P. BRANDAN (Waspada): Kerjasama kemitraan dengan skema Perhutanan Sosial antara KPH Wilayah I Stabat Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dengan sejumlah kelompok tani di wilayah Telu Aru, Kab. Langkat, menuai sorotan.
Pasalnya, ada beberapa oknum disebut-sebut telah menjual puluhan hektar kawasan hutan produksi (HP) yang sudah ditanami pohon kelapa sawit (elaeis guineensis) secara ilegal kepada pihak ketiga.
Dugaan komersialisasi terhadap kawasan hutan yang merugikan negara di wilayah pesisir Teluk Aru ini menuai sorotan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk Ketua Harian Forum Brandan Bersatu (FBB).
Ketua Harian FBB Irjal kepada Waspada, Selasa (18/10), mengatakan oknum inisial Ah menjual kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan seluas 33,01 Ha di Desa Securai Selatan, Kec. Babalan, kepada seorang pengusaha. Pengusaha ini, ujarnya, berlindung di balik nama koperasi.
Ia mengatakan, di kawasan hutan produksi seluas 33,01 Ha ini pihak KPH Wilayah I Stabat Dinas Kehutanan Sumut pada tahun 2018 telah mengikat perjanjian kerjasama dengan Kelompok Tani Mangrove sesuai Nomor SK Kulin: SK.447/MENLHK-PSKL/PSL.0/6/2018.
Menurut Irjal, dalam naskah perjanjian antara pihak pertama (KPH) dan pihak kedua (KTM) disebutkan sanksi akan diberikan apabila pihak kedua menjual atau memindahkan tangankan lahan kemitraan kepada orang lain.
Kemudian, lanjutnya, sesuai perjanjian, pihak kedua berkewajiban menanam tanaman bakau pada areal kemitraan dan melakukan penjarangan pohon sawit secara bertahap, serta mengganti tanaman setelah berumur 12 tahun.
Namun, katanya, aturan formal yang tertuang dalam butir naskah kerjasama kemitraan tidak dijalankan oleh kelompok tani. Yang sangat disesalkan Irjal, sampai sejauh ini, pihak KPH Wilayah I Stabat belum ada terlihat mengambil tindakan.
Ketua Harian FBB menuding sepertinya ada kesan pembiaran dari KPH. Mestinya, kata Irjak, KPH sebagai perpanjangan tangan dari KLHK proaktif melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan kelompok tani dan memberi sanksi jika melakukan pelanggaran.
Demi terwujudnya kepastian hukum, Irjal mendesak pihak Gakkum Wilayah Sumatera, termasuk jajaran aparat penegak hukum agar mengusut dugaan praktik jual beli kawasan yang tak hanya berdampak merugikan negara, tapi juga berimpkikasi terhadap ekosistem.
Salah seorang sumber anonim dari pegawai Dishut mengatakan, ada pihak yang coba menyuapnya dengan sejumlah uang terkait penjualan lahan ini, tapi ia tolak. Menurut sumber, ada tiga kelompok tani yang telah menjual kawasan hutan kepada pihak ketiga.
Ketua Kelompok Tani Mangrove, Saniah, beberapa kali coba dihubungi Waspada melalui selularnya, Rabu (19/10), untuk dimintai konfirmasinya terkait tudingan Ketua Harian FBB tentang penjualan lahan seluas 33,01 Ha tidak merespon panggilan.
Pada hari yang sama, Kabid Perlindungan dan Pengamanan Hutan KPH Wilayah I Stabat Ramlan Sakban Rambe mengatakan, pihaknya belum mengtahui adanya penjualan lahan. Namun begitu, ia akan memberitahu hal ini kepada bidang terkait dan pimpinan. (a10)
Foto: KETUA Harian Forum Brandan Bersatu Irjal memberi keterangan terkait dugaan penjualan kawasan hutan yang sudah ditanami pohon sawit. Waspada/Asrirrais