PERBAUNGAN (Waspada): Nelayan tradisional di Serdangbedagai (Sergai) mengeluhkan maraknya ratusan kapal pukat trawl, terutama dari Batubara, yang beroperasi di zona tangkap mereka. “Parahnya mereka beroperasi siang dan malam hari silih berganti, bahkan mereka semakin nekat beroperasi hingga jarak setengah mil dari bibir pantai Desa Sei Nagalawan,” ungkap Rian, 35, nelayan tradisional Desa Sei Naga Lawan, Kecamatan Perbaungan, Kamis (19/6).
Rian bersama Arwan Dani, 45, Burhanuddin, 38, dan Syamsul Bahri,(32, menyatakan pendapatan mereka turun drastis hingga 70% akibat aktivitas kapal pukat trawl tersebut. “Biasanya kami bisa menangkap 10 Kg hingga 20 Kg gurita (sotong), sekarang paling hanya 3 Kg hingga 5 Kg saja,” keluh Arwan Dani. Mereka juga mengalami kerugian puluhan hingga ratusan juta rupiah akibat kerusakan dan kehilangan alat tangkap.
Ketua dan Sekretaris Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) Sergai, Irwan Syahril dan Ahmad Yani, menambahkan dampak buruk aktivitas kapal pukat trawl tidak hanya merugikan nelayan (sekitar 8.000 orang di lima kecamatan), tetapi juga merusak terumbu karang.

“Saat ini yang merasakan dampak dari aktivitas ratusan kapal pukat trawl tersebut sebanyak 8.000 orang nelayan tradisional di 5 Kecamatan di Sergai yakni Kec.Pantai Cermin, Kec. Perbaungan, Kec. Teluk Mengkudu, Kec.Tanjung Beringin dan Kec. Bandar Khalifah Sergai yang harus kehilangan pendapatan hingga 70 persen serta kerusakan dan kehilangan alat tangkap, tanpa pernah terlihat pengawasan atau patroli dari instansi berwenang,” jelas Irwan Syahril.
Irwan Syahril menyatakan perwakilan nelayan akan mengadukan masalah ini ke DPRD Sergai, Sumut, dan DPR RI untuk memperjuangkan pengawasan laut yang lebih efektif. “Sekarang bukan hanya pukat trawl dengan kapasitas kapal 4 GT dan 5GT saja yang beroperasi di zona tangkap nelayan tradisional Sergai, tetapi kapal 30 GT ke atas sudah ikut beroperasi di zona tangkap nelayan tradision yang jaraknya hanya satu mil dari bibir pantai, mirisnya lagi ratusan kapal pukat trawl itu beroperasi siang dan malam hari,” tegasnya.
Kepala Dinas Perikanan Sergai Claudia Namora Siregar mengakui masalah ini, namun menyatakan kewenangan pengawasan laut Sergai berada di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. “Namun aturan yang ada sekarang kewenangan pengawasan laut Sergai merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sehingga kita tidak bisa berbuat banyak,” kata Claudia.(a15)