P. BRANDAN (Waspada): Kades Perlis, Kec. Brandan Barat, menghormati langkah hukum yang ditempuh masyarakat yang melaporkan dugaan penyelewengan dana Bansos dampak inflasi buat nelayan ke Cabjari P. Brandan.
“Langkah hukum yang ditempuh masyarakat tetap kita hormati,” ujar Kades Perlis Junaidi Salim saat ditanya Waspada responnya atas laporan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Sabtu (6/7) petang.
Kades menyatakan, pihaknya sudah tiga kali melakukan pertemuan dengan masyarakat di kantor desa. “Pertemuan untuk menyelesaikan persoalan ini juga dihadiri para Kadus, namun hingga kini tetap tidak ada solusinya,” ujarnya.
Kades mengaku, upaya penyelesaian yang dijalankannya sudah maksimal, namun belum mendapat titik temu. Kades mengaku heran, kenapa masalah Bansos tahun 2022 lalu, baru sekarang ini mencuat.
Dia mengatakan, berdasarkan pengakuan Kadus, uang Bansos telah mereka serahkan ke masyarakat dan proses penyerahan dilengkapi foto serta tanda tangan warga penerima atau pun yang mewakili.
Namun, yang membuat Kades bingung, dalam pertemuan tersebut, sebagian masyarakat ada yang mengaku bahwa mereka tidak menerima uang bantuan tersebut. “Kalau begini kita juga bingung untuk menyelesaikannya,” ujar dia.
Menyinggung adanya informasi dari Ketua BPD bahwa Kadus akan melaporkan balik warga terkait pencermaran nama baik, Junaidi dengan tegas menyatakan, sampai saat ini belum ada Kadus yang melaporkan warga.
Ditanya masalah tuntutan masyarakat agar Kadus dipecat, Kades menyatakan ia masih menunggu proses hukum. Jika nantinya terbukti ada penyelewengan, maka ia baru mengambil tindak sesuai tuntutan warga.
Dugaan penyelewengan dana Bansos Dampak Inflasi Bahan Bakar Minyak (BBM) tahun 2022 buat nelayan dilaporkan masyarakat melalui Ketua BPD ke Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Langkat di P. Brandan, Kamis (4/6).
Dia mengatakan, laporan yang dilayangkan menindaklanjuti tuntutan masyarakat nelayan yang merasa dirugikan karena hak mereka atas bantuan sosial dari pemerintah tidak sepenuhnya disalurkan oleh oknum Kadus.
Mukhlis menjelaskan, masing-masing nelayan harusnya mendapat bantuan dari pemerintah senilai Rp300.000. Tapi, faktanya, sebagian besar nelayan yang tercantum dalam amprah (tanda terima) cuma menerima Rp100.000.
Selain itu, BPD juga turut melaporkan dugan pemalsuan tanda tangan nelayan penerima bantuan. Ada sejumlah nama nelayan tertera tandatangannya sebagai pihak penerima, tapi mereka mengaku tidak ada menandatangani.
“Masalah pemalsuan tanda tangan nelayan saya pastikan ada terjadi dan pernyataan ini siap saya pertanggungjawabkan di hadapan hukum,” tegas Mukhlis seraya menambahkan, data nelayan yang diberikan pihak desa ke BPD diduga kuat ada unsur manipulatif.
Yang membuat masyarakat nelayan kesal, kata Mukhlis, Kadus tidak bersedia untuk memperlihatkan amprah dan mereka juga tidak bersedia menunjukan buku rekening sebagai bukti penarikan uang dari Bank Sumut.
Ketua BPD berharap kepada pihak kejaksaan secepatnya menindaklanjuti laporan terkait kasus dugaan penyelewengan Bansos yang tidak hanya merugikan nelayan, tapi juga negara. “Saya minta kejaksaan memanggil para pihak terkait demi terciptanya kepastian hukum,” tandasnya.(a10)