MEDAN (Waspada): Ketua MUI Simalungun Ki Darjat Purba mengingatkan semua pihak agar dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Simalungun bermainlah secara jujur dan bersih.
“Saya jelaskan bahwa tidak ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara maupun Pusat yang menetapkan tentang pemimpin, karena memang sudah jelas diatur dalam Al-Quran dan hadis bagaimana cara memilih pemimpin. Kalaupun ada, itu bersifat imbauan supaya memilih pemimpin sesuai ajaran Islam, bukan berdasarkan agama, suku, ras dan sebagainya,” jelasnya di dalam rekaman suara yang dikirim ke Waspada.id, Jumat (20/9).
Bahkan menurut ajaran Islam, paparnya, jika ada ulama yang mengajak memilih pemimpin berdasarkan suku atau ras dengan ilmu yang tidak memadai (tidak mengetahui cara memimpin) disebut dengan ta’assuf atau durhaka, baik terhadap umat muslim bahkan durhaka terhadap Allah Swt.
“Jadi tentu hal itu tidak akan saya lakukan. Perlu digarisbawahi bahwa MUI Simalungun, baik pengurus yang ada di tingkat 2 sampai kecamatan tidak ada yang terlibat dalam politik praktis. Terserah kemana rakyat mau memilih, silakan. Cuma kita sebagai umat Islam berpegang kepada ajaran Islam. Saya garisbawahi ajaran Islam, bukan ajaran agama Islam,” tuturnya.
Menurut dia, gama itu adalah identitas. “Memperlakukan agama untuk kepentingan politik namanya politisasi agama. Ini yang saya tekankan adalah ajaran Islam, mohon dipahami,” ujarnya berulang.
Ketua MUI Simalungun menjabarkan, tidak semua calon pemimpin yang maju Pilkada beragama Islam, seperti di Simalungun, pasangan yang dipilih bukan bupati saja, tapi pasangan bupati dan wakil bupati.
“Jadi tidak ada ajaran yang menyakiti orang lain. Hal seperti itu jangan sampai terjadi, kita harus berpegang teguh pada hadis Nabi Saw.
إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Barang siapa memilih pemimpin yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya”,” ujarnya merilis hadis Rasul.
Jadi menurut ajaran Islam, lanjutnya, memilih pemimpin itu yang diutamakan keahliannya. Orang yang sudah pernah memimpin dan punya keahlian itulah yang lebih layak dipilih. Jadi tidak berdasarkan SARA atau disebut juga politik buta.
“Karena Islam itu luas, maka perlu pengkajian yang luas untuk dapat mengamalinya. Silakan saja memilih pemimpin sesukanya, tapi perlu diingat
kita memilih berdasarkan ajaran Islam,” sebutnya.
“Saya kira itu saja, mudah-mudahan seluruh masyarakat Simalungun tenang dan tenteram, karena kita MUI ini mengawal ajaran Islam, mengawal umat untuk tidak terpecah belah, tidak saling gesek-menggesek, tapi kita menghadapi pesta demokrasi ini dengan tenang dan aman,” tambahnya.
“Siapa pun yang menang dia adalah yang kita hormati, siapa pun yang kalah juga kita hormati. Yang kalah siap kalah, yang menang tidak boleh sombong dan jumawa. Itu harapan kita sehingga Simalungun ini kita bangun dengan baik dan sempurna,” tutupnya.(m14)