PEMATANGSIANTAR (Waspada): Seratusan petugas kebersihan Kota Pematangsiantar mengadakan aksi unjuk rasa menuntut honor yang layak.
“Pertumpahan darahpun jadi,” teriak Manson Butarbutar, salah satu pengunjuk rasa saat bersama rekan-rekannya dengan mengenderai delapan mobil truk pengangkut sampah mendatangi Balai Kota, Jl. Merdeka, Jumat (8/3) dengan membawa poster-poster berisi tuntutan mereka serta bendera merah putih.
Massa pengunjuk rasa tidak bisa masuk ke halaman Balai Kota, karena pintu gerbang sudah tertutup saat mereka datang dan mendapat penjagaan ketat pihak kepolisian dari Polres dan Polsek Siantar barat bersama Satpol PP Pemko.
Menurut Manson, intimidasi dan ancaman pemecatan sudah makanan mereka sehari-hari dan menyatakan mereka siap untuk pertumpahan darah dan mogok kerja sampai Wali Kota menindakalnjuti tuntutan mereka.
Teriakan Manson melalui pengeras suara itu mendapat sambutan teriakan semangat dari rekan-rekannya.
Tuntutan dari para petugas kebersihan itu berupa kenaikan gaji atau honor yang tidak pernah mendapat perhatian sejak sembilan tahun terakhir, pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) sebulan gaji, Jaminan Hari Tua (JHT) dan kesejahteraan.
Menurut Manson, gaji mereka salama ini hanya Rp 50.000,- per hari atau Rp 1,5 juta per bulan dan itu sudah tidak layak lagi, apalagi mereka bekerja tidak punya hari libur. “Jangankan hari Minggu, hari kemerdekaan 17 Agustus pun kami terus bekerja.”
Pengunjuk rasa juga menyatakan gaji yang layak mereka terima dan sudah harus terealisasi mulai 1 April 2024 Rp 2,1 juta per bulan, tambah dengan ekstra puding dan kesejahteraan, meski itu masih dibawah ketentuan bagi peserta BPJS Kesehatan seperti penyampaian Menteri Keuangan Sri Mulyani Rp 2,5 juta per bulan.
Selain itu, tentang JHT, mereka meminta agar menampungnya dan jangan saat masih produktif memakai mereka dan saat usia mulai tua membuangnya bagai sampah. “Kami bukan sampah walau tidap hari kami bergumul dengan sampah yang mengandung penyakit. Jangan membuang kami begitu saja, setelah itu jadi gembel.”
Saat para pengunjuk rasa menyuarakan tuntutan mereka, Asisten I Pemko Junaedi Antonius Sitanggang mendatangi mereka dan menyatakan apa penyampaian pengunjuk rasa pada dasarnya tidak bisa merealisasikannya begitu saja, karena ada mekanismenya.
Bahkan, menurut Junaedi, tentang kenaikan gaji harus menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Junaedi malah sempat menyinggung petugas kebersihan ada mendapat uang masuk dari masyarakat dengan memberi tips kepada mereka, karena telah mengangkat sampah masyarakat serta petugas kebersihan juga mendapat uang ekstra puding, hingga memperoleh Rp 2,1 juta per bulan.
Terkait JHT, Junaedi mengakui memang tidak ada, namun untuk santunan ada memberikannya. Namun, saat mendengar ada santunan kepada petugas kebersihan sebelum berhenti, karena sudah memasuki usia tua, para pengunjuk rasa langsung membantahnya, karena tidak pernah mereka terima. “Tidak pernah ada santunan!”
Mengenai adanya uang masuk dari masyarakat, sesuai pernyataan Junaedi, pengunjuk rasa langsung mengecam Junaedi. Menurut pengunjuk rasa, apakah uang pemberian masyarakat yang jumlahnya sekedar, karena mereka bekerja dengan baik mengangkut sampah, Pemko harus mencampuri. “Apakah pemberian jasa itu harus masuk ke kas daerah?!”
Perdebatan sempat terjadi antara Junaedi dengan dengan pengunjuk rasa, namun tidak ada titik temunya, karena para petugas kebersihan itu tetap bertahan agar dapat bertemu dengan Wali Kota.
“Siap kita mogok kerja sampai bisa bertemu Ibu Wali Kota?” tanya Manson kepada rekan-rekannya dan mendapat jawaban serentak, “siap, sampai pertumpahan darah kita juga siap.”
Tidak berapa lama para pengunjuk rasa itu meninggalkan Balai Kota setelah menyatakan akan kembali menemui Wali Kota untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Selanjutnya, para pengunjuk rasa itu dengan berjalan kaki mendatangi gedung DPRD, Jl. Adam Malik, yang berjarak sekitar duaratus meter dari Balai Kota. Ternyata, gedung DPRD kosong, karena para anggota DPRD sedang melakukan kunjungan kerja ke luar daerah.
Meski demikian, para pengunjuk rasa tetap bertahan sambil menyuarakan aspirasi mereka dan meminta Sekretaris DPRD datang menemui mereka. Ada pihak kepolisian yang mencoba menghubungi Sekretaris DPRD Eka Hendra melalui seluler.
Saat berhasil menghubungi dan memperdengarkan kepada pengunjuk rasa, Sekretaris DPRD berjanji akan menyampaikan aspirasi petugas kebersihan itu setelah anggota DPRD masuk kantor.
Setelah mendengar janji Sekretaris DPRD itu, Manson mengatakan Sekretaris DPRD sudah jelas akan segera menyampaikan tuntutan mereka dan bertanya apakah mereka akan datang lagi pada Rabu depan. “Setuju?!” tanya Manson dan mendapat jawaban setuju dan menyatakan siap mogok kerja sampai bisa bertemu dengan DPRD.
Selanjutnya, para pengunjuk rasa itu dengan berjalan kaki mendatangi gedung DPRD, Jl. Adam Malik, yang berjarak sekitar duaratus meter dari Balai Kota. Ternyata, gedung DPRD kosong, karena para anggota DPRD sedang melakukan kunjungan kerja ke luar daerah.
Meski demikian, para pengunjuk rasa tetap bertahan sambil menyuarakan aspirasi mereka dan meminta Sekretaris DPRD datang menemui mereka. Ada pihak kepolisian yang mencoba menghubungi Sekretaris DPRD Eka Hendra melalui seluler.
Saat berhasil menghubungi dan memperdengarkan kepada pengunjuk rasa, Sekretaris DPRD berjanji akan menyampaikan aspirasi petugas kebersihan itu setelah anggota DPRD masuk kantor.
Setelah mendengar janji Sekretaris DPRD itu, Manson mengatakan Sekretaris DPRD sudah jelas akan segera menyampaikan tuntutan mereka dan bertanya apakah mereka akan datang lagi pada Rabu depan. “Setuju?!” tanya Manson dan mendapat jawaban setuju dan menyatakan siap mogok kerja sampai bisa bertemu dengan DPRD.
Selanjutnya, para pengunjuk rasa kembali ke lapangan parkir pariwisata yang berada di seberang balai Kota, tempat parkir mobil tru nik pengangkut sampah yang membawa mereka ke Balai Kota dan kembali ke kantor Dinas Lingkungan Hidup.(a28)