P.SIDIMPUAN (Waspada.id): Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) terdiri dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Lawas Utara, Padang Lawas, dan Kota Padangsidimpuan di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Meski kaya akan sumber daya alam, ternyata sarana infrastruktur di kawasan yang memiliki penduduk 1 juta jiwa lebih ini masih sangat jauh dari kata layak. Jalan bukan hanya sekedar berlobang, tetapi sudah kupak kapik alias rusak parah.
“Misalnya ruas Jalan Provinsi dari Sipiongot Paluta ke Sipirok Tapsel yang puluhan tahun tidak dibangun dan sangat menyengsarakan rakyat. Meski kemarin ada masalah KPK, tapi tolong jangan sampai pembangunannya gagal,” pinta Sekretaris Umum BADKO HMI Sumut, Anwar Fahmi Siregar (foto) Minggu (27/7/2025).
Begitu juga Jalan Aek Godang Paluta ke Sibuhuan Palas. Sudah puluhan tahun dibiarkan sulit untuk dilintasi dan rusak parah. “Daerah di sepanjang jalur jalan itu sangat tertinggal, dari perekonomian, pendidikan dan kesehatan,” sebutnya.
Jalan baru by pass di Sidimpuan, juga sudah sangat rusak parah. Padahal jalan by pass di Balige dan Parapat bagus dan mulus. “Kenapa di Sidimpuan rusak parah ? Ini menghambat aktivitas ekonomi masyarakat dan membahayakan pengemudi,” jelasnya.
Belum lagi jalan Padangsidimpuan macat karena truk. Volume kendaraan sangat tinggi, sering lewat truk muatan 30 ton ke atas. Jika truk jenis itu melintas, maka akan terjadi macat dan antrian panjang.
Sementara dari segi kesehatan, puluhan tahun masyarakat Tabagsel tidak punya rumah sakit rujukan tingkat nasional. Sehingga jika butuh pengobatan lanjutan harus dirujuk ke Medan atau ke Bukittinggi yang jaraknya sangat jauh.
“Orang yang sehat saja akan kelelahan, apalagi kalau pasien yang dirujuk. Banyak sudah yang meninggal di perjalanan menuju rumah sakit rujukan di ibukota provinsi. Ini sudah puluhan tahun berlangsung. Apakah akan terus menerus dibiarkan,” tanya Fahmi.
Karena itu, tegasnya, harus ada perhatian dari pemerintah provinsi dan nasional. Gubernur Sumut Bobby Nasution harus turun tangan dan konsisten menjawab persoalan di wilayah kampung halamannya ini.
“Ada 1 juta orang di Tabagsel ini. Seharusnya sudah sangat layak ada rumah sakit rujukan kelas nasional agar tidak perlu lagi ke Medan atau ke Bukittinggi, jika mau berobat,” harap Fahmi.
Dari segi pendidikan, tidak ada lagi sekolah kelas nasional di Tabagsel. Padahal sejak zaman Belanda, Tabagsel penghasil tokoh intelek nasional. Kondisi ini kerap membuat orang Tabagsel merantau untuk sekolah dan tidak kembali lagi. Seingga daerahnya tetap tertinggal.
Penambahan perguruan tinggi negeri juga diperlukan untuk mengakselerasi pembangunan daerah menuju Indonesia Emas 2045. Sudah tidak ada waktu lagi dan harus segera dibangun SMA seperti Taruna Nusantara dan Perguruan Tinggi Negeri di Tabagsel.
“Sekolah rakyat sesuai visi asta cita Presiden Prabowo saya dengar sudah ada disini, harus kita dukung,” katanya.
Karena itu, Fahmi berharap persoalan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan harus segera dijawab pemerintah. Kolaborasi yang baik antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi wajib dilakukan segera, demi menjawab tantangan zaman.
“Kalau kita tidak segera berbenah, Tabagsel akan dimakan sejarah dan selamanya menjadi anak tiri di Sumatera Utara,” pungkasnya. (a05)