KISARAN (Waspada): Kejaksaan Negeri Asahan menetapkan tersangka Kepala Desa Punggulan, Kec Airjoman, serta Kaur Keuangan dan ditahan di LP labuhan Ruku, sedangkan Kepala Desa Seikamah II, Kec Seidadap, Kab Asahan sebagai tersangka, namun yang bersangkutan tidak hadir dalam pemeriksaan lanjutan karena melarikan diri sehingga ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kajari Asahan Basril G, melalui Kasi Intel Heriyanto Manurung, didampingi Kasi Pidsus Chandra Syahputra, saat paparan kasus setelah penetapan tersangka Kades Punggulan SY, dan Kaur Keuangan Desa Punggulan ST, di Kantor Kejari Asahan, Senin (26/5) malam. Menurutnya, kedua tersangka ini diduga bekerja sama untuk menyelewengkan dana desa tahun anggaran 2023 dan 2024.
“Hasil pemeriksaan ditemukan kerugian negara mulai 2023 dan 2024 sebesar Rp525 juta lebih,”:jelas Heriyanto.
Heriyanto, menerangkan, bahwa dugaan korupsi dana Desa Punggulan dilakukan oleh kedua tersangka Tahun Anggaran 2023 dan 2024, diantaranya melakukan penarikan Dana Desa yang kemudian dikuasai oleh tersangka SY sebgai Kades dengan mengabaikan asas transparansi, akuntabilitas, dan tertib administrasi dengan menarik dana desa tanpa mekanisme sah. Selanjutnya SY menguasai dana desa program pembangunan fisik kemudian melaksanakan sendiri kegiatan tersebut yang semestinya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK). Selain itu terindikasi menggunakan sejumlah dana desa untuk keperluan pribadi, bukan untuk kepentingan masyarakat.
Kemudian, kata Heriyanto, tersangka ST, selaku Kaur Keuangan mengetahui bahwa Dana tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya, namun tetap mencairkan dana tanpa dokumen sah dan tidak menolak pencairan dana untuk kepentingan pribadi Kepala Desa.
“Kedua tersangka ini tidak menyetorkan Dana SILPA Anggaran Tahun 2023 dan Tahun 2024 Desa Punggulan hingga per-31 Desember 2024, hal ini melanggar Pasal 1 Angka 25, Pasal 2 Ayat (1), serta Pasal 2 Ayat (2), Permendagri No:20/ 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu APBDesa merupakan dasar pengelolaan keuangan desa dalam masa satu tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember,” jelas Heriyanto.
Kedua tersangka korupsi dana desa ini, kata Heriyanto, ditahan dan dititipkan di LP Labuhan Ruku, Kab Batubara, untuk menunggu proses hukum lanjutan.
“Dua tersangka ini kita tahan,” jelas Heriyanto.
Sedangkan tersangka SY, saat ditanya awak media terkait dirinya dan Kaur Keuangan sebagai tersangka, tidak memberikan tanggapan hal itu hanya menebar senyum.
“Tidak ada komentar,” tutur SY.
Melarikan Diri
Sedangkan Kades Seikamah II, Kec Seidadap, Kab Asahan LM, kata Heriyanto, ditetapkan sebagai tersangka, namun yang bersangkutan kabur, dan telah ditetapkan sebagai DPO. LM diduga melakukan penyelewengan sejumlah pembangunan fisik, dan dugaan pemotongan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, yang diberikan kepada masyarakat.
“Bahwa perbuatan LM selaku Kades Seikamah II untuk menguntungkan diri sendiri dengan kerugian negara sebesar Rp216 juta lebih, hal itu berdasarkan Laporan Hasil Audit PKKN dari Inspektorat Kabupaten Asahan Nomor: 700/01/k/2025 tanggal 20 Februari 2025,” jelas Heriyanto. (a19)














Korupsi sudah menjadi “budaya” di negri ini. Dari dulu sampai sekarang “budaya” ini tak pernah berkurang malah makin bertambah. Jabatan yang merupakan amanah dan sebagai tumpuan aspirasirakuat dalam mengembangkan dan memajukan kondisi desa malah disalah gunakan.
Inilah akibat pandangan hidup sekuler yang tak menjadikan agama sebagai aturan hidup, karena paham ini adalah paham memisahkan agama dari kehidupan, tolok ukur perbuatannya adalah manfaat bukan halal haram. Pandangan hidup sekuler ini melahirkan kebebasan perilaku membuat individunya tak lagi memutuskan dengan standar kebenaran agama. Yang penting dapat manfaat.
Pandangan hidup sekuler ini juga di ambil oleh seorang muslim. Sehingga ia hanya memakai Islam hanya dalam perkara ibadah. Dalam perkara kehidupan tidak pakai aturan Islam. Padahal Allah menurunkan Islam dengan seperangkat aturan yang lengkap untuk mengatur kehidupan manusia. Halal haram adalah tolok ukur perbuatan manusia. Kesadaran akan hubungan dengan Allah dan ketakwaan akan menjaga individu dari perbuatan buruk misal mengambil yang bukan haknya. Atau mengambil harta dengan cara haram seperti korupsi. Korupsi merupakan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa’in. Dalam hukum Islam, tindakan khaa’in tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) karena definisi mencuri adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam (akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa’ wal istitar). Sedangkan khianat bukanlah tindakan seseorang mengambil harta orang lain, melainkan tindakan pengkhianatan yang dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada seseorang itu (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah, An-Nizhamu al-Uqubat fii al-Islam).
Korupsi sudah menjadi hal yang terjadi di mana-mana. Bagaimana solusi tuntas menyelesaikan nya harusnya menjadi fokus utamanya. Menurut saya, kita bisa fokus dengan terus meningkatkan ketaqwaan kita sebagai individu dan untuk ke negara bisa dengan menerapkan hukum2 dari pencipta / syari’at islam. Karena hukum syari’at islam telah terbukti berabad-abad mensejahterakan rakyat. Hukum islam juga memiliki efek jera yang besar.
Pemimpin seharusnya menjadi contoh kebaikan bagi warganya. Namun, fakta hari ini tidak sedikit pemimpin yang mencontohkan keburukan dan mendiamkan keburukan yang terjadi.
Hal ini tidak lepas dari landasan berpikir sekular. Dimana landasan ini memisahkan kehidupan manusia dengan agama. Manusia dalam menjalani kehidupan dunia tidak boleh menggunakan agama. Agama hanya diperbolehkan dalam ranah ibadah dan rumah ibadah saja. Sedangkan untuk kehidupan sehari-hari, diatur dengan aturan buatan manusia sendiri.
Sehingga wajar, ketika para pemimpin itu memimpin tidak dibangun kesadaran bahwa jabatan mereka adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga mereka berbuat sesuka hati tanpa takut dosa seperti korupsi dana desa.
Gambaran pemimpin hari ini berbeda dengan gambaran pemimpin dalam Islam. Islam memerintahkan kepada seorang pemimpin agar memiliki kesadaran bahwa jabatannya adalah amanah bukan untuk mengeruk kekayaan. Sebab, setiap masing-masing diri kita adalah pemimpin. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan pemimpin dalam Islam memahami bahwa amanahnya harus dijaga dan jangan dikhianati sebab kelak ia akan diminta pertanggungjawaban atas apa yang dia pimpin.
Sebagaimana hadits Rasulullah saw., “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).