MEDAN (Waspada.id): PT. Toba Pulp Lestari (TPL) hadir di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) berdasarkan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) yang diberikan Menteri Kehutanan RI pada tahun 1992 dengan SK Nomor: 493/Kpts-II/1992 tanggal 1 Juni 1992.
Sampai dengan saat ini, keberadaannya telah menyebabkan banyak konflik tanah dengan masyarakat. Konflik inipun sudah berlangsung lama dan tanpa ada penyelesaian. Kondisi ini tentu membuat miris.
Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, dalam wawancara bersama media, Sabtu (13/9/2025), menyebut sekitar tiga pekan lalu telah ada rapat koordinasi tentang ini dengan Forkopimda, Kantor Pertanahan (ATR/BPN), PT. TPL, BPHL II, BPKH Wil I, KPH VI dan KKPH X serta Camat terkait.
Disebutkan, 4.577 Hektare (Ha) dari izin konsesi TPL sudah keluar dari Area Hutan Produksi menjadi APL ( Area Pennggunaan Lain). Namun terkendala untuk dikelola dan diperjual belikan masyarakat, karena BPN enggan untuk menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM). Bahkanuntuk memecah SHM saja pun BPN tidak berani.
“Tentu hal ini sangat merugikan masyarakat Tapsel pemilik sah dari tanah di area APL itu. Hal ini juga sangat merugikan bagi pengembangan dan pembangunan Tapsel, terutama di Kecamatan Angkola Timur dan bahkan Sipirok sebagai ibu kota kabupaten,” ujarnya.
Maka, didorong oleh empati atas apa yang dirasakan masyarakat dan tanggung jawab sebagai pemimpin baru di Tapsel, Gus Irawan berinisiatif untuk merumuskan penyelesaian masalah ini secara legal dan hasilnya permanen.
“Saya kumpulkan sebanyak mungkin informasi dan dokumen terkait, untuk dipelajari secara mendalam. Hal ini guna dijadikan ‘senjata’ manatau akan bertarung dengan sebuah korporasi besar, dengan izin resmi dari yang berwenang yaitu Menteri Kehutanan RI,” sebut Gus.

Semua informasi dan dokumentasi tersebut telah terkumpul dan didiskusikan dengan Forkopimda Tapsel beserta pihat terkait lainnya pada rapat Selasa, 26 Agustus 2025. Kesimpulan rapatnya sudah banyak beredar, namun perlu sedikit diluruskan agar tidak ada kesalahan pemahaman.
“Target saya, penyelesaiannya bersifat permanen, dengan memberi legalitas kepada rakyat atas kepemilikan tanahnya. Sehingga rakyat dapat menguasai dan mengusahai tanahnya dengan aman dan nyaman. Tidak dapat diganggu siapapun.” tegas Bupati Tapsel.
Pada rapat kemarin itu ada dua kesimpulan yang dicapai. Pertama, terkait APL di dalam izin Konsesi TPL seluas 4.577 Ha, keluar dari izin dan tidak boleh digarap PT TPL. Sehingga BPN dapat melayani masyarakat dalam urusan pertanahan apakah itu penerbitan ataupun pemecahan surat SHM.
Kedua ialah, Hutan Produksi yang sudah dikelola masyarakat untuk menghidupi keluarga, permukiman dan fasilitas Umum, diselesaikan melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Sehingga nantinya masyarakat dapat memperoleh surat SHM atas tanah bagiannya.
Meskipun dalam berita acara rapat disebutkan tanah persawahan dan perladangan maksimum 2 Ha per KK, itu adalah berdasarkan kelaziman yang nantinya juga mempertimbangkan situasi riil di lapangan dengan mempedomani ketentuan terkait TORA. Dalam program TORA tidak ada pembatasan demikian.
“Kami siapkan dana di APBD Tapsel untuk kegiatan TORA. Karena sesuai aturan, ada kewajiban setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNPB ke Kas Negara. Saya rasa inilah keputusan terbaik sesuai dengan kewenangan yang ada pada Bupati,” jelas Gus Irawan.
Sesungguhnya seluruh peserta rapat termasuk TPL sepakat untuk APL ini adalah kewenangan daerah. Masalahnya adalah hingga sekarang BPN masih ragu untuk pensertifikatan.
Bupati Tapsel sempat berfikir untuk menyelesaiakan semua ini secara senyap saja, tidak gembar gembor. Tapi itulah, kelihatannya ada pihak yang mungkin keliru memaknai keputusan rapat tersebut sehingga perlu diluruskan.
