GUNUNGSITOLI (Waspada): Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Kota Gunungsitoli, Karya Seprianus Batee, S.STP. M.AP yang mendapat sanksi berat Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai Pegawai Negeri Sipil oleh Wali Kota Gunungsitoli menilai tindakan yang diberikan kepadanya cacat hukum karena tidak sesuai prosedur dan sangat tendensius.
Pernyataan itu disampaikan Karya Septianus Batee saat ditemui di rumahnya di Gunungsitoli, Selasa (2/7). Dia mengaku keberatan terhadap SK yang dikeluarkan oleh Wali Kota Gunungsitoli dan mengajak untuk melihat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023, Pasal 52.
“Silakan kita semua melihat pasal 52, UU Nomor 20 tahun 2023, di sana yang dilarang adalah Huruf a, g, i dan j,” ujar Karya Septianus Batee.
Bakal Calon Wali Kota Gunungsitoli tersebut menyebutkan pada pasal di atas dilarang melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945, melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat, dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan dengan jabatan lainnya, dan menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.
Menurut Karya Septianus Batee seharusnya Pemerintah Kota Gunungsitoli mengedepankan azas praduga tak bersalah dan adanya pembuktian, misalnya ada kejahatan melalui apa, pasti ada pemeriksaan, penyelidikan, penyidikan, sampai pada proses peradilan.
“Demikian hal sama juga seperti menjadi anggota dan atau pengurus partai politik ini, harus diperiksa dan buktikan seterang dan seadil-adilnya,” tambahnya.
“Instansi yang menuntut saya, mana buktinya, sampai hari ini saja tidak pernah ditunjukkan, apa itu surat DPD Golkar, mana , gak pernah dikasih ke saya, apakah saya pernah diperiksa, mana surat panggilannya, saya sudah buat kronologi, ini WA Asisten, hanya WA, ini masalah nasib seseorang dan bukan hanya bersifat lisan,” tegasnya.
Lebih lanjut Karya Septianus mengatakan segala sesuatu itu, kalau sudah berkaitan dengan hukuman disiplin atau pelanggaran berat terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil harusnya terdokumentasi dengan baik.
Tentang hal larangan bagi ASN, dalam memutuskan hukuman itu apakah cukup dasar dengan isu saja di media sosial.” Saya tidak pernah diperiksa, di BAP, tidak pernah ditunjukkan kesalahan, makanya saya bilang mereka ini sebenarnya, kurang memahami atau tendensius, bisa nanti buka undang-undang,” ungkap Karya.
“Apakah PTDH itu sewenang-wenang, apakah serta merta hanya dengan surat orang, tanpa diperiksa masuk begitu saja, tentu tidak dong, disangkakan dulu baru terdakwa, dan terdakwa dulu baru terpidana, tidak serta merta, seolah-olah kini kembali ke Orde Baru, saya ini bukan tahanan politik, tanpa proses peradilan dijebloskan,” cetus menantu almarhum mantan Wali Kota Gunungsitoli tersebut.
“Kalau saya ini, masalah berhenti sebagai ASN sudah pasti berhenti dan tidak akan kembali menjadi ASN, hanya prosesnya , sudah ada surat pengunduran diri kok pada tanggal 24 lalu, saya ini juga sebagai Ketua OKP pada GMKI, saya punya jiwa aktivis juga lho,” terangnya.
Karya Septianus Batee berharap, agar hal serupa tidak terjadi kepada rekan ASN lainnya, azas praduga tak bersalah itu wajib hukumnya, implikasinya dipanggil, diperiksa, dimintai keterangan, setelah cukup alat bukti ya pidanakan. “Jadi ini terjadi, secara resmi saya tidak pernah dipanggil, di BAP, bahkan mereka tidak pernah menunjukkan surat dari DPW Partai Golkar Sumut maupun surat BKN Regional VI sampai hari ini tidak pernah saya baca,” tambahnya.
“Wali Kota Gunungsitoli tidak pernah menunjukkan sama saya, , karena PTDH itu SK dia, Apa yang saya alami ini tidak fair, tidak adil dan tendesius, saya juga tidak pernah di perlihatkan surat dari BKN, bisa saja itu rekayasa, saya ini tidak pernah di sidang, mungkin pemahamannya bahwa saya sudah diperiksa, kita sudah ini, siapa yang tahu tidak pernah ditunjukkan ke publik,” pungkasnya. (a26)