Scroll Untuk Membaca

Sumut

Gaya Kepemimpinan Gubernur Bobby Bikin Semangat Kerja Aparatur Pudar

Gaya Kepemimpinan Gubernur Bobby Bikin Semangat Kerja Aparatur Pudar
Pengamat sosial politik, Shohibul Anshor Siregar.Waspada.id/Ist
Kecil Besar
14px

MEDAN (Waspada.id): Gelombang pengunduran diri pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) terus menjadi sorotan publik.

Dalam beberapa bulan pertama masa jabatan Gubernur Sumut Bobby Nasution, sejumlah pejabat tinggi dilaporkan mengundurkan diri. Terakhir Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Hasmirizal Lubis, yang resmi mundur pada pertengahan Oktober 2025.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

‘’Fenomena ini memunculkan berbagai tafsir, mulai dari dugaan adanya tekanan politik hingga upaya konsolidasi kekuasaan oleh pimpinan baru. Situasi ini merupakan gejala psikologis dan politik yang lebih dalam, sebuah tanda ketidakstabilan kepemimpinan di awal pemerintahan,’’ ungkap pengamat sosial politik, Shohibul Anshor Siregar menjawab Waspada.id, Senin (20/10/2025).

Siregar menyebut masyarakat sedang melihat fenomena ketakutan kolektif di kalangan pejabat. Banyak yang khawatir dicap sebagai bagian dari ‘gerbong Edy Rahmayadi’ atau merasa tidak lagi mendapat ruang aman dalam sistem baru di bawah Bobby Nasution.

Menurut Siregar, pergantian kepemimpinan daerah secara alami sering diikuti oleh pergantian elit birokrasi. Namun, gelombang pengunduran diri yang beruntun bisa menandakan sesuatu yang lebih serius, yakni krisis kepercayaan di internal pemerintahan.

“Dalam teori politik birokrasi, pergantian pimpinan memang selalu diiringi penataan ulang jabatan. Tapi kalau sampai banyak pejabat mundur dalam waktu singkat, itu menandakan retaknya rasa aman dan hilangnya stabilitas psikologis di lingkungan kerja,” jelas dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu.

Siregar menyebut, fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori Psychological Safety dari Amy Edmondson dan Organizational Justice dari Colquitt. Bila pejabat merasa tidak aman menyampaikan pendapat atau takut disalahkan, mereka akan menutup diri dan tidak lagi berani berinovasi. Kondisi ini, dapat menurunkan kinerja birokrasi dan menghambat pelayanan publik.

“Ketika pejabat melihat koleganya mundur karena tekanan atau diperlakukan secara tidak pantas, mereka kehilangan motivasi. Mereka tidak ingin berhadapan langsung dengan risiko politik, sehingga memilih diam atau mencari jalan keluar,” tegas Siregar.

Lebih lanjut, Siregar menilai gaya kepemimpinan Bobby Nasution tampak masih menyesuaikan diri dengan kultur birokrasi pemerintahan provinsi, yang berbeda dengan gaya kepemimpinan di tingkat kota.

“Birokrasi provinsi jauh lebih kompleks, berlapis, dan sensitif terhadap simbol kekuasaan. Kepemimpinan yang terlalu menonjolkan gaya konfrontatif dapat memicu resistensi internal,” ujarnya.

Menurutnya, jika pengunduran diri beruntun ini tidak segera direspon dengan langkah korektif, Sumatera Utara akan menghadapi krisis kepemimpinan yang berakar pada erosi legitimasi internal.

“Saya tidak menyebut ini krisis total, tapi sudah masuk tahap fragilisasi kepemimpinan awal, masa rapuh di mana legitimasi pemimpin baru diuji oleh respons birokrasi,” kata Siregar.

Sebagai solusi, Siregar mendorong Bobby Nasution untuk segera memperbaiki komunikasi politik dan manajerial di dalam birokrasi. Ia menyarankan Bobby mengedepankan pendekatan yang menumbuhkan kepercayaan, bukan ketakutan.

“Pemimpin yang kuat bukan yang menakutkan bawahannya, tapi yang membuat mereka merasa aman untuk bekerja, berpendapat, dan berinovasi. Itu inti dari kepemimpinan birokratik modern,” pungkasnya.

Latar Belakang

Sejak dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution menghadapi sorotan publik terkait sejumlah kebijakan internal dan dinamika hubungan dengan pejabat birokrasi.

Pengunduran diri beberapa pejabat eselon II, termasuk Kadis Perkim Hasmirizal Lubis, dikaitkan dengan dugaan adanya tekanan politik dan restrukturisasi jabatan besar-besaran.

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menyatakan pengunduran diri tersebut merupakan keputusan pribadi. Namun di sisi lain, sejumlah laporan media mengaitkannya dengan ketegangan internal dan cara komunikasi pimpinan terhadap bawahannya.

Fenomena ini, menurut Siregar, menjadi ujian penting bagi kepemimpinan Bobby Nasution. Ia menegaskan, tanpa koreksi cepat terhadap gaya kepemimpinan dan sistem komunikasi, Sumatera Utara berisiko kehilangan stabilitas birokrasi dan pudarnya semangat kerja aparatur.

“Birokrasi yang takut tidak bisa melayani rakyat dengan baik. Karena itu, yang harus segera dipulihkan adalah rasa aman dan kepercayaan,” tutup Siregar.(id96)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE