SIGLI (Waspada.id): Kepala Pelaksana BPBD Pidie, Muhammad Rabiul, Selasa (9/12), menyatakan bahwa banjir besar yang melanda Kabupaten Pidie pada 26 November 2025 menunjukkan secara jelas betapa kritisnya kondisi dua Wilayah Sungai (WS) strategis nasional yang membelah daerah itu.
Ia menegaskan, tingkat kerusakan pada DAS Tiro dan DAS Krueng Baro telah mencapai stadium tinggi dan wajib menjadi prioritas penanganan pemerintah pusat. Menurut Rabiul, kondisi sungai yang terus mengalami pendangkalan, penyempitan, serta pelemahan tanggul pada sejumlah titik telah meningkatkan risiko bencana secara drastis beberapa tahun terakhir.
Namun, banjir pada 26 November disebut sebagai momentum paling serius karena memperlihatkan kegagalan sistem pengaliran dalam menahan volume air hujan ekstrem. “Wilayah Sungai strategis nasional di Kabupaten Pidie tingkat kritisnya sudah stadium tinggi. Pemerintah pusat harus memprioritaskan penanganannya secara komprehensif. Ini bukan lagi persoalan lokal, tetapi menyangkut keselamatan manusia dalam jumlah besar,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ratusan ribu penduduk yang bermukim di sepanjang DAS Tiro dan DAS Krueng Baro berada dalam ancaman langsung setiap kali hujan deras mengguyur wilayah tengah Aceh. Banjir besar akhir November lalu menyebabkan luapan air menabrak permukiman, infrastruktur desa, serta memusnahkan mata pencaharian petani.
“Akibat sungai yang kritis, ratusan ribu penduduk terancam keselamatan dan kehilangan mata pencaharian. Sawah tergenang berhari-hari, banyak yang tertimbun lumpur, padi siap panen puso, dan tidak sedikit rumah masyarakat yang kini dalam kondisi terancam ambruk,” jelasnya.
Data BPBD menunjukkan kerusakan paling parah terjadi di sepanjang aliran sungai yang bermuara ke daerah dataran rendah, terutama pada lapisan tanah sawah yang berubah menjadi endapan lumpur setebal 20–40 cm. Selain itu, sejumlah jembatan desa dan tanggul irigasi juga rusak akibat dihantam arus deras.
Rabiul menilