PANYABUNGAN (Waspada.id): Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) marak di Mandailing Natal (Madina), khususnya wilayah Pantai Barat dan Mandailing Julu. Ketua LSM Merpati Putih Tabagsel, Khairunnisyah, melihat dilema kompleks di balik aktivitas ini.
“Tambang emas tanpa izin di wilayah Madina, sudah sulit ditertibkan, sebaiknya Bupati dan 40 Anggota DPRD, mencari solusi untuk kepentingan rakyat,” ujar Khairunnisyah, Sabtu (11/10) di Taman Kota Panyabungan.
Khairunnisyah menyatakan, desakan ekonomi membuat masyarakat menggantungkan hidup pada tambang, sementara pemilik modal diduga memanfaatkan aparat penegak hukum (APH) untuk melindungi bisnis ilegal mereka.
“Di satu sisi, ada desakan ekonomi yang mendorong sebagian masyarakat untuk menggantungkan hidup pada galian tambang demi kesejahteraan keluarganya dan di sisi yang lain ada sejumlah pemilik modal yang memakai tangan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk melindungi usaha Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) nya, agar melenggang dengan mulus,” jelasnya.
Aktivitas PETI mengancam kelestarian lingkungan dan berpotensi merugikan ekonomi rakyat. Sektor pertambangan rakyat, meski ilegal, punya potensi besar sebagai penggerak ekonomi lokal jika dikelola dengan benar. “Tidak bisa dipungkiri, sektor pertambangan rakyat sekalipun ilegal, memiliki potensi besar sebagai motor penggerak ekonomi lokal,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengakui eksistensi pertambangan rakyat. Namun, pertambangan rakyat harus terkelola, terawasi, dan berizin resmi. Tanpa legalitas, kegiatan ini menjadi eksploitasi ilegal yang merusak lingkungan dan tidak memberikan manfaat optimal bagi daerah.
“Banyak pelaku PETI berdalih atas nama ‘Pertambangan Rakyat’, padahal mereka telah melompati prosedur fundamental yang diamanatkan oleh hukum,” sebutnya.
Jalur legal pertambangan rakyat dirancang untuk memastikan ketertiban, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan.
Khairunnisyah menjelaskan bahwa langkah pertama perizinan ada di tangan Pemda. “Pemda harus secara proaktif melakukan pemetaan wilayah, mengidentifikasi potensi mineral, serta mempertimbangkan tata ruang dan daya dukung lingkungan,” ujarnya.
Berdasarkan kajian ini, Pemkab mengajukan permohonan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan wilayah sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).(id100)