MEDAN (Waspada.id): Peneliti FITRA Sumut, Elfenda Ananda, mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera melaksanakan perintah majelis hakim untuk menghadirkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, ke Pengadilan Tipikor Medan sebagai saksi “turut serta” dalam kasus korupsi yang menjerat Kadis PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting.
“Panggilan tersebut sejalan dengan peran saksi yang, menurut Pasal 55 KUHP, berpotensi berubah status menjadi tersangka jika terbukti ikut dalam tindak pidana,” tegas Elfenda kepada _waspada.id,_ Senin (29/9/2025).
Elfenda menyoroti adanya enam kali perubahan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6, 7, 16, 23, 24, dan 25 Tahun 2025 terkait proyek jalan. Khusus Pergub 25/2025, yang berbasis pada Belanja Tidak Terduga (BTT), dinilai menunjukkan adanya agenda politik anggaran yang masif dan sistematis. Menurutnya, jika Bobby secara sadar mendukung pergeseran alokasi yang menguntungkan proyek tersebut, ia bisa dimintai pertanggungjawaban sebagai saksi yang “turut serta”.
Ia mendesak jaksa memanggil Bobby dan memeriksa secara rinci perannya dalam proses perubahan Pergub. “Biar publik tahu apakah pergeseran anggaran itu benar-benar kebutuhan mendesak atau hanya justifikasi formal saja,” ujar Elfenda.
Menurut mekanisme penganggaran, lanjut Elfenda, tanggung jawab gubernur sangat kuat selain Sekretaris Daerah Sumut sebagai ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah). Karena itu, kehadiran gubernur dan sekda saat itu sebagai saksi dinilai penting untuk membuka tabir kasus ini.
Ia menilai dugaan keterlibatan pejabat tinggi seperti gubernur dan mantan sekda akan membuka ruang transparansi dan akuntabilitas. “Jika pengadilan memanggil dan menguji perannya secara terbuka, ini akan menjadi momentum penting agar persidangan tidak hanya menyasar pejabat menengah ke bawah, melainkan juga sistem yang memungkinkan manipulasi anggaran lewat instrumen regulasi seperti Pergub,” katanya.
Elfenda berharap pengungkapan kasus dugaan korupsi Topan Ginting bisa menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Selama ini, katanya, rakyat Sumut sudah membayar pajak daerah untuk pembangunan, tetapi justru diperlakukan tidak adil. “Praktik permintaan fee kepada kontraktor sudah terjadi terus-menerus,” ucapnya.
Posisi Saksi Menurut Pasal 55 KUHP
Pasal 55 KUHP menyatakan bahwa yang dapat dipidana bukan hanya pelaku utama (“pleger”) atau orang yang menyuruh melakukan (“doenpleger”), tetapi juga siapa pun yang turut serta (“medepleger”) dalam tindak pidana.
Makna “turut serta” tidak mengharuskan seseorang menjadi pelaku utama. Cukup jika ia secara sadar ikut melaksanakan atau mendukung perbuatan pidana dengan niat bersama. Dengan demikian, seorang saksi yang memberi instruksi, memfasilitasi, mengarahkan, atau memengaruhi proses yang melanggar hukum dapat saja berubah status menjadi tersangka.
Contoh Yurisprudensi: Saksi Jadi Tersangka
Beberapa putusan pengadilan membuktikan hal ini:
Dalam perkara nomor 372 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, seseorang yang awalnya saksi akhirnya diputus bersalah turut serta melakukan penggelapan.
Dalam kasus pembunuhan berencana di PN Jakarta Utara (213/Pid.B/2021), terdakwa yang bukan pelaku utama tetap dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena terbukti “medepleger”.
Dalam perkara korupsi proyek jalan di PN Jakarta Pusat (22/Pid.Sus-TPK/2020), hakim menilai seorang “pelaku peserta” dapat dipidana jika perannya jelas dijabarkan dalam dakwaan.
Inti Perkara
Kasus yang menjerat Topan Ginting berawal dari rencana proyek peningkatan/pembangunan jalan di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) dan daerah lain dengan nilai sekitar Rp231,8 miliar. Proyek tersebut diduga diatur untuk memenangkan perusahaan tertentu, dengan janji “fee” Rp8 miliar untuk Topan.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT), KPK menyita Rp231 juta sebagai sisa aliran dana. Persidangan kasus ini sudah dimulai di Pengadilan Tipikor Medan sejak Rabu, 17 September 2025. Kini, majelis hakim meminta kehadiran sejumlah pihak kunci, termasuk Gubernur Sumut Bobby Nasution, guna mengurai dugaan pergeseran anggaran.(id96)