P.SIDIMPUAN (Waspada): Jelang Hari Raya Idul Adha 1445 H, Komisi Fatwa, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padangsidimpuan gelar muzakarah untuk membahas problematika pelaksanaan hewan di Aula Kantor MUI, Jl.HT.Rizal Nurdin, Padangsidimpuan, Sabtu (25/5).
Muzakarah dengan tema “Pelaksanaan Qurban dan Permasalahan di Kota Padangsidimpuan” tersebut dibuka Ketua MUI Padangsidimpuan Ustadz Drs.H.Zufan Efendi Hasibuan MA diwakili Sekretaris Umum MUI Padangsidimpuan Dr.Zul Anwar Ajim Harahap, MA dan dihadiri Bendahara Umum MUI Padangsidimpuan H.Rawadi Daulay, BKM, Panitia Qurban, penyuluh, tokoh agama.
Ketua Komisi Fatwa MUI Padangsidimpuan Drs. H. Zainal Arifin Tampubolon yang juga sebagai pemateri dengan moderator H.Ilham Mhd Akhyaruddin Hasibuan MH mengatakan untuk menghindari terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaan qurban, maka Komis Fatwa MUI Padangsidimpuan menggelar muzakarah tentang qurban.
Muzakarah yang membahas tentang problematika pelaksanaan qurban bukanlah yang pertama kali digelar MUI Padangsidimpuan. “Hingga saat ini kita melihat masih perlu diberikan penguatan pemahaman agar pelaksanaan qurban sesuai dengan ajaran agama Islam,” katanya.
Pada dasarnya, ucap Zainal Arifin Tampubolon, siapa yang hendak berqurban, maka kewajiban dialah yang menyiapkan hewan qurbannya, termasuk menyembelih dan mendistribusikannya kepada masyarakat.
“Namun, banyak peserta qurban yang tidak mampu langsung turun tangan melaksanakan pekerjaan itu karena, sudah uzur, sakit dan berada di luar kora atau akibat kesibukannya. Kemudian pendistribusiannya tidak merata,, maka dibentuklah panitia qurban,” jelas Ketua Komisi Fatwa MUI Padangsidimpuan.
Zainal Arifin Tampubolon menjelaskan, secara teknis pembagian daging qurban terdiri dari 1/3 untuk peserta qurban dan 2/3 lagi dibagi rata ke masyarakat penerima qurban.Sedangkan upah atau biaya pekerja qurban tidak boleh diambil dari daging qurban, tapi dibebankan pada peserta qurban.
Kemudian panitia tidak diperbolehkan mengambil untung dari hasil penjualan hewan qurban, dengan cara menambah besaran harga qurban dari yang sebenarnya atau dengan cara lain, sehingga panitia sebaiknya menghindari berbisnis dengan peserta qurban, karena hal itu tidak dibenarkan dalam ajaran agama Islam.
”Berqurban adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam.Membantu peserta qurban untuk melaksanakan terwujudnya ibadahnya itu, juga menjadi ibadah,” tuturnya.
Sekretaris Umum MUI Padangsidimpuan Dr.Zul Anwar Ajim Harahap, MA yang juga sebagai pemateri dalam muzakarah itu menjelaskan tentang hukum-hukum terkait ibadah qurban (Udhiyyah).
Menurut Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat bahwa wajib hukumnya melaksanakan ibadah qurban setiap tahun bagi orang –orang yang muqim pada penduduk-penduduk negeri (al-amshar) di tempat masing-masing.”Namun menurut kedua muridnya, Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa hukum ber-qurban adalah sunnah muakkadah,” katanya.

Sedangkan menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) setiap tahun bagi setiap muslim, baligh, berakal dan mampu serta makruh hukumnya meninggalkannya.
Men urutnya, hikmah berqurban terdiri dari sebagai tanda syukur akan nikmat-nikmat Allah yang tidak terbilang.Kesyukuran atas nikmat hidup yang Allah berikan dari tahun ke tahun sehingga kita seolah menebus nyawa kita dengan mengalirkan darah hewan.
Dr.Zul Anwar Ajim menegaskan bahwa berqurban atas nama orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dapat dilaksanakan.Bagi yang masih hidup syaratnya mendapatkan izin dari yang bersangkutan.(a39)