SIMALUNGUN (Waspada): Kalangan IRT (Ibu Rumah Tangga) “menjerit” dengan kondisi harga beras dan harga cabai merah pasca Pilpres dan Pileg 2024 terus menerus mengalami kenaikan signifikan. Naiknya harga kebutuhan rumah tangga itu semakin memberatkan bagi keuangan dan ekonomi masyarakat di daerah.
Pantauan Waspada, Jumat (23/2), di sejumlah pekan di Kecamatan Pematangbandar, Bandar dan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun, rata-rata tempat penjualan bahan kebutuhan rumah tangga seperti beras dan sayur-sayuran terlihat sepi. Hal ini disebutkan akibat daya beli masyarakat beberapa hari terakhir semakin lemah.
Seperti pengakuan beberapa IRT di pekan Kerasaan, Pekan Pematangbandar, Pekan Perdagangan dan Pekan Bah Gunung, Jumat (23/2), harga beras jenis IR (beras sawah) yang biasa mereka konsumsi saat ini mencapai Rp140.000 s/d Rp145.000 per karung (10 kg). Padahal sebelumnya harganya hanya sekitar Rp125.000 s/d Rp130.000 per karung.
Tak ketinggalan harga telur ayam ras, biasanya harga per papan isi 30 butir Rp45.000 s/d Rp46.000 per papan, kini menjadi Rp50.000 per papan.
Demikian halnya harga cabai merah dari Rp40.000 per kilogram atau Rp10.000 per 1/4 kilogram, kini menjadi Rp70.000 perkilogram.
Kalangan IRT senada menyebutkan kenaikan signifikan harga beras dan bahan kebutuhan rumah tangga lainnya ini terjadi usai pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024.
” Sebelum Pemilu memang sudah mulai berangsur naik, tetapi setelah pemilu kenaikannya semakin tinggi, hingga membuat kami (kalangan IRT) kalang kabut memenuhi kebutuhan beras dan bahan kebutuhan lainnya,” kata Ismawati seorang IRT di Pekan Kerasaan, Jumat (23/2).
” Naiknya harga beras, telur ayam ras dan cabai merah ini sangat memberatkan dan membuat ekonomi ‘sesak napas’,” ujar Iyus menimpali.
Ironinya, ditengah mahalnya bahan kebutuhan rumah tangga tersebut, penghasilan warga justru semakin menurun karena harga jual hasil pertanian seperti padi, kelapa sawit, ubi kayu cenderung merosot. Hal ini tentu sangat mempengaruhi keuangan mereka.
Dikatakannya, memang kenaikan harga beras sebelum Pemilu tidak begitu dirasakan oleh sebagian warga, khususnya bagi mereka yang hampir tiap minggu mendapat bansos atau bantuan langsung dari pemerintah melalui kantor pos setempat. Tetapi, pasca pemilu setelah beras bantuan habis, warga baru merasakan kenaikan harga beras yang cukup mahal.
” Belum pernah semahal ini harga beras. Sebelumnya, kalau pun harganya naik, naiknya tidak seberapa, hanya dalam kisaran Rp100 s/d Rp200 per kilogramnya, kan tidak terasa kali. Sedang kenaikan kali ini, langsung naik seribu per kilogramnya hingga beberapa kali naik, sampai harga terakhir menjadi Rp140.000 per sak ukuran 10 kilogram,” cetus Rosnani di Pasar Tradisional Perdagangan.
Pengakuan sama juga dikemukan Juliani, warga Pematangbanndar. Menurut ibu rumah tangga yang sehari-hari berjualan nasi atau sarapan di rumahnya ini mengaku bingung. Ingin menaikkan harga dagangannya, tetapi dia takut justru langganannya akan lari ke warung lain.
” Jadi serba salah, nanti harganya dinaikkan, justru langganan jualan saya akan lari,” tukas Juliani.
Rasa heran juga disampaikan Yanti seorang IRT di Pekan Bah Gunung. Dia merasa kecewa dengan keadaan ini. Menurutnya, harga beras tidak boleh naik dan mahal, karena semua orang, mau kaya atau miskin pasti membutuhkannya.
” Kenapa beras harganya terus melambung. Padahal tidak langka,” cetus Yanti dengan nada bertanya.
Senada para IRT yang ditemui di beberapa pekan (pasar) tersebut mengharapkan kenaikan harga beras, telur ayam ras dan cabai merah ini diharapkan dapat diatasi pemerintah, sehingga ekonomi masyarakat terutama di pedesaan tidak semakin terpuruk.(a27)