Sumut

Tragedi Kemanusiaan Masa Rezim Orde Lama Tidak Dimasukkan Daftar PPHAM, Kenapa?

Tragedi Kemanusiaan Masa Rezim Orde Lama Tidak Dimasukkan Daftar PPHAM, Kenapa?
Kecil Besar
14px

TANJUNGBALAI (Waspada) : Anak keturunan korban di Sumatera Pantai Timur heran atas daftar pelanggaran HAM yang diumumkan pemerintah pusat. Pasalnya, daftar tersebut tidak memuat peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berat yang dilakukan masa Orde Lama.

Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu anak keturunan korban asal Langkat, Tengku Muhammad Dhani Iqbal. Ia tak melihat ada tragedi kemanusiaan di masa Orde Lama yang masuk dalam 12 daftar peristiwa yang dihasilan oleh Tim Non-Yudisial Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat bentukan pemerintah pusat.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

IKLAN

Iqbal mencontohkan pada apa yang terjadi di seluruh wilayah Sumatera Timur pada 1946. Di masa ini korban bergelimpangan dan jumlah korban mencapai ribuan jiwa, termasuk para sultan, raja, mufti, para haji, dan rakyat. Mereka diketahui tewas, dikubur di dalam sumur-sumur tua, dan hilang sampai saat ini.

Tak itu saja, para perempuan juga dipisahkan lalu diperkosa dan dibunuh. Sementara anak-anak lelaki yang berusia 10 tahun ke atas banyak yang berhilangan atau tewas.

Penyerangan dan pembantaian pada 1946 ini sendiri menyasar kepada tiga puak asli (indigenous) di Sumatera Timur/pantai Timur, yakni Melayu, Simalungun, dan Karo.

Iqbal sendiri melakukan penelusuran atas tragedi ini dan menuangkannya dalam film dokumenter bertajuk “1946”. Di dalamnya terdapat berbagai narasumber yang seluruhnya mengalami peristiwa pahit tersebut.

Menurut para korban, kata Iqbal, pelakunya adalah kelompok komunis. Namun ia bukan hanya Partai Komunis Indonesia, melainkan banyak partai, gerombolan, dan underbow yang memang berhaluan kiri dan berideologikan komunis. Tujuan mereka tak lain untuk merobohkan tatanan lama.

Iqbal berhipotesa bahwa peristiwa 1946 ini memiliki tautan dengan tragedi 1965 yang dijadikan pangkal pelanggaran HAM berat oleh pemerintah Indonesia. Dengan sendirinya, apa yang terjadi pada 1965 bukanlah suatu peristiwa yang berdiri sendiri, tetapi berurat berakar di masa 1946.

Dalam penelusurannya diketahui memang ada salah satu komandan pengganyangan komunis di wilayah Serdang (Deli Serdang hari ini) yang keluarga dan kerabatnya hilang pada 1946.

Hal ini juga terindikasi di Tanjungbalai, dimana lokasi kuburan massal pembantaian rakyat Melayu di Sei Lendir Asahan (1946) tidak jauh dari tempat penyembelihan anggota PKI di Sungai Kapias Titi Gantung Kota Tanjungbalai. Dua peristiwa berdarah ini masih membekas di sanubari anak cucu keturunan para korban.

“Ini ibarat api dalam sekam, dua kelompok ini akan tetap menyimpan dendam bila Pemerintah Indonesia tidak bisa menghadirkan keputusan berkeadilan kepada kedua pihak,” ujar Iqbal yang juga seorang jurnalis dan pensyarah ini.

Selain peristiwa pembantaian di Sumatera Pantai Timur, ada pula tragedi pelanggaran HAM berat di Kepulauan Mentawai Sumatera Barat tahun 1954-an. Saat itu Pemerintah RI melarang keyakinan/kepercayaan Arat Sabulungan yang telah lama mereka anut oleh orang-orang Mentawai. Jika tidak patuh, maka tak segan diculik dan tidak akan pernah pulang ke rumah.

Sementara di Aceh, ribuan rakyat Aceh tewas setelah diberlakukannya Keppres Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditandatangani Presiden Megawati Soekarno Putri.

Puluhan ribu personel TNI Polri dikirim ke Aceh, memperkuat sejumlah personel yang telah ada sebelumnya. Selanjutnya Aceh menjadi medan perang, kontak senjata terjadi setiap hari menimbulkan korban jiwa dari pihak TNI/Polisi, GAM dan warga sipil.

“Nah, tiga peristiwa penting ini kok tidak masuk dalam hasil Tim PPHAM? Mengapa dimulai dari 1965, apakah ingin memberi stigma negatif terhadap satu rezim dan memberikan kesan positif di rezim lainnya,” ucap Iqbal.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menerima laporan dari Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat  (PPHAM) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 11 Januari 2023. Dalam keterangannya, Presiden Jokowi mengakui pelanggaran HAM yang berat telah terjadi pada berbagai peristiwa di Tanah Air.

“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Presiden.

Presiden dalam hal itu menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM yang berat pada sejumlah peristiwa yakni tragedi 1965-1966 PKI, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, dan  Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998. Kemudian Kerusuhan Mei 1998, Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Wasior, Papua 2001-2002, tragedi Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Pemerintah katanya akan berupaya memulihkan hak para korban secara adil dan bijaksana.

“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Presiden.

Selain itu, Presiden menambahkan, pemerintah akan berupaya dengan sungguh-sungguh mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat pada masa yang akan datang. Presiden pun menginstruksikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk mengawal hal tersebut.

“Saya minta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menkopolhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar dua hal tersebut bisa terlaksana dengan baik,” lanjutnya.

Jokowi berharap upaya pemerintah tersebut dapat menjadi langkah berarti dalam pemulihan luka sesama anak bangsa.

“Semoga upaya ini menjadi langkah berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Presiden. (A21/A22)

Baca juga :

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE