LANGSA (Waspada.id): Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa gandeng Majelis Adat Aceh (MAA) Langsa dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Langsa menggelar Diskusi Adat bertajuk ‘Menjaga Adat Membentuk Akhlak’ di Kantor MAA setempat, Senin (13/10).
Program Academic Partner tersebut diawali dengan Peusijuek (Tepung Tawar) Rektor IAIN Langsa, Prof. Dr. H. Ismail Fahmi Nasution, M.A dan Ketua PWI Kota Langsa, Putra Zulfirman oleh Ketua MAA Kota Langsa Drs. H. Mursyidin Budiman dan diikuti sekira 35 peserta terdiri dari unsur wartawan, MAA, IAIN Langsa, tokoh agama dan masyarakat dan LSM dalam wilayah Kota Langsa
Hadir juga sebagai pemateri yaitu, Drs. H. Mursyidin Budiman, Prof. Dr. H. Ismail Fahmi Nasution, M.A dan Putra Zulfirman dipandu oleh Dr. Danil Putra Arisandi yang juga Wakil Dekan 3 FUAD IAIN Langsa.

Ketua Panitia yang juga Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan IAIN Langsa, Dr. Amiruddin Yahya Azzawiy, MA saat membuka kegiatan ini menyampaikan, kegiatan kolaboratif berfungsi untuk meningkatkan eksistensi IAIN Langsa di ruang publik, diseminasi pengetahuan dan pusat pembelajaran, sekaligus menjadi problem solver atau solusi atas permasalahan publik termasuk Adat Istiadat yang ada di Aceh.
Ketua MAA Langsa, Drs. H. Mursyidin Budiman dalam materinya menyampaikan, secara De Facto Aceh itu sebagai daerah Istimewa dan secara De Juree, bahwa Aceh benar daerah yang Istimewa dan sudah diakui oleh Pemerintah Pusat.
“Aceh adalah daerah yang Istimewa, maka lahirlah MAA yang memiliki tugas sebagai pembina Adat, menjaga adat, dan mencerminkan Akhlak yang baik,” ucapnya.
Aceh, katanya, memiliki adat yang istimewa. Namun, saat ini adat Aceh mulai redup dimakan zaman. Maka karena itu, kolaborasi ini menjadi penting demi menjaga adat Aceh, ujarnya.
Sedangkan, Rektor IAIN Langsa, Prof. Dr. H. Ismail Fahmi Nasution, M.A menyampaikan, terkait adat dan akhlak merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena, adat dan akhlak ini ibaratnya seperti saudara sekandung, namun bisa dibedakan.
Lanjutnya, orang yang beradat maka dia berakhlak, namun sebaliknya jika orang tidak menjaga adat maka bisa saja dia tak memiliki akhlak yang baik.
Rektor IAIN Langsa, menjelaskan, misalnya di Aceh ada pepatah “Adat ngen hukom (Syariat Islam) lagee zat ngen sifeut” (Orang yang ber-adat itu yang memiliki akhlak yang baik sesuai dengan syariat Islam),” sambungnya.
Artinya, Adat dengan Hukum (Syariat Islam) seperti zat dan sifat. Ini adalah umpama yang saya sebutkan tadi, ‘Adat dan Akhlak dua hal yang tak bisa dipisahkan, tapi bisa dibedakan, Maka ber-adatlah sesuai dengan syariat Islam, harapnya.
Sementara, Ketua PWI Kota Langsa, Putra Zulfirman, menjelaskan, persoalan adat bukanlah persoalan saat ini, namun persoalan adat adalah suatu hal yang membuat Aceh dan Indonesia bersatu menjadi NKRI.
Apalagi, dalam adat terdapat banyak hal dan nilai-nilai penting salah satunya nilai religius. Lantas, apa kaitannya nilai adat dan dunia Pers.
“Sejak zaman buya Hamka, media saat zaman dulu itu tidak banyak, namun pekerja pers terus mengobarkan nilai-nilai adat dalam tulisan-tulisannya,” jelasnya.

Dirinya pernah menulis tentang ‘Orang Aceh Kehilangan Identitas Keacehannya”. Karena tulisan itu, Putra mengaku kerap dicaci maki. Namun, apa yang ditulisnya itu fakta.
Justru ini menjadi pekerjaan rumah (PR) semua pihak, Putra mengatakan karena adat dan akhlak adalah hal yang harus disampaikan kepada masyarakat dengan memanfaatkan teknologi saat ini.
Semakin majunya zaman, maka pula harus semakin maju manusianya. “Adat dan akhlak tak pernah berubah, namun kitalah yang harus maju dengan memanfaatkan hal yang baik untuk masyarakat, khususnya Kota Langsa,” imbuh Putra. (Id75)