P.SIDIMPUAN (Waspada) : Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padangsidimpuan gelar muzakaroh untuk membahas problematika anak di luar nikah serta status dan hak anak angkat menurut hukum Islam di Aula Kantor MUI, Jl. HT Rizal Nurdin, Palampat, Padangsidimpuan, Rabu (21/5/2025).
Muzakaroh yang dibuka Ketua Umum DP MUI Padangsidimpuan, ustadz Drs.H.Zulfan Efendi Hasibuan, MA, dihadiri Bendahara, H.Rawadi Daulay bersama pengurus MUI Kecamatan, NU, Muhammadiyah, Muslimat NU, Aisyyah, Pengajian Akbar Al Ikhlas, BKMT, Pengajian Multazam, Pengajian Almahira Lahuhanlabo dan penyuluh agama Islam.
Ketua Komisi Fatwa MUI Padangsidimpuan, Drs.H.Zainal Arifin Tampubolon sebagai pemateri pertama dengan moderator H. Ilman Mhd. Akhyaruddin Hasibuan, MH menjelaskan tentang problematika anak di luar nikah yang kerap kali muncul di tengah- tengah masyarakat, terutama saat anak di luar nikah akan dinikahkan.
Keberadaan wali nikah, ucapnya, sangat penting karena akad nikah tidak sah tanpa adanya wali sehingga pernikahan tidak bisa dilaksanakan jika walinya tidak ada sebagimana sabda Rasulullah yang artinya “Nikah tidak sah tanpa adanya wali” (HR.Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Hubban dan Hakim).
Wali Nikah itu, paparnya, ada dua yakni wali nasab dan wali hakim. Wali nasab merupakan walin yang berhubungan dengan keturunan/darah yang terdiri dari ayah, kakek, saudara kandung, saudara seayah, anak saudara kandung, anak saudara seayah, paman kandung, paman seayah dan anak-anaknya.

Sedangkan wali hakim merupakan orang yang ditunjuk dan diangkat pemerintah.” Pindahnya wali nasab ke wali hakim karena walinya masih anak-anak, walinya gila, walinya tidak Islam dan walinya fasiq,” jelas ustadz Zainal Arifin Tampunolon sambil menegaskan bahwa pengangkatan wali hakim didasarkan pada sabda Rasulullah yang artinya wali hakim adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.
“Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku pegawai pencatat nikah ditunjuk menjadi wali hakim dalam wilayahnya untuk menikahkan mempelai wanita sebagaima diamantkan Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1987,” tuturnya.
Terkait dengan iddah bagi anak perempuan yang hamil di luar nikah, ujar ustadz Zainal Arifin Tampunolon, tidak mempunyai iddah. Artinya ia boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya atau laki-laki lain tanpa harus menunggu selesai melahirkan bayinya.
“Apabila ia sudah menikah, lalu melahirkan, maka pernikahan ulang tidak dibutuhkan sebab pernikahannya sudah sah. Namun anak yang dilahirkannya tetap disebut sebagai anak di luar nikah,” jelas ustadz Zainal Arifin Tampunolon.
Menurutnya, sesuai dengan ajaran agama Islam, anak di luar nikah dengan ayah biologisnya tidak saling mewarisi, namun dengan ibunya saling mewarisi dan antara ibu dengan anak tetap terjalin hubungan nasab.
Anak Adopsi Tidak Bisa Diangkat Jadi Anak Kandung
Ketua MUI Padangsidimpuan ustadz Drs.H.Zulfan Efendi Hasibuan, MA yang juga sebagai pemteri dalam muzakaroh tersebut mengatakan bahwa sesuai dengan ajaran agama Islam, status anak adopsi atau anak angkat tidak bisa diangkat menjadi anak kandung.
Apabila anak angkat tersebut diberikan status sebagai anak kandung, maka nasabnya dihubungkan kepada ayah angkatnya dan tidak lagi pada orang tua kandungnya.” Hal tersebut haram hukumnya. Anak angkat selamanya tetap anak angkat, tidak bisa berubah jadi anak kandung,” tegas ustadz Zulfan.

Larangan mengangkat anak adopsi atau anak angkat jadi anak kandung tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Azhab ayat 4 yang artinya dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkat kamu sebagai anak kandung kamu sendiri, yang demikian itu hanya ucapan kamu di mulut kamu saja dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan lurus.
Kemudian pada ayat 5 yang artinya panggillah mereka dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka) sebagai saudara-saudaramu kalian seagama dan maula-maulamu.
Mnyinggung tentang harta warisan yang boleh didapatkan anak adopsi atau anak angkat, Ketua MUI dengan tegas mengatakan bahwa anak angkat hanya boleh mendapatkan harta melalui hibah atau wasiat orang tua angkat sesuai dengan ketentuan syariat.
Sesuai dengan ajaran agama Islam, lanjut ustadz Zulfan, bahwa anak angkat tidak muhrim bagi anak kandung dan orang tua angkatnya. “Penyebab muhrim itu adalah hubungan darah, susuan dan perkawinan serta tidak terkait dengan anak angkat,” tegas Ketua MUI.
Pada kesempatan itu, ustadz Zulfan mengungkapkan bahwa pernah menghadapi beberapa kasus dalam dalam hal wali nikah. “Ada orang tua angkat yang ngotot jadi wali anak angkatnya, dengan berbagai alasan,” katanya. (a39)













