P.SIDEMPUAN (Waspada) : Ketua MUI Padang Sidempuan Ustadz Drs. H.Zulpan Efendi Hasibuan MA mengatakan perbedaan 1 Syawal merupakan sesuatu yang wajar karena perbedaan metode dalam menetapkan 1 Syawal sebagaimana yang terjadi di Indonesia, termasuk di Kota Padang Sidempuan.
“Perbedaan itu biasa saja, tapi dampak sosialnya di tengah-tengah masyarakat sangat tidak baik, termasuk kesatuan umat Islam,” kata Ketua MUI Padang Sidempuan Ustadz Drs. H.Zulpan Efendi Hasibuan MA saat membuka acara Muzakarah Ramadhan 1444 H di Aula Kantor MUI, Jl.HT.Rizal Nurdin, Padang Sidempuan, Sabtu (8/4).
Muzakarah dengan tema ‘Dualisme Hari Ied, penyebab dan persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat ditinjau dari segi ilmu falaq dan hukum fiqih’ itu menghadirkan anggota Team Hisab dan Rukyat Padang Sidempuan, Buya Hafiza Abdur Rahman serta Sekretaris Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan Yasir Arafat LC sebagai nara sumber.
Ustadz Zulpan menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi selama ini dalam penentuan awal ramadhan dan 1 Syawal, termasuk di Kota Padang Sidempuan merupakan hal yang tidak positif dan sangat berpotensi membuat umat terkotak-kotak.
Ketua MUI Padang Sidempuan berharap fenomena tersebut dapat diselesaikan. Dia menggambarkan ada yang sudah hari raya dan masih ada pula yang puasa. “Ada yang mengatakan kenapa masih puasa padahal sudah haram puasa. Sedangkan di sisi lain mengatakan sebaliknya. Ini kan tidak baik,” katanya.
Anehnya, lanjut ustadz Zulpan, bahwa ada lagi ditemukan sudah tidak puasa lagi, tapi di salat Ied pada esok harinya karena mayoritas umat di sekitarnya baru besoknya melaksanakan salat Ied. “Ada lagi yang lucu, bahwa ada yang mengampanyekan puasa terakhir setengah hari,” ungkapnya.
Menurutnya, terjadinya perbedaan 1 Syawal sangat berdampak terhadap kesatuan umat Islam karena sama-sama merasa benar dalam menetapkan awal ramadhan maupun 1 Syawal. “Kemungkinan tahun ini juga akan terjadi perbedaan 1 Syawal,” paparnya.
Anggota Team Hisab dan Rukyat Kota Padang Sidempuan Buya Hafiza Abdur Rahman sebagai nara sumber dalam kegiatan muzakarah itu menjelaskan bahwa perbedaan penetapan awal bulan qamariah tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi di negara lain yang penduduknya mayoritas muslim juga mengalami hal yang sama.
Secara hakikat, ucap Buya Hafiza, yang mempunyai otoritas untuk menetapkan masalah awal bulan qomariyah adalah pemerintah dengan kekuasaan itsbat-nya. “Kalaupun ada organisasi atau ormas diluar pemerintah yang menetapkan, sifatnya hanya sebatas ikhbar (mengumumkan) bukan itsbat (menetapkan),” ujar Buya Hafiza.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan Yasir Arafat Nasution LC, MA mengatakan bahwa perbedaan tersebut tidak memiliki dampak positif bagi umat Islam dan masyarakat. Malah membawa dampak negatif terhadap kesatuan umat islam sebab perbedaan itu menimbulkan umat jadi terkotak-kotak.
Ketua Panitia Muzakrah Ramadhan, Drs.H.Zainal Arifin Tampubolon mengatakan peserta muzakarah yang digelar Komisi Fatwa MUI Padang Sidempuan tersebut yakni MUI kecamatan se-Kota Padang Sidempuan, BKM, Ka KUA serta Penyuluh Agama.(a39)