Scroll Untuk Membaca

Sumut

Penegakan Hukum Tak Tegas Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove Di Langkat

Penegakan Hukum Tak Tegas Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove Di Langkat
KAWASAN hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kec. Brandan Barat, rusak parah akibat aksi ilegal. Waspada/Asrirrais
Kecil Besar
14px

LANGKAT (Waspada): Terkait pernyataan Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Sumut kawasan hutan mangrove di Sumut dalam katagori rusak mencapai 15.000 Ha mendapat tanggapan dari aktivis lingkungan.

Salah seorang aktivis lingkungan hidup, Azhar Kasim, menyebutkan, faktor utama penyebab terjadinya kerusakan areal hutan mangrove di Sumatera Utara, khususnya di wilayah Kab. Langkat akibat lemahnya penegakan hukum.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Penegakan Hukum Tak Tegas Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove Di Langkat

IKLAN

“Alih fungsi hutan mangrove hingga kini masih terus berjalan. Hal ini terjadi karena adanya kesan pembiaran dan proses hukum yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan,” kata Azhar Kasim kepada Waspada, Senin (2/12).

Menurut Direktur NGO Rumah Bahari itu, banyak kawasan hutan yang beralih fungsi, tapi tidak ada terlihat tindakan hukum. “Pembalakan liar dan perambahan hutan hingga kini masih terus berlangsung,” ujarnya.

Dia memberi contoh konkrit terkait aksi alih fungsi hutan mangrove yang berdalih untuk dijadikan areal ketahanan pangan (food estate) di Kel. Pangkalan Batu, Kec. Brandan. Hutan mangrove telah dibabat alat berat, tapi tindakan hukum terhadap sejumlah pelaku.

Adapun operasi pemulihan yang dilakukan Dinas Kehutanan Sumut yang dipimpin Juliani Siregar pada tahun 2015 lalu di Desa Lubuk Kertang, Kec. Brandan Barat, dianggap masih setengah hati. Terbukti, pasca operasi, aksi konversi masih saja berlanjut sampai saat ini.

Pernyataan senada juga disampaikan aktivis lingkungan di Langkat, Tajruddin Hasibuan. Ia dengan tegas menyatakan, aparat penegak hukum sepertinya tidak serius menghentikan laju kerusakan hutan.

Ketua NGO Jelajahi Orientasi Bumi (JOB) ini mendesak harus ada tindakan hukum yang konkrit terhadap para pelaku alih fungsi yang menyebabkan punahnya eksistensi kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir Langkat.

Tajruddin mengaku sangat prihatin, anggaran yang dikeluarkan negara untuk memulihkan kerusakan kawasan hutan cukup besar, tapi kondisi hutan mangrove di Langkat masih tetap saja rusak.

Menyinggung pelaksanaan program yang dijalankan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) untuk pemulihan kawasan hutan, ia mengungkapkan, program restorasi banyak indikasi penyelewengan dan sebagian ada yang fiktif.

Dugaan korupsi dalam program rehabilitasi
hutan yang dilakukan oleh beberapa oknum pengurus Kelompok Tani Hutan (KTH) di Pangkalansusu yang sempat ditangani oleh Kejatisu beberapa waktu lalu, perkara hukumnya hingga kini tidak ada kejelasan.

Aktivis lingkungan merasa kecewa melihat potret penegakan hukum. Mereka meminta harus ada tindakan hukum yang konkrit, baik terhadap pelaku konversi, maupun terhadap oknum yang melakukan korupsi terhadap dana untuk pemulihan kawasan hutan.

Kalangan aktivis lingkungan melihat, kinerja Kadis LHK Sumut Juliani Siregar, terutama dalam menjaga kelestarian kawasan hutan mangrove di daerah ini belum maksimal. Terbukti, aksi ilegal yang merusak ekosistem pesisir ini masih saja merajalela.

Untuk memulihkan kondisi hutan mangrove, Tajruddin mengharapkan adanya intervensi langsung dari Presiden Prabowo. “Saya yakin, ketegasan presiden akan membawa dampak perubahan bagi kelestarian alam di wilayah pesisir.(a10)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE