DOLOKSANGGUL (Waspada): Masyarakat Sinom Hudon melalui Lembaga Adat Sionom Hudon, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, tolak isu pelepasan tanah adat seluas 1.763 Ha yang berada di kawasan Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari di Kecamatan Parlilitan.
Sekertaris Umum Lembaga Adat Sionom Hudon, Saut Tumanggor dalam pertemuan unsur masyarakat dengan Uspika Parlilitan di Aula Kantor Camat Parlilitan, Selasa (13/6) dengan tegas mengatakan, bahwa mereka menolak disahkannya (dilepas) hutan adat seluas 1.763 Ha untuk diserahkan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dijelaskan, masyarakat di desanya tidak mengetahui perihal pengesahan SK pelepasan Tanah Adat. Bahkan Lembaga Adat Sionom Hutan dan Tokoh Masyarakat Kecamatan Parlilitan, akan melayangkan surat keberatan kepada Pemerintah apabila ada indikasi penyerobotan hutan di tanah ulayat Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari.
“Isu yang beredar di masyarakat Desa Simataniari, bahwa ada pelepasan lahan seluas 1.763 Ha. Perihal ini perlu ditegaskan kembali bahwa kami tidak menerima dan tidak pernah menyetujui adanya tanah adat di wilayah Lembaga Adat Sionom Hudon, karena hal ini sudah menjadi ketetapan dan aturan dari nenek moyang kami,” tukas Saut.
Direktur Kelompok Studi Pengembangan dan Pemrakarsa Masyarakat (KSPPM) Parapat, Delima Silalahi mengatakan, bahwa dukungan mereka dalam pelepasan tanah adat ini merupakan bentuk penyelamatan lingkungan dan bencana alam.
Sambung Delima, dalam hal ini perlu penyelamatan hutan dan lingkungan seperti banjir bandang, panasnya cuaca. Sebab satu-satunya hutan yang tersisa di Sumut berada Tapanuli Selatan, Mandailing Natal termasuk Humbahas. “KSPPM konsen tentang hal ini, karena ini adalah kesempatan bagi masyarakat yang ada di Indonesia mengatakan agar hutan adat dilindungi, supaya tidak diberikan kepada perusahaan-perusahaan,” sebutnya.
Menanggapi hal itu, Saut Tumanggor kembali menegaskan bahwa posisi mereka bukan membela perusahaan yang disebutkan oleh KSPPM namun untuk melindungi tanah ulayat mereka.
“Biar kita ketahui bersama, Lembaga Adat Sionom Hudon tidak pernah memberikan tanah ulayat dengan perusahaan-perusahaan yang disebutkan tadi. Namun biar saya jelaskan disini, kami juga tidak pernah melepaskan tanah ulayat menjadi tanah adat, tetapi jika berbicara masalah pelestarian hutan yang disampaikan, bahwa hal ini juga menarik dan perlu penjelasan di sini,” ketus Saut.
Bicara penyelamatan hutan dan lingkungan, Saut meminta KSPPM agar tidak diam saja tentang masalah penebangan hutan secara liar yang terjadi di Desa Simataniari, bahkan informasi di lapangan sudah terdapat ratusan hektar pohon yang ditebang akibat penebangan liar tersebut. “Kalau KSPPM diam, ada indikasi bahwa KSPPM bersuara hanya karena kepentingan tertentu,” ujar Saut.
Menanggapi perdebatan yang cukup alot, Camat Parlilitan Darmo Hasugian meminta kepada semua pihak yang hadir agar duduk bersama dan bermusyawarah menemukan jalan keluar dalam permasalahan.
“Sekaitan dengan isu yang menjadi perdebatan di antara masyarakat Kecamatan Parlilitan, khususnya Desa Sionom Hudon dan Desa Simataniari, kami dari Uspika berharap agar semua pihak duduk bersama dalam mencari jalan keluarnya,” kata Darmo.
Ditambahkan, bahwa tidak ada artinya melakukan provokasi atau hal negatif lainnya, karena semua adalah keluarga. “Harapan kami, tokoh masyarakat, adat dapat memfasilitasi kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan solusi yang tepat,” pungkasnya. (cas/a08)