“Semua asas dalam praktik pemerintahan menuntut agar setiap permintaan, surat, atau aspirasi warga harus ditanggapi secara tertulis, tepat waktu, dan beretika.”
MEDAN (Waspada.id): Kepala Desa Kota Galuh, Bima Surya Jaya, dinilai mengabaikan instruksi Camat Perbaungan, Serdang Bedagai, Edi Syahputra, terkait permintaan agar membalas surat dari warga atas nama So Tjan Peng (STP)—alias Hopeng, 65, yang telah dikirimkan sejak 2023.

“Saya sudah berkali-kali minta agar surat Pak Hopeng dibalas saja, tapi tidak pernah direspons. Telepon saya juga sering tidak diangkat,” ujar Camat Edi Syahputra saat menerima STP di Kantor Camat Perbaungan, Senin (28/7/25). Pertemuan tersebut juga dihadiri tim dari Waspada.id.
Camat Edi menyayangkan sulitnya koordinasi dengan Kepala Desa Kota Galuh dalam menyikapi aspirasi warga. “Pernah juga saya panggil untuk membahas bantuan sosial, tapi dia tidak datang. Padahal, Kades yang paling tahu siapa warganya yang layak menerima bantuan,” tegasnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, Camat Edi meminta STP untuk kembali mengirimkan salinan Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah yang sebelumnya telah diterima dan diparaf oleh Sekretaris Desa Kota Galuh, Gusti Randa Siahaan, pada 30 Oktober 2023.

“Kalau nanti saya ketemu Pak Kades, akan saya minta dia membalas surat tersebut,” janji Camat.
Surat Hopeng Untuk Kepala Desa
Dalam surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah yang dilayangkan Hopeng kepada Kades Kota Galuh Bima Surya Jaya, tertera tanda tangan saksi-saksi sepadan yang berbatasan dengan tanah miliknya. “Pak Kades hanya kami minta untuk mengetahui saja,” kata Hopeng.
Hopeng menjelaskan di alinea terakhir surat pernyataan yang dia buat itu ditegaskan bahwa, “Apabila di kemudian hari terdapat unsur-unsur yang tidak dibenarkan dalam pernyataan ini maka segala akibat yang timbul menjadi tanggung jawab saya dan bersedia dituntut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta tidak akan melibatkan pihak lain,” katanya.

Sebelumnya, Kades Kota Galuh Bima Surya Jaya, kepada waspada.id, di kantornya, Kamis (17/7), menjelaskan bahwa ia telah membalas satu surat yang dikirimkan STP alias Hopeng tentang permohonan SKT. “Surat permohonan SKT sudah saya balas. Dan surat yang satu ini, substansinya juga sama. Untuk apa saya balas? Itu kan hak saya untuk tidak membalasnya,” kata Bima, didampingi Sekde Gusti Randa Siahaan, dengan nada tinggi.
Perihal surat balasan atas permohonan SKT Hopeng, Kepala Desa Kota Galuh dalam suratnya Nomor 18. 39.27/140/3.1/2023 menegaskan bahwa permohonan itu tidak dapat diproses lebih lanjut karena:
1. Masyarakat pemohon surat keterangan tanah SKT tidak memiliki surat bukti/alasan penguasaan tanah.
2. Terdapat klaim penguasaan tanah dari beberapa pihak atas tanah di Dusun IV Desa Kota Galuh yakni:
• Nurhayati
• Tuan Sulaiman
• Kenaziran Harta Wakaf T. Darwisyah
• Yayasan Ahli Waris T. Darwisyah
3. Objek perkara di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang saat ini masih berlangsung adalah tanah di Dusun IV Desa Kota Galuh (Banding dari 3 orang masyarakat Desa Kota Galuh atas putusan hakim di Pengadilan Negeri Sei Rampah yang memenangkan gugatan Nurhayati).
Permohonan ini, kata Kades dalam suratnya, juga sudah ditanggapi melalui proses musyawarah desa tanggal 32 Januari 2023 di Balai Desa Kota Galuh.

“Ini kan surat yang berbeda, masak warga ingin meminta penegasan dari Kepala Desa nya tidak dilayani. Kami menuntut hak kami lewat surat, Kades berkewajiban membalasnya, apapun balasananya. Masak seorang Kades tidak bertanggung jawab gitu,” kata Hopeng.
Hopeng menegaskan berdasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan publik, pemerintahan yang baik, serta asas keterbukaan dan partisipasi masyarakat, Kepala Desa itu wajib membalas surat yang dilayangkan warganya.

Di dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf f, Kepala Desa berkewajiban menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik. “Ini mencakup pelayanan kepada masyarakat, termasuk menanggapi surat atau permohonan warga sebagai bentuk administrasi yang transparan dan partisipatif,” kata Hopeng.
Pada Pasal 24 huruf e Undang-Undang tentang Desa juga ditegaskan: “Pemerintahan Desa diselenggarakan berdasarkan asas akuntabilitas.” Artinya, Kepala Desa wajib bertanggung jawab atas segala tindakan dan keputusan, termasuk dalam menanggapi aspirasi atau surat dari masyarakat.
Dalam praktik pemerintahan (termasuk pemerintah desa), berlaku asas seperti: asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas pelayanan yang baik, asas partisipasi masyarakat. “Semua asas ini menuntut agar setiap permintaan, surat, atau aspirasi warga harus ditanggapi secara tertulis, tepat waktu, dan beretika,” jelas Hopeng.
Bukti Historis

Menurut Hopeng, secara fisik tanah tersebut di atas telah dikuasai oleh leluhurnya sejak tahun 1937. Lokasi yang berada di Dusun IV Kota Galuh itu dulunya merupakan bagian dari koloni pertanian Hindia Belanda. Kakek dan neneknya tinggal dan bercocok tanam di sana, serta memberikan upeti kepada Yayasan Panti Asuhan Al-Jamiyatul Al-Washliyah di Lubuk Pakam.
“Akta kelahiran saya tercatat di lokasi tersebut. Pernikahan orang tua saya juga berlangsung di sana. Kami bahkan membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). Beberapa warga lainnya bahkan sudah mendapatkan Surat Keterangan Tanah (SKT) dari pemerintah desa,” terang Hopeng.(ram/riz)