LANGKAT (Waspada): Sudah memasuki lima tahun lebih, tapi progres pembangunan proyek strategis nasional jalur kereta api Trans Sumatera wilayah Sumut-Aceh yang menelan anggaran mencapai triliunan rupiah belum juga menampakan kemajuan berarti.
Khususnya di wilayah Kec. Besitang, Langkat, masih ada proyek yang sudah mencapai tiga tahun ditinggalkan begitu saja oleh pihak kontraktor alias mangkrak, seperti halnya di lokasi BSL-10 Simpang Lima, Kel. Pekan Besitang.
Proyek di lokasi BSL-10 ini sudah cukup lama dibiarkan mangkrak dan tak jelas kelanjutan proses pembangunannya. Ironis, anggaran super besar yang dialokasikan untuk aksleras pembangunan, tapi proses pengerjaannya seperti berjalan di tempat.
Malah, bangunan retaining wall (RW) atau dindiding beton untuk penahan tanah setinggi kurang lebih empat meter dengan panjang mencapat ratusan meter di sisi kiri dan kanan jalur KA kini kondisinya terancam ambruk.
Pergeseran RW berdampak pada bangunan rumah masyarakat. Dari 25 unit rumah warga yang terdampak, sebanyak 12 unit rumah di antaranya mengalami rusak berat dan praktis tak bisa ditempati, sementara sisanya rusak ringan.
Warga sudah beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa menuntut kejelasan pembayaran ganti rugi terhadap tanah dan bangunan rumah, tapi teriakan rakyat kecil ini terkesan dianggap seperti angin lalu oleh pihak manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Pantauan Waspada di lokasi proyek di Lingk VI Simpanglima, Kel. Pekan Besitang, Rabu (1/2), dinding beton penahan tanah yang kondisinya sudah terancam roboh dan mengancam keselamatan wara tampak dibiarkan begitu saja dan belum ada terlihat usaha perbaikan.
Hingga kini, jalur KA di BSL-10 belum juga terkoneksi dengan jembatan play over yang sudah selesai dibangun beberapa waktu lalu. Buruknya kondisi proyek menimbulkan kesan kontraktor yang menangani mega proyek ini tak profesional dan kurang bertanggungjawab.
Pembangunan proyek strategis nasional jalur KA Aceh-Sumut dimulai tahun 2017 lalu dan ditargetkan rampung pada tahun 2020. Tapi, nyatanya, sampai memasuki 2023, proyek ini masih jauh dari rampung, malah di beberapa lokasi sudah tak terlihat aktivitas pekerjaan.
Selain kondisi proyek di lokasi BSL-10 berjalan stagnan, proyek yang sama di daerah Dusun Bukit Batu, Desa Halaban, sudah cukup lama dibiarkan tertimbun material tanah longsor. Longsoran tanah dari tebing menutup jalur rel.
Sayangnya, material tanah ini dibiarkan begitu saja tertimbun di tengah jalur rel. Menurut warga, kondisi ini sudah berlangsung lama, tapi belum ada pihak dari PT KAI yang terlihat turun untuk membersihkan material longsor.
Stagnan proses pengerjaan proyek di BSL-10 sangat berpotensi menimbulkan kerugian terhadap negara. Karena itu, sejumlah pihak meminta komisi anti rasuah (KPK) untuk turun tangan melakukan audit investigasi. (a10)
Teks foto: MATERIAL tanah akibat longsor di kawasan Dusun Bukit Batu, Desa Halaban, Kec. Besitang, dibiarkan begitu saja menutup jalur rel. Waspada/Asrirrais