PALAS (Waspada): Konflik antara masyarakat beberapa desa di Kecamatan Sosopan Kabupaten Padanglawas (Palas) dengan pengurus Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Bukit Mas masih terus berlanjut hingga pengaduan ke polisi atas dugaan pemalsuan dan penyalahgunaan nama serta identitas tanpa izin oleh pengurus Gapoktan.
“Tindak lanjut aksi unjuk rasa yang kami lakukan menolak keberadaan Gapoktan Bukit Mas. Akhirnya Jumat 16 Mei 2025 Ketua Gapoktan, Sekretaris dan Bendahara serta Kades Hutabaru Siundol telah resmi kami laporkan ke Polres Palas,” kata Andrew Amanah Hasibuan bersama beberapa warga lainnya kepada Waspada, Sabtu (17/5).
Andrew Amanah mengatakan, dalam pengaduan masyarakat itu terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat, dokumen atau identitas masyarakat yang dicatut dalam keanggotaan Gapoktan Bukit Mas dalam pengurusan izin konsesi lahan Gapoktan Bukit Mas hingga keluarnya SK dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Di mana, berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor: SK.830 /MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/2/2020 tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada Gapoktan Bukit Mas seluas 2.573 hektare pada kawasan hutan produksi terbatas di desa Huta Baru Siundol Kecamatan Sosopan, Palas.
Bahwa dalam lampiran SK tersebut terdapat nama anggota Gapoktan Bukit Mas sebagai pemegang izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan berjumlah 373 anggota.
“Berdasarkan hal itu kami bersama masyarakat dan delapan kepala desa mulai Ulu Aer hingga Pagaranbira Jae, sepakat mendukung masyarakat yang keberatan dengan keberadaan Gapoktan Bukit Mas serta langkah-langkah Gapoktan yang menimbulkan konflik berkepanjangan di wilayah itu,” ungkapnya.
“Dari 373 anggota tersebut sementara terdapat 136 orang yang mengaku tidak mengetahui dan tidak memberi izin namanya masuk sejak proses pembentukan Gapoktan hingga terbitnya SK menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut dan keberatan itu didukung delapan Kades,” tegas Andrew Amanah Hasibuan.
Warga lainnya Abdul Halim Siregar menambahkan tanpa adanya penggunaan nama dan identitas anggota pada saat pengajuan izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan maka tidak akan ada konsesi lahan Gapoktan Bukit Mas selaku penerima SK.
“Kalau tidak ada nama-nama masyarakat dalam pengajuan izin tentu tidak akan diproses dan SK tidak akan terbit. Sementara SK Gapoktan ini telah menjadi sumber konflik di tengah-tengah masyarakat Siundol sekitar ” kata Halim.
Kemudian Dedi Syahputra Harahap, warga Siundol Jae yang juga berprofesi sebagai pengacara itu mengungkapkan perbuatan para pengurus Gapoktan Bukit Mas dan Kades Hutabaru Siundol serta mantan Kades Aek Bargot dapat dikualifikasikan perbuatan tindak pidana pemalsuan dokumen /identitas masyarakat.
Dalam pasal 263 KUHP jelas berbunyi barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat mengabulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal yang dimaksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
“Kita berharap pihak kepolisian dapat memproses persoalan ini dengan profesional untuk menghindari terjadinya konflik berkepanjangan di wilayah kecamatan Sosopan ini,” ucapnya.
Ketua Gapoktan Bukit Mas, Bachrul Ishak Hasibuan saat dihubungi melalui seluler mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak benar berhubung sebelumnya semua anggota Gapoktan Bukit Mas mendaftar sendiri ke tim verifikasi kehutanan yang datang dari ajakarta, Medan dan Gunung Tua.
“Tim verifikasi untuk keanggotaan sebelumnya berada di Desa Hutabaru Siundol selama 5 hari 5 malam dan masyarakat sendirilah yang mendaftar dirinya dalam keanggotaan Gapoktan Bukit Mas,” jelas Bachrul Ishak.
Kemudian terkait aduan masyarakat tersebut, Bachrul Ishak Hasibuan mengatakan hal itu bagus agar nantinya bisa memperjelas persoalan tersebut. (CMS)