Pemkab Samosir Dilaporkan Terkait Water Front City

  • Bagikan
SAUDARA Simbolon (tengah baju safari) bersama penasehat hukum Dwi Sinaga (pakai kaca mata) saat berada dilokasi tanah sengketa. Foto : Waspada/Ist
SAUDARA Simbolon (tengah baju safari) bersama penasehat hukum Dwi Sinaga (pakai kaca mata) saat berada dilokasi tanah sengketa. Foto : Waspada/Ist

SAMOSIR (Waspada) : Pembangunan Water Front City di Jalan Putri Lopian, Desa Pardomuan 1, Kec. Pangururan, Kab. Samosir diduga sudah menyalahi aturan. Akibatnya, pihak Pemkab Samosir akan dilaporkan ke penegak hukum.

Demikian dikatakan Dwi Sinaga, selaku penasehat hukum sapah satu warga terdampak lahan Saudara Simbolon, kepada Waspada, kemarin di Pangururan.

“Bahwasanya klien kami Saudara Simbolon sudah menebus lahan itu pada tahun 1982. Karena sebelumnya, tanah itu pernah digadai. Setelah itu, klien kita melakukan peningkatan surat pernyataan dan pengakuan pada tahun 2020 yang mana kepala desa sudah mengetahui,” sebut Dwi.

Yang sangat disayangkan, lanjut Dwi, saat dibangunnya water front city, seharusnya terlebih dahulu ada sosialisasi ke daerah-daerah atau sosialisasi kepada pihak yang terdampak lahan. Namun kliennya sampai saat ini tidak pernah dipanggil untuk sosialisasi.

“Ketika pembangunan water front city, klien kami tidak dipanggil untuk sosialisasi. Akan tetapi pihak kepala desa itu mengundang orang lain yang bahkan diduga tidak memiliki surat,” ucap Dwi.

Lebih lanjut, kata dia, baik kepala desa, Camat Pangururan, Assiten 1 dan staff ahli Pemkab Samosir sudah patut diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum karena membangun di atas tanah pribadi masyarakat tanpa adanya ganti rugi.

“Ini akan kami dumas-kan (pengaduan masyarakat-red) ke Polres Samosir. Karena banyak kejanggalan-kejanggalan di pembangunan proyek ini. Dan ini akan kami tembuskan,” pungkas Dwi 

Pemkab Samosir Singgung Polemik Keluarga

Terpisah, Kabag Hukum Pemkab Samosir, Lamhot Nainggolan ketika dikonfirmasi wartawan melalui WhatsApp, Senin (31/7) menjelaskan, bahwa polemik terjadi akibat permasalahan yang berkaitan dengan keluarga sebagai ahli waris (sesama cucu dari keturunan boru Silalahi).

“Kalau versi dari Saudara Simbolon, karena ayahnya yang menebus, maka Saudara Simbolon menganggap lahan itu miliknya. Sedangkan versi Almarhum Hammad Simbolon dulunya mengatakan harus mereka yang mempunyai lahan tersebut. Jadi, yang berebut ini adalah sesama cucu dari Boru Silalahi yaitu, Saudara Simbolon, Saut Simbolon dan Martogi Simbolon,” ungkap Lamhot.

Selanjutnya, kata Lamhot, bahwa baik pemerintah maupun secara keluarga sudah beberapa kali melakukan mediasi, namun belum ada titik temu.”Mediasi sudah beberapa kali dilakukan oleh pemerintah desa, kecamatan dan Staff Ahli bidang Pemerintahan dan Sumber Daya Manusia. Namun mereka belum ada menemukan titik temu,” paparnya.

Di sisi lain, lanjut Lamhot, dokumen yang ditunjukkan oleh Saudara Simbolon adalah surat pernyataan penebusan gadai, yang jelas menyebutkan tanah yang ditebus adalah tanah yang digadaikan oleh Hammad Simbolon. “Penebus gadainya atas nama Saudara Simbolon. Harapan kita, karena masalah ini sedang diajukan perkara perdata di Pengadilan Negeri (PN) Balige, kita tunggulah prosesnya,” tandasnya.(cvs/a08).

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *