P.SIDIMPUAN (Waspada.id) : Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padangsidimpuan berikan edukasi sekaligus ajak umat agar waspada ajaran sesat terhadap penafsiran Al-Qur’an melalui sosialisasi fatwa ajaran sesat dan salam lintas agama, Rabu (19/11/2025).
Sebagai pembicara dalam Sosialisasi yang digelar di Aula Kantor MUI, Jl. HT Rizal Nurdin, Palampat, Padangsidimpuan, panitia menghadirkan Ketua MUI Padangsidimpuan Ustadz Drs.H.Zulfan Efendi Hasibuan MA, Dosen UIN Syahada Padangsidimpuan, Dr.Zul Anwar Ajim Harahap MA dan ustadz Drs.H.Zainal Arifin Tampubolon.

Dr.Zul Anwar Ajim Harahap MA yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum MUI Kota Padangsidimpuan dalam sambutannya saat membuka acara sosialisasi ini mengatakan sosialisasi fatwa ajaran sesat dan salam lintas agama sangat penting agar umat tidak terjebak dalam faham yang tidak sesuai ajaran agama Islam.
MUI yang salah satu fungsinya melindungi umat dalan rangka mengamalkan ajaran Islam secara Kaffah dalam berbagai sisi kehidupan, ucapnya, memiliki tanggung jawab untuk memberikan pencerahan dan pemahaman tentang ajaran agama Islam, termasuk fatwa tentang ajaran sesat penafsiran Al-Qur’an dan salam lintas agama.
Kepada peserta sosialisasi yang terdiri dari Kemenag Padangsidimpuan, Bagian Kesra Setdako Padangsidimpuan, Penyuluh Agama, NU, Muhammadiyah, BKMT, Pengajian Akbar, Pengajian Mahabbah, MUI Kecamatan, Sekum MUI meminta agar berperan memberikan pencerahan pada masyarakat terkait fatwa tentang ajaran sesat.
Ajaran Menyimpang
Dalam paparannya sebagai pembicara, Dr.Zul Anwar Ajim Harahap MA menjelaskan tentang Fatwa MUI Pusat No 72 tentang “Pemahaman bahwa Muhammad adalah Allah dalam menafsirkan ayat Qul Huwa Allohu Ahad” Yang ditetapkan tanggal 25 Oktober 2023.
“Penafsiran Qul Huwa Allohu Ahad yang menyatakan bahwa Dhamir huwa dikembalikan kepada kalimat Qul (anta/Muhammad) bertentangan dengan kaidah tafsir. Penafsiran yang menimbulkan pemahaman bahwa Muhammad adalah Allah menyimpang dan menyesatkan,” tegasnya.
Fatwa MUI Pusat, paparnya harus menjadi panduan bagi seluruh umat Islam. Untuk itu umat Islam diimbau agar tidak mengajarkan atau mengikuti pemahaman penafsiran yang salah. Umat Islam yang terlanjur mengikuti pemahaman bahwa Muhammad itu Allah, agar segera bertaubat dan kembali kepada pemahaman yang benar.
Dr.Zul Anwar Ajim Harahap mengingatkan umat agar tidak terlalu jauh belajar tasauf jika pemahaman terhadap syariat Islam belum selesai karena rentan terhadap salah dalam memahami. “Kajian tasauf bagi orang yang sudah selesai syariat,” katanya.

Drs.H.Zainal Arifin Tampubolon sebagai pemateri pertama menjelaskan tentang Fatwa MUI Sumut No.01/KF/MUI-SU/VIII/2022 tentang pemahaman dan praktik syariat Islam imam Hanafi, Pemimpin Pengajian Majels Ta’lim Fardu ‘Ain Indonesia (MATFAI), Kampung Kasih Sayang Langkat.
MATFAI yang berdiri tahun 2012, pada awalnya berjalan dengan tanpa ada masalah, namun dalam perjalanannya, muncul masalah terkait pimpinannya yang menghalalkan istri lebih dari 4 orang dalam waktu bersamaan.
Setelah melalui proses penghimpunan informasi dan data, MUI Sumut kemudian mengundang yang bersangkutan untuk klarifikasi dan tuan guru tersebut tidak mengingkarinya. “Haram hukumnya seorang suami mempunyai 4 orang istri pada waktu yang bersamaan,” ungkapnya.
Ketua MUI Padangsidimpuan, ustadz Drs.H.Zulfan Efendi Hasibuan MA, menjelaskan tentang keputusan Ijtima Ulama, Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII No. 2 Tahun 2024 tentang panduan hubungan antarumat beragama.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan dinamika sosial politik, ujar Ketua MUI, banyak masalah kontemporer yang muncul, baik yang terkait dengan masalah kenegaraan, kebebasan maupun keummatan.
“Masalah-masalah tersebut banyak yang beririsan dengan masalah keagamaan yang membutuhkan jawaban hukum dari ulama,” ucapnya.
Ustadz Zulfan menyoroti ucapan salam lintas agama yakni, Assalamu’alaikum yang diikuti dengan salam dari agama lain. Padahal ajaran agama Islam sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an surah Al-Kafirun ayat 6 yang artinya “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”.
Ayat ini menegaskan prinsip toleransi dalam beragama, yaitu menghormati perbedaan keyakinan tanpa mengkompromikan akidah dan ibadah masing-masing. “Kalau soal toleransi, Islam sangat toleran,” tegas Ketua MUI.(id46)












