PAL Gunadi, salah seorang warga memperlihatkan ancaman tembok RW PT KAI terhadap rumahnya. Waspada/Asririras
BESITANG (Waspada): Proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa terus menuai sorotan. Tidak hanya masalah kasus dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani oleh Kejagung, tapi proses ganti rugi terhadap warga yang terdampak juga belum rampung.
Sampai kini, masih ada lima orang warga Lingk IV, Kel. Pekan Besitang, yang belum bersedia menerima uang ganti rugi dari pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI), karena besaran uang ganti rugi dianggap tidak sesuai.
Kepling Lingk IV, Sukardi, dihubungi Waspada, Jumat (19/1), mengatakan, dari puluhan orang warga yang telah menerima uang ganti rugi, ada lima orang di antara warganya sampai kini masih menolak ganti rugi, karena nilainya mereka anggap tak sesuai dengan harapan.
Terkait masalah ini, warga menyampaikan aspirasi ke DPRD Langkat. Dalam suratnya tanggal 26 November 2023, warga memohon kepada Ketua DPRD Langkat untuk dapat membantu agar PT KAI mempertimbangkan kembali terhadap nilai ganti rugi.
Secara terpisah, salah seorang warga Pal Gunadi, ditemui Waspada di kediamannya menyatakan, terkait dengan masalah ini, ia bersama empat warga lainnya telah membuat pengaduan secara tertulis ke DPRD Langkat
Pemilik bengkel sepeda motor yang akrab disapa Ipal itu mengatakan, uang ganti rugi sebesar Rp87 juta lebih yang ditawarkan kepadanya sangat tidak sesuai, karena itu ia tolak.
Ia dengan nada kesal mengungkapkan, nilai ganti rugi yang hanya sebesar Rp87 juta dipastikan tidak cukup untuk membeli tanah, apalagi membangunan rumah tempat tinggal dan juga sekaligus tempat berusaha.
Ipal mengaku, ia sudah 32 tahun menempati rumah ini. Rumah dengan matrial kayu yang dibangunnya ditempati tiga kepala kelurga dan rumah ini dijadikan tempat usaha jualan mie sop, serta bengkel sepeda motor.
Ia mengaku tidak tahun bagaimana cara pihak terkait menghitung nilai ganti rugi. “Saya heran apa standart dan cemana cara ngitungnya. Kok ada rumah warga lain dibayar tinggi, sementara rumah saya dibandrol harga lebih rendah,” imbuhnya.
Ipal tampak sangat kecewa dan ia menilai pemerintah sepertinya tidak memikirkan nasib rakyat. “Kami cuma meminta ganti rugi yang layak, cuma itu saja dan tidak berlebihan,” ujar pria bertubuh kurus itu seraya menuding hati nurani pemerintah sudah mati.
Sebagai rakyat kecil ia menawarkan, kalau pemerintah memerlukan tanahnya untuk pembangunan silahkan ambil, tapi harus ada ganti rugi yang sesuai dan manusiawi, jangan sampai merugikan rakyat kecil.
“Kami tidak akan menghalangi pembangunan yang sedang dilaksanakan pemerintah, tapi, tolonglah nasib orang kecil seperti kami ini jangan dibaikan,” tukasnya dengan nada lirih.
Rumah tempat yang ditempati Ipal bersama keluarga besarnya terdampak langsung dengan pembungunan jalur KA BSL-10. Jarak antara retaining wall (RW) atau tembok beton penahan tanah yang tingginya mencapai 4 meter hanya sekitar 1,5 meter.
Dampak dari turunnya RW sudah dirasakan mekanik sepeda motor itu. Ipal saat ini mempersilakan Waspada untuk masuk ke ruang dapur rumahnya sembari menunjukan lantai papan rumahnya yang telah mengalami penurunan.
Proyek Molor
Proyek pembangunan jalur kerata api (KA) Besitang-Langsa (BSL) berjalan molor dari yang waktu telah ditargetkan. Di sejumlah lokasi, pembangunan belum juga rampung, padahal proyek ini telah dimulai sejak 2017.
Seperti halnya di lokasi BSL-10 yang sudah beberapa tahun mangkrak, baru awal 2024 ini tampak mulai dikerjakan kembali oleh pihak kontraktor. Itu pun, banguan retaining wall yang sudah terancam ambruk karena tembok mengalami pergeseran belum juga diperbaiki.
Pembangunan jalur KA yang menghubungkan Sumut-Aceh ini, posisinya jauh lebih tinggi dibanding jalur perlintasan yang dibangun era konlonial Belanda. Ketinggian material tanah timbunnya ada yang mencapai 4 meter. Proyek ini dinilai tak efiisien karena banyak menyedot anggaran untuk membangun RW dan tanah timbun.
Saat ini, Kejagung tengah mengusut proyek bernilai Rp1, 3 T ini. Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi, dalam konfrensi pers beberapa waktu lalu mengatakan, terdapat pihak-pihak yang diduga telah telah merekayasa proyek dengan cara memecah proyek dan mengubahnya menjadi nominal-nominal yang lebih kecil.(a10)