LABUHANBATU UTARA (Waspada): Niat pemerintah untuk menggusur 16 kampung tua di pulau Rempang dan Galang demi memuluskan masuknya investasi pembangunan pabrik kaca milik perusahaan China terus mengalami penolakan, bahkan telah mengundang penolakan dari rumpun Melayu seantero dunia.
Dengan dalih menjadikannya kawasan proyek strategis nasional dengan target lahan seluas 7572 ha, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dan Pemerintah pusat berencana akan menyulap tanah leluhur melayu ini menjadi Rempang Eco Park.
Hasrat pemerintah pusat dan BP Batam ini tidak berjalan mulus. Penggusuran masyarakat adat melayu yang telah menguasai lahan jauh sebelum negara Indonesia berdiri atau sekitar tahun 184 akhirnya menyulut reaksi penolakan dari seluruh rumpun melayu.
Aksi penolakan ini juga datang dari Tuah Melayu Bilah Panai (TMBP) Negeri Ika Bina En Pabolo yang mengutuk tindakan represif pemerintah terhadap masyarakat Melayu di Rempang Galang saat mempertahankan haknya.
Sikap penolakan ini di sampaikan melalui pernyataan sikap majelis TMBP Kabupaten Labuhanbatu yang diterbitkan tanggal 11 September yang berbunyi antara lain, menyatakan dukungan penuh Gerakan Aliansi Melayu Bersatu di pulau Rempang guna mempertahankan tanah Melayu, marwah Melayu dengan berprinsip “Lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut”.
Selain itu, TMBP juga meminta agar pihak kepolisian membebaskan dan memulihkan nama baik seluruh warga yang ditawan oleh kepolisian dan mengutuk tindakan represif serta penggunaan gas air mata di instansi pendidikan saat jam belajar mengajar berlangsung.
Ketua TMBP Labuhanbatu, Mizwar,SE juga menyampaikan sikap seluruh rumpun Melayu dalam menyikapi tenggang waktu yang diberikan pemerintah untuk pengosongan wilayah Rempang Galang.
“Untuk ultimatum terbaru dari hasil diskusi pengurus adat Melayu se-Dunia telah mengambil sikap,” ucapnya.
Adapun ultimatum tersebut adalah, Menolak investasi yang senyatanya menyerahkan tanah ulayat berkedok relokasi, Menggugat pemerintah melalui statement Sultan – Sultan Melayu dimasa lalu. Apabila pemerintah gagal mensejahterakan rakyat Melayu maka pada saat itulah Daulat Tuanku bergema dan Lebih baik berputih tulang daripada berputih mata.
Azwar juga menjelaskan kalimat Daulat Tuanku bermakna, “Menjunjung kedaulatan atau titah sultan-sultan Melayu,” demikian maksud kalimat itu, jelasnya.
Mizwar juga menyampaikan rencana keberangkatan pihaknya ke Rempang dan aksi damai yang akan di laksanakan dalam mendukung perjuangan warga Melayu Rempang Galang yang esok menjadi batas akhir waktu yang diberikan pemerintah bagi warga Rempang.
“Untuk di Labuhanbatu , terakhir Insyaallah malam Rabu, TMBP bersama Ormas Islam akan melaksanakan Sholat hajat, Dzikir dan Doa Akbar di Mesjid Agung Rantauprapat, sebagai icon Mesjid Sultan Bilah,” jelas Mizwar.
Saat disinggung apakah TMBP akan ikut hadir di Rempang pada tanggal 28 September esok, dirinya menyampaikan, “Insya Allah kami sedang melakukan persiapan untuk berangkat ke Rempang, namun untuk pengutusan, izinkan kami untuk menyimpan sementara menjadi siasah kami ya bang,” jelasnya. (cim)