TAPSEL (Waspada.id): Perhimpunan Purnabakti Aparatur Sipil Negara (PPASN) Pemkab Tapanuli Selatan bersama Pembina, H. Syahrul M. Pasaribu, mengadakan Focus Group Discution (FGD) atau diskusi kelompok terfokus dalam rangka HUT ke-75 Tapsel di Natama Hotel Padangsidimpuan, Minggu (23/11/2025) siang sampai sore.
Hadir Ketua PPASN, Drs. H. Marasaud, yang mantan Kadis Pendidikan, mantan Kadis Kesehatan, Penasehat PPASN Saulian Sabbih, yang mantan Kepala BAPPEDA dan mantan Asisten II. Ir. Syahril mantan Kadis PU dan mantan Kadis Perkim.
Hamdan Nasution mantan Kadis Pekebunan, Bismar K. Matua mantan Kadis Pertanian, Syamsul Bahri mantan Kadis Tenaga Kerja, Nurdin Pane mantan Kadis Sosisal, Solihuddin mantan Kabag Kesra. Belasan mantan pensiunan pejabat Pemkab Tapsel lainnya.
Diskusi ini terfokus memberikan masukan ke Pemkab Tapsel dalam menghadapi berbagai hal seperti situasi ruang fiskal tahun 2026 yang makin sempit. Transfer keuangan dari pemerintah pusat ke Tapsel makin berkurang (Rp113,5 Miliar di 2025 dan Rp254 M di 2026).
Apresiasi PPASN seiring dengan prestasi Pemkab Tapsel sebagai Kabupaten/Kota Terbaik-1 di ajang Indonesia’s SDGs Action Awards 2025 melalui lomba Integrated Sustainability Indonesian Movement (I-SIM) 2025 lewat program Gerakan 1.000 Kolam.
PPASN Tapsel berdiskusi bagaimana agar program yang baru ini berkelanjutan dan berhasil dengan baik, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Mantan Kepala Bappeda dan mantan Asissten Pembangunan, Saulian Sabbih, menyebut APBD Tapsel tahun 2018 diperkirakan sama jumlahnya dengan tahun 2026, yaitu sekitar Rp1,3 Triliun. Tetapi yang membedakan adalah tahun 2018 Belanja Pegawai Rp478 M, sedangkan tahun 2026 bertambah banyak menjadi sekitar Rp700 M.
Adanya pertambahan Belanja Pegawai yang Rp200 M lebih ini, diakibatkan tidak selektifnya pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPPK) di pemerintahan Tapsel sebelumnya, yang hampir 3.500 orang.
“Untuk menggaji ribuan PPPK yang jadi Aparatur Sipil Negara ini dapat uang darimana ? Gaji mereka tidak ada datang dari pusat. Kepala Daerah (KDh) kelimpungan cari uang untuk menutupinya, Rp200 Miliar, loh pak,” sebutnya.
Saulian yang juga mantan Asisten Pembangunan Pemkab Tapsel ini memastikan, akselerasi pembangunan Tapsel seperti zaman kepemimpinan Syahrul, akan sulit terulang di tahun depan. Pengurangan transfer ke Tapsel Rp254 M dan pertambahan Belanja Pegawai sekitar Rp200 M, ini masalah utamanya.
“Kedua masalah ini yang menjadikan ruang fiskal daerah tahun 2026 makin sempit. Hal ini perlu kita diskusikan dan carikan solusinya untuk PPASN, kita rekomendasikan ke pimpinan daerah Tapsel,” katanya.
Menyikapi hal ini, Marasaud berpendapat, Kepala Daerah harus berani mengambil tindakan yang tidak melanggar mekanisme aturan yang ada. Meskipun kebijakan itu nantinya bisa jadi tidak populer.
Misalnya dengan melakukan regrouping atau penggabungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mempunyai Tupoksi yang beririsan. Seperti Dinas Pertanian dengan Dinas Ketahanan Pangan. Dinas PUPR dengan Dinas Perkim dan Dinas Perdagangan & Koperasi dengan Dinas Perindustrian.
Lebih lanjut Marasaud yang juga mantan Assiste III/Administrasi Umum Pemkab Tapsel, meminta Bupati mengambil langkah strategis lainnya, agar pembangunan tidak sampai berhenti. Misalnya melalui efisiensi yang terukur dan melakukan penyesuaian TPP.
Mengenai program Gerakan 1.000 Kolam. Ir. Bismar bersama Ir. Hamdan dan Ir, Syahrir meyakini program ini akan berkesinambungan jika program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan lancar. Namun harus ada pendampingan manajemen dari Pemkab Tapsel.
” Harus ada pendampingan manajemen dari pemerintah daerah, mulai dari hulu sampi hilir. Dengan perbaikan SDM dan pendampingan pemerintah serta melibatkan masyarakat luas, kami yakin program 1.000 kolam ini akan berhasil baik. Apalagi cita-cita Bupati Gus Irawan, Tapsel swasembada ikan dan menutupi kebutuhan pasar Tabagsel hingga daerah sekitarnya,” kata mereka.
Syahrul Pasaribu mantan Bupati Tapsel dua periode, mengamini berbagai tantangan daerah yang diutarakan dalam diskusi itu. Terutamanya ruang fiskal yang sangat sempit. Karena pimpinan daerah dan segenap jajaran harus berpikir dan bertindak bijak.
Dalam mencari terobosan, menyusun dan mengelola APBD yang menurun tajam dikurun waktu tujuh tahun terakhir.Misalnya ditahun 2019 pendapatan daerah sudah sekitar Rp1,5 T sedangkan tahun 2026 pendapatan daerah diperkirakan hanya sekitar Rp1,3 M.
Hal ini terjadi karena paradigma pembangunan yang berubah. yaitu sebagian pembangunan daerah sudah langsung dikelola oleh pusat. Artinya, perputaran uang ditengah rakyat sesungguhnya tidak berkurang.
Misalnya dengan berjalannya program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pendirian Sekolah Rakyat serta terlaksananya program Tugas Perbantuan (TP) oleh Balai Wilyah Sungai Sumatera (BWSS) di bidang Irigasi di Tapanuli Selatan.
Di akhir diskusi, peserta FGD mengungkapkan terimakasih kepada Bupati Gus Irawan, atas upayanya mendorong PLTA Simarboru kapasitas 510 MW agar segera beroperasi. Sebelumnya operasional PLTA itu sudah berulang kali tertunda.
Infonya di akhir tahun ini satu dari empat turbin akan beroperasi. Padahal operasinya dijadwalkan akhir 2026 mendatang atau lebih cepat satu tahun dari yang dijadwalkan. (Id45)












