BLANGPIDIE (Waspada): Penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya (Pemkab Abdya), pada Bank Aceh sebesar Rp15 miliar, dinilai tidak memberikan manfaat positif bagi masyarakat ‘Nanggroe Breuh Sigupai’, khususnya bagi pelaku usaha.
Dari besaran modal Rp15 miliar, yang sudah ditanamkan Pemkab Abdya di Bank Aceh sejak tahun 2004 lalu, hingga saat ini, pemanfaatan dalam bentuk kredit yang disalurkan pihak Bank Aceh, sangat mengecewakan. Dimana, Bank Aceh lebih mengutamakan pengajuan dan pencairan kredit konsumtif, dibandingkan kredit produktif.
Padahal, sesuai Qanun Kabupaten Abdya nomor 12 tahun 2016, tentang penyertaan modal Pemkab Abdya pada Perseroaan Terbatas Bank Aceh, yang ditetapkan di Blangpidie tanggal 30 Desember 2016 lalu, pada Bab II Pasal 2 ayat (1) poin (c) jelas disebutkan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai akibat dari penyertaan modal Pemkab. Juga pada poin (d), mendorong pertumbuhan perekonomian kabupaten.
Demikian juga, dalam Pasal 3 poin (a) disebutkan penyertaan modal Pemkab Abdya pada PT Bank Aceh bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kinerja PT Bank Aceh. Sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat, serta perluasan pembiayaan bank. “Sayangnya, dalam realisasi di lapangan selama bertahun-tahun berlalu dalam penyertaan modal dimaksud, pihak Bank Aceh lebih mengutamakan pembiayaan konsumtif, dibandingkan pembiayaan produktif. Sehingga, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan perekonomian kabupaten, sesuai Pasal 2 ayat (1) poin (c) dan (d), juga Pasal 3 poin (a), kurang tersentuh,” ungkap salah seorang pelaku usaha di Abdya, yang minta namanya tidak dipublikasi. Minggu (3/9).
Pelaku usaha yang juga seorang Magister Administrasi Publik (MAP) ini juga menyebutkan, layanan Bank Aceh yang lebih mengutamakan pembiayaan konsumtif dibandingkan pembiayaan produktif ini, sangat dikeluhkan rekan-rekan sesama pelaku usaha yang ada dalam Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten induk Aceh Selatan pada tahun 2002 silam ini. “Sebagaimana kita ketahui bersama, Kredit konsumtif adalah pinjaman yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan bersifat tidak produktif. Sedangkan kredit produktif, merupakan pinjaman modal usaha untuk menjalankan bisnis serta mendapatkan keuntungan, dalam usaha pengembalian. Perbedaan utama dari keduanya adalah pemanfaatan atau penggunaan uangnya. Kredit produktif biasa dipakai untuk sesuatu yang menghasilkan pemasukan lagi. Sementara kredit konsumtif dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup,” urainya.
Pihaknya menilai, dalam kasus ini bukan sepenuhnya salah PT Bank Aceh. Akan tetapi hal ini terjadi dikarenakan pengawasan dari pihak Pemkab Abdya terhadap layanan Bank Aceh terkait penyertaan modal, sesuai Qanun Kabupaten Abdya nomor 12 tahun 2016, yang tertera dalam Bab VII Pasal 10 ayat (1) ayat (2) ayat (3) dan ayat (4) sangat lemah. Bahkan, tidak menjalankan tugas sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi). “Kesalahan fatalnya ada di pengawasan Pemkab Abdya yang sangat lemah,” sebutnya.
Julinardi, anggota DPRK Abdya dari Partai Hanura, dimintai tanggapannya mengatakan, penyertaan modal Pemkab Abdya pada PT Bank Aceh, sesuai Qanun yang disetujui bersama antara Eksekutif dengan Legislatif, sebesar Rp 15 miliar. Penyertaan modal itu sebesar itu katanya, terjadi sejak tahun 2004 hingga tahun 2022, yang diplotkan melalui APBK Abdya. “Sudah 18 tahun. Benar, kita banyak terima laporan, tidak ada dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat kita. Kita akan pertanyakan ini,” katanya.
Julinardi juga menyebutkan, dalam Qanun Kabupaten Abdya nomor 12 tahun 2016, pada Bab III Pasal 4 ayat (5) disebutkan, penyertaan modal Pemkab Abdya sebesar Rp 15 miliar tersebut, diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai modal yang bersumber dari APBK. “Modal itu diperuntukkan untuk membantu pertumbuhan ekonomi masyarakat, dalam mensejahterakan masyarakat kita. Makanya, wajib kita pertanyakan mengapa bisa terjadi begini. Harusnya, jika pengawasan Pemkab berjalan, Pemkab dapat mengevaluasi kembali dari penyertaan modal itu,” tegas Julinardi.
Kepala Badan pengelola Keuangan Kabupaten (BPKK) Abdya, Fakhruddin, dimintai tanggapannya membenarkan penyertaan modal Pemkab Abdya pada PT Bank Aceh sebesar Rp 15 miliar, semenjak tahun 2004 hingga 2022. Namun, pihaknya mengakui tidak mengetahui data berapa persen yang digunakan pihak Bank Aceh untuk kredit produktif, juga berapa persen untuk kredit konsumtif. “Kalau data itu baiknya konfirmasi langsung ke Bank Aceh,” ujarnya.
Demikian juga, Fakhruddin menyebutkan pejabat yang ditunjuk oleh Bupati mewakili Pemerintah untuk pengawasan atas pernyertaan modal, sesuai qanun nomor 12 tahun 2016, tentang penyertaan modal Pemkab Abdya pada Bank Aceh, yang tertera dalam Bab VII, Pasal 10 ayat (1), adalah Inspektorat, selaku pengawas internal Pemkab.
Terkait hal itu, Pimpinan Cabang PT Bank Aceh Blangpidie, Abdya, Samsul Bahri, dimintai tanggapannya terpisah mengatakan, dirinya tidak berwenang untuk menjawab masalah itu. Karena katanya, kewenangan memberikan komentar dan keterangan kepada media, ada di kantor pusat PT Bank Aceh, di Banda Aceh. “Baik itu berapa total saham Pemkab, atau lainnya, itu kami tidak berwenang untuk menjawabnya. Wewenangnya ada di kantor pusat,” elaknya.
Samsul Bahri juga menolak mengungkapkan rincian nasabah penerima manfaat dari penyaluran kredit produktif dan kredit konsumtif. Alasannya, itu merupakan rahasia perusahaan dan privacy nasabah. “Intinya, itu bukan wewenang kami untuk menjawabnya. Kami tidak boleh melanggar garis yang sudah ditentukan kantor pusat,” demikian tutupnya.(b21)