PANYABUNGAN (Waspada.id): Rencana relokasi pedagang pasar keliling Panyabungan ke eks Bioskop Tapanuli memicu dilema di Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal (Madina).
Di satu sisi, relokasi bertujuan untuk menata kota dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun di sisi lain, kebijakan ini ditolak pedagang karena dinilai mengancam kesejahteraan mereka.
Ketua DPC PDI Perjuangan Madina, Teguh W Hasahatan Nasution, menyampaikan bahwa pasar tradisional memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat, terutama pedagang pasar.
“Pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang di dalamnya terjadi aktivitas tawar-menawar secara langsung,” ujarnya mengutip pendapat ahli pengembangan pasar, Wicaksono.

Menurut Teguh, relokasi ini ditolak sebagian besar pedagang karena lokasi baru di eks Bioskop Tapanuli sepi pembeli. Pedagang mengeluhkan penurunan omzet drastis dibandingkan saat berjualan di pasar keliling yang memiliki akses dekat dengan berbagai kelurahan.
“Kalau di pasar keliling jualan pedagang bisa laku sekitar Rp150.000 – 250.000,- per hari, sementara di eks Bioskop Rp50.000,- pun sulit dapat,” ungkapnya.
Teguh menekankan bahwa relokasi ini akan memberatkan sekitar 150-200 pedagang pasar keliling, apalagi sebagian besar dari mereka meminjam modal usaha dari pihak ketiga.
Padahal, relokasi ini bertujuan untuk penataan kota dan peningkatan PAD sesuai Perda No.1 Tahun 2024 sebesar Rp1.600.000,- per kios per tahun. Namun, kepentingan pendapatan pedagang pasar keliling terkesampingkan.

Teguh mengingatkan bahwa tugas negara adalah memajukan kesejahteraan umum, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Ia menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang relokasi tersebut, mengingat kondisi ekonomi yang lesu dan tingginya angka inflasi yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
“Bagi seluruh pemangku kepentingan yang ada di Mandailing Natal, wajib mengutamakan kesejahteraan pedagang dari pada penataan kota atau peningkatan PAD,” tegasnya kepada Waspada.id via whatsApp, Senin (13/10).(id100)