GUNUNGSITOLI (Waspada): Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungsitoli melakukan penahanan terhadap 4 orang anak di bawah umur yang masih berstatus pelajar di salah satu Sekolah Menegah Atas (SMA) di Kota Gunungsitoli.
Keempat anak di bawah umur masing-masing berinisial JL, 16, FT, 16, AL, 16 dan MM, 15, yang dilimpahkan oleh penyidik Polres Nias ke Jaksa Penuntut Umum Kejari Gunungsitoli, pada Kamis (15/5) lalu terpaksa menjalani penahanan dan dititip di Lapas Kelas II B Gunungsitoli.
Sekitar bulan Maret 2024 lalu keempat anak di bawah umur tersebut terlibat perkelahian di dalam ruangan sekolah kepada satu orang teman seangkatan hingga berhadapan dengan hukum saat ini.
Kuasa Hukum keempat anak yang ditahan, Herman Fiktor Lase, SH, Senin (19/5) menyampaikan sangat kecewa atas penerapan hukum kepada empat orang anak dibawah umur ini yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Gunungsitoli.
“Mulai dari awal penyelidikan dan penyidikan, terhadap anak-anak ini diterapkan pasal 80 ayat 2, junto pasal 76c, junto pasal 55 KUHP yaitu kekerasan dengan pemberatan dengan ancaman pidana penjara 5 tahun, hingga proses pemanggilan mereka ke Jaksa pun pasal ini yang diterapkan. Tiba pada penahanan anak-anak ini muncul penambahan pasal dan sebanyak dua kali surat penahanan ini diberikan,” tutur Herman.
Dijelaskannya, pada surat penahanan pertama tetap pasal yang sama, dan di surat penahan kedua dari Jaksa muncul tiba-tiba penambahan pasal yang menurutnya merupakan pemaksaan kehendak agar anak-anak tersebut tetap ditahan.
“Di surat penahanan pertama itu ngotot Jaksa melakukan penahanan anak-anak ini, setelah kita bersama dengan PKPA menjelaskan bahwa tidak boleh dilakukan penahanan dengan alasan ancaman pidana dibawah tujuh tahun karena berdasarkan Undang-Undang yang dapat ditahan itu adalah ancaman diatas tujuh tahun. Saat itu surat penahanan pertama mereka tarik kembali, tiga jam setelah itu muncul surat penahanan kedua,” ujar Herman.
Mirisnya, pada surat penahanan kedua dimaksud yang diterima oleh orang tua dari anak-anak tersebut, adanya penambahan pasal yang seharusnya pasal itu menurut Herman Fiktor Lase hanya diterapkan kepada orang dewasa.
“Pada surat penahanan kedua, Jaksa menambahkan pasal 170 ayat 2 ke 2 subsider pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP, mengapa bisa terjadi dan muncul pasal baru dalam perkara ini, pasal 170 tersebut berlaku untuk orang dewasa, sementara dalam perkara ini murni semua pelaku dan korban adalah anak dibawah umur, inilah yang kita sayangkan dengan sikap yang diambil oleh pihak Kejaksaan Negeri Gunungsitoli,” tandas Herman.
Kuasa hukum bersama orangtua keempat anak dibawah umur tersebut juga sangat menyesalkan tindakan pihak Kejari Gunungsitoli yang memasangkan rompi baju tahanan saat keempatnya dijebloskan dalam sel tahanan Kejari Gunungsitoli.
Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli melalui Kasi Intelijen, Yaatulo Hulu, SH, MH yang dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (20/5) mengatakan perkara terkait anak siswa dimaksud telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gunungsitoli.
Sementara terbitnya dua surat penahanan menurutnya itu terjadi karena ada kesalahan penulisan dan adanya penambahan pasal karena ditemukan fakta baru saat dilakukan diversi.
“Penambahan Pasal 170 ayat 2 ke 2 dan pasal 170 ayat 2 ke 1 KUHP merupakan pasal alternatif, terhadap anak-anak itu tahanan kejaksaan selama lima hari sejak tanggal 15 mei 2025, hari ini mereka telah dikeluarkan untuk kembali bersama keluarganya,” ujar Yaatulo Hulu.
Kasi Intelijen juga menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) pasal 21 dan pasal 32, anak dapat ditahan berumur 14 tahun.
“Pada SPPA pasal 32 anak hanya dapat dilakukan penahanan berumur 14 tahun atau lebih,” jelas Yaatulo Hulu.
Terkait keempat anak yang dipasangkan baju rompi tahanan, Yaatulo Hulu membenarkan bahwa hal itu keteledoran dan ketidaktahuan dari oknum pegawai Kejari Gunungsitoli. Namun setelah Jaksa mengetahui hal itu, langsung memerintahkan oknum pegawai tersebut membuka rompi baju tahanan dari keempat anak dimaksud.(a26)