TAPANULI TENGAH (Waspada.id): Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Ahmad Rivai Sibarani, menyetujui hibah Barang Milik Daerah (BMD) kepada masyarakat korban bencana banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara. Hibah tersebut diperuntukkan bagi pembangunan Hunian Tetap (Huntap) bagi warga terdampak bencana.
Persetujuan itu disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Tapteng yang digelar pada Jumat (19/12/2025) di Ruang Rapat Paripurna DPRD Tapteng, Jalan Raja Junjungan Lubis, Kota Pandan. Rapat paripurna tersebut dihadiri oleh 20 anggota DPRD Tapteng.
Namun demikian, rapat paripurna tidak dihadiri oleh Bupati Tapteng Masinton Pasaribu, S.H., M.H., maupun Wakil Bupati Tapteng H. Mahmud Efendy Lubis. Pemerintah Kabupaten Tapteng hanya diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Binsar Tua Hamonangan Sitanggang.

Dalam rapat tersebut, DPRD Tapteng menyetujui hibah beberapa aset daerah, antara lain: tanah dan bangunan Balai Sidang seluas 14.671 meter persegi yang berlokasi di Jalan Padang Sidempuan, Kelurahan Albion Prancis, Kecamatan Badiri.
Tanah dan bangunan flat/rumah susun dengan luas 3.603 meter persegi. Tanah dan bangunan pemerintah seluas 10.000 meter persegi yang terletak di Jalan Hutabutu, Desa Aek Gambir, Kecamatan Lumut.
Di sela-sela rapat paripurna, sejumlah anggota DPRD menyampaikan beragam tanggapan. Salah satu sorotan utama adalah ketidakhadiran Bupati dan Wakil Bupati dalam rapat paripurna yang dinilai penting dan strategis.
Beberapa anggota DPRD juga menilai bahwa selama ini Bupati Tapteng kurang membangun kerja sama yang baik dengan DPRD, padahal keduanya merupakan unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Anggota DPRD juga menyoroti minimnya pelibatan DPRD dalam berbagai kunjungan pejabat negara pascabencana alam di Tapteng, termasuk kunjungan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. DPRD mengaku tidak mendapatkan informasi yang memadai dari Bupati, sehingga dalam kunjungan-kunjungan tersebut DPRD Tapteng tidak dilibatkan secara layak.

Padahal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah terdiri dari dua unsur utama, yakni Kepala Daerah beserta perangkatnya sebagai unsur eksekutif, dan DPRD sebagai unsur legislatif. Keduanya merupakan mitra kerja yang secara kolektif menjadi penyelenggara pemerintahan daerah.
Prinsip pemerintahan daerah di Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif untuk memastikan roda pemerintahan di tingkat lokal berjalan secara seimbang, transparan, dan akuntabel demi kepentingan masyarakat. (tnk)











