar PSU di sana sudah diawali berbagai upaya protes, bahkan peraih suara terbanyak, Nur Ayis viral di Youtube minta keadilan kepada Presiden RI, Joko Widodo karena mengaku dizolimi sang wali kota.
Merasa dizalimi, sebab kemenangannya dianulir diputuskan digelar PSU, maka bermunculanlah aksi dan reaksi dari sejumlah aktivis ‘penegak keadilan’ di kota ini. Aksi bersama sejumlah orator, seperti Edi Sahputra Bako dan Safran Kombih keras menantang keputusan Wali Kota Subulussalam dan minta keputusan yang menurut mereka sarat nepotisme dan kepentingan segera dicabut serta melantik kepala kampong terpilih, Nur Ayis.
Orator di sana bahkan dengan tegas mengatakan jika mereka tidak punya kepentingan apa-apa, kecuali menuntut keadilan dan kebenaran. Negeri ini harus bebas dari kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, siapa pun wali kotanya. Bukankah dua kandidat, Umartono dan Ahmad Lutfi juga telah membuat Surar Pernyataam Penolakan PSU dan minta Nur Ayis dilantik?
“Untuk itu, sekali lagi kami minta kepada wali kota mencabut keputusannya dan lantik Nur Ayis”, seru orator demo secara bergantian disaksikan masyarakat serta sejumlah Aparatur Sipil Negara yang ada di komplek perkantoran wali kota itu. (b17)

FOTO: Orasi warga protes PSU Kampong Suka Makmur, Selasa (29/11). Waspada/Ist.