Termasuk juga soal luasan izin PT TPL di Tapsel yang seolah-olah bertambah 1.200-an Ha. Dari 13 ribuan menjadi 14 ribuan. Sesungguhnya tidak berobah.
Sesuai addendum izin PT TPL terakhir tahun 2021, setelah di overlay dengan peta Kehutanan terbaru yaitu SK No: SK.6609/Menlhk-PKTL/KUH/PLH.2/10/2021 tanggal 02 Oktober 2021, luasnya tetap sama dan diketahui bahwa didalamnya terdapat 4.577 Ha yang sudah APL.
Perbedaan itu terjadi karena pada peta 2024 kurang memperhatikan batas administrasi kabupaten, sehingga 1.200 Ha itu keluar dari wilayah Tapsel. Tentu harus dikembalikan lagi ke Tapsel, kalau tidak Tapsel akan rugi.
Tapsel sudah kehilangan wilayah yang berbatasan dengan tiga Kabupaten tetangga sesuai peta BIG (Badan Informasi Geospasial) yang diberitakan pada September 2024 lalu, yakni seluas lebih 15 ribu Ha.
“Sudah cukuplah, jangan pula kita kehilangan 1.200 an hektar lagi, yang ada ini harus kita pertahankan. Siapa tahu kedepannya ada perubahan kebijakan dari Pusat, yang 1.200 an Ha hektar tersebut tetap masuk wilayah Tapsel,” harap Gus Irawan.
Lebih lanjut ditambahkan, pada saat rapat bersama Frokopimda, BPN dan TPL kemarin, ia merasa kalau untuk APL sudah selesai clear and clean. Sehingga fokus berikutnya adalah Hutan Produksi. Segera dibentuk Satuan Tugas (Satgas) pendataan sebagai bahan untuk pengajuan TORA.
“Tetapi ternyata BPN Tapsel masih meminta petunjuk ke Kanwil BPN Sumut, dan hingga saat ini belum memberikan petunjuk. Saya sangat focus untuk menyelesaikan hal ini bahkan sampai ke Pusat,” tegasnya.
Gus Irawan menceritakan, pada saat demo masyarakat Kecamatan Angkola Timur dan Kecamatan Sipirok terkait TPL ini ke kantor DPRD dan Bupati Tapsel, saat itu ia sedang berada di Jakarta. Termasuk dalam rangka untuk urusan ini.

“Upaya ini didorong rasa empati kepada masyarakat terdampak, dan juga untuk merealisasikan janji kami membangun Tapsel terkhusus Sipirok sebagai ibu kota kabupaten, dan tentu saja Angkola Timur yang berbatas langsung dengan Sipirok,” tegasnya..
Di kesempatan ini, Bupati Tapsel Gus Irawan menyatakan komitmen untuk turut dalam program 3 juta rumah yang merupakan program prioritas Presiden. Karenanya, tahun depan, kami mendorong pembangunan rumah untuk 7.000 ASN Tapsel.
“Lokasi terbaik untuk perumahan ini ternyata berada di dalam izin Konsesi TPL, itulah APL yang 4.577 Ha itu. Saya berencana untuk memindahkan ASN Tapsel ke Sipirok secara bertahap,” ujarnya.
Tentu harus terlebih dahulu menyiapkan sarana prasarana dan fasilitas lainnya. Banyak pihak yang menyampaikan kesiapan untuk ikut dalam pembangunan ini. Sehingga kedepannya Belanja Pegawai sekitar Rp60 miliar setiap bulan akan berputar di Tapsel.
Hal ini sekaligus menjadi solusi terbaik meningkatkan perputaran ekonomi dan memajukan Sipirok sebagai ibu kota kabupaten dan Angkola Timur sebagai kecamatan yang berbatasan langsung.
Bupati Tapsel Gus Irawan Pasaribu berharap, semoga dengan penjelasan ini tidak ada lagi pemahaman yang simpang siur dan masyatakat menjadi tenang. Ia memastikan dirinya selalu berada bersama masyarakat.
“Saya tinggalkan DPR RI dan turun ke Tapsel dengan satu niat, membangun Tapsel lebih baik. Mohon do’a dan dukungan dari seluruh masyarakat Tapsel, baik yang di dalam daerah maupun diperantauan. Bersama kita bersinergi membangun Tapsel yang lebih baik,” pinta Gus Irawan Pasaribu.(rel)