BESITANG (Waspada): Segala ikhtiar dilakukan oleh warga nelayan tradisional di Besitang demi untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah situasi sulit akibat hasil tangkapan ikan dan udang yang menurun.
Selain ada yang mencari lokan dan kepah di kawasan pesisir pantai, sebagian nelayan terpaksa harus bergerilya masuk ke dalam hutan mencari daun yang sudah kian menipis akibat konversi hutan menjadi kebunan sawit.
Daun nipah sebagai bahan baku membuat atap saat ini semakin susah dicari karena areal hutan mangrove banyak yang sudah beralih fungsi. Semakin mengecilnya luas hutan, mengancam mata pencarian warga.
Hasil kerja keras komunitas warga pesisir ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dasar. Meski hasilnya minim, tapi pekerjaan ini harus dilakukan nelayan demi menyambung hidup.
Saat ini, potensi daun nipah jauh berkurang akibat konversi (alih fungsi) hutan mangrove. Ratusan hektar hamparan hutan mangrove di daerah pesisir ini telah berubah menjadi areal kebun sawit.
Hutan yang dulunya menjadi salah satu sumber mata pencaharian bagi komunitas nelayan, kini kondisinya memprihatinkan. Lahan nelayan mencari nafkah semakin terancam akibat keserakahan oknum investor.
Beberapa nelayan ditemui Waspada, baru-baru ini, mengatakan, dampak dari kerusakan hutan tidak hanya dirasakan nelayan pencari nipah, tapi juga para nelayan pencari ikan, udang dan kepiting.
Perkembangbiakan biota laut seperti udang, ikan dan kepiting menurun drastis dalam sepuluh tahun terakhir. Untuk menambah penghasilan, sebagian dari nelayan terpaksa melaut ke daerah perairan Pangkalansusu.
“Perjuangannya untuk memenuhi kebutuhan hidup terasa semakin berat, sebab potensi hasil laut jauh berkurang karena ekosistem pesisir kini telah rusak akibat alih fungsi hutan,” kata Yusuf.
Menurut dia, ratusan paluh telah dibendung untuk perluasan areal perkebunan. Padahal, lanjutnya, keberadaan paluh di sepanjang garis pantai sebagai tempat biota laut bertelur untuk proses perkembangbiakan. (a10)