PALAS (Waspada.id): Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia memfasilitasi mediasi dugaan pemecatan sepihak yang dialami seratusan tenaga honorer RSUD Sibuhuan Kabupaten Padanglawas (Palas) pada tahun 2024, di Aula Kantor Bupati Palas, Selasa (26/8)
Mediasi tersebut dihadiri langsung Koordinator Subkomisi Penegakan HAM & Komisioner Mediasi Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi, S.Ag., M.A yang disambut PJ Sekda Palas H Panguhum Nasution, Sekretaris BKPSDM Kholil Siregar, Inspektur Inspektorat, Harjusli Fahri Siregar, Direktur RSUD Sibuhuan dr Sukri.
Pramono Ubaid usai mediasi kepada Wartawan mengatakan, kedatangan pihaknya ke Palas terkait persoalan pemecatan sepihak yang dilakukan pihak RSUD Sibuhuan.

Dalam mediasi itu Komnas HAM bersama Pemda Palas bersama-sama mencari penyelesaian dengan berbagai alternatif-alternatif penyelesaian untuk memulihkan hak korban dengan tidak menyalahi atau melanggar hukum.
“Hari ini telah kita sepakati bersama, dalam waktu dekat kita akan berkoordinasi bersama dengan Kemenpan RB, BKN, Ombudsman, Pemda Palas serta perwakilan honorer yang dirumahkan,” ucapnya.
Kuasa Hukum tenaga honorer, Donna Siregar SH, yang turut mendampingi menyampaikan, dalam forum mediasi itu, ia menilai Pemda Palas keliru dengan dalih tidak bisa mengaktifkan kembali tenaga honorer yang dirumahkan pada tahun 2024 karena terhalang regulasi.
“Regulasi memang menutup peluang pengangkatan honorer baru, tetapi honorer lama yang sudah terdaftar di database BKN tetap memiliki hak penuh untuk mengikuti seleksi PPPK. Itu adalah pengakuan resmi negara. Jadi, Pemda tidak punya alasan untuk menghalangi mereka,” tegas Donna.
Ia menambahkan, tindakan pemecatan sepihak tanpa surat keputusan justru menyalahi asas hukum administrasi.
“Dalam hukum administrasi, pemberhentian harus dilakukan dengan keputusan tertulis. Karena tidak ada SK, maka secara hukum hubungan kerja masih melekat. Apalagi nama mereka sudah tercatat di BKN. Maka hak mereka untuk ikut seleksi PPPK tidak boleh dicabut,” jelasnya.
Sebelumnya, tenaga honorer Padang Lawas telah melakukan berbagai upaya, mulai dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD hingga audiensi dengan Pj. Bupati, Sekda, dan BKD. Namun, semua upaya itu tidak menghasilkan solusi.
Para honorer kini menaruh harapan pada mediasi yang difasilitasi Komnas HAM agar Pemda membuka kembali akses mereka.
“Kami tidak menuntut untuk langsung diangkat menjadi PPPK. Kami hanya menuntut kesempatan yang adil. Lulus atau tidak, itu wewenang Kemenpan RB, bukan Pemda,” ucap Donna bersama para honorer.
Keberadaan para honorer di database BKN menjadi dasar hukum kuat bahwa mereka tetap berhak bersaing dalam seleksi PPPK. Oleh karena itu, Pemda diminta menghormati hak konstitusional tersebut dan tidak lagi berlindung di balik regulasi yang keliru. Kata Donna Siregar. (Id57)












