TANJUNGBALAI (Waspada) : Barisan Pengawal Masyarakat Melayu (BP2M) Sumatera Timur kecewa karena pembantaian rakyat Melayu tahun 1946 Asahan tidak dimasukkan sebagai pelanggaran HAM berat oleh Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM), sebaliknya peristiwa PKI malah masuk dalam daftar.
Ketua BP2M, Datuk Muda Indra Syah mengatakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah membacakan laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM), yang dibentuk berdasarkan Keppres No 17 Tahun 2022, Senin (16/1). Presiden Jokowi katanya membacakan 12 pelanggaran HAM yang terjadi, namun terlihat peristiwa Maret 1946 di Sumatera Timur.

Padahal kata Indra Syah, pembantaian yang dimulai tanggal 3-20 Maret 1946 dilakukan secara masif dan terstruktur khusus kepada rakyat Melayu di Sumatera Timur seperti Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Batu Bara, Kualuh, Panai, Bilah, dan Kotapinang, bahkan meluas hingga ke etnik Simalungun dan Karo. Tragedi ini ujar Indra Syah tak boleh dilupakan, karena sejarah adalah pembelajaran.
Sesungguhnya kata Indra, bangsa dan puak manapun terkhusus Bangsa Melayu banyak yang sudah terjaga dari tidurnya mengingat kembali kenangan kelam masa lalu. Pemerintah ucapnya harus mengakui bahwa itu pelanggaran HAM berat, karena para Sultan, kerabat, hingga rakyat banyak yang mati dibantai.
Peristiwa itu katanya dapat dibuktikan dengan adanya kuburan massal terletak di halaman depan Masjid Raya Tuan Ahmadsyah, Tanjungbalai. Sebanyak 73 nama terpahat di nisan tersebut.

Mereka merupakan korban penyerbuan dan pembantaian di Asahan, Sumatera Utara 77 tahun silam, Maret 1946. Jasad-jasad yang ada di kuburan ini pada mulanya ditemukan dalam bentuk tulang belulang yang terserak di daerah Sungai Lendir Seikepayang Kab Asahan. Sungai Lendir ini sebuah kampung di Asahan, untuk mencapainya harus menggunakan perahu atau boat.
Pada tanggal 5 Maret 1946 ungkap Indra, Wakil Gubernur Mr Amir yang mewakili pemerintahan mengeluarkan pengumuman bahwa gerakan itu dinamakan Revolusi Sosial. Diduga melibatkan aktivis PKI.
“Kami sangat kecewa dengan tidak dimasukkannya peristiwa Maret 1946 sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang berat oleh Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM),” tegas Indra Syah mewakili hati dan perasaan masyarakat Melayu Sumatera Timur.
Indra Syah meminta Pemerintah kembali menegakkan bangunan HAM dengan memasukkan tragedi Maret 1946 sebagai pelanggaran HAM berat. Sebab, banyak korban bahkan sampai hari ini, sisa trauma itu masih membekas jelas di benak keturunan mereka.

Presiden Joko Widodo menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 11 Januari 2023. Dalam keterangannya, Presiden Jokowi mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat telah terjadi pada berbagai peristiwa di Tanah Air.
“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Presiden.
Presiden dalam hal itu menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada sejumlah peristiwa yakni Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, dan Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998. Kemudian Kerusuhan Mei 1998, Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Wasior, Papua 2001-2002, tragedi Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Pemerintah katanya akan berupaya memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana.
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Presiden.

Selain itu, Presiden menambahkan, pemerintah akan berupaya dengan sungguh-sungguh mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat pada masa yang akan datang. Presiden pun menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk mengawal hal tersebut.
“Saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menkopolhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” lanjutnya.
Jokowi berharap upaya pemerintah tersebut dapat menjadi langkah berarti dalam pemulihan luka sesama anak bangsa.
“Semoga upaya ini menjadi langkah berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Presiden. (A21/A22)




 
  
    
  
  
      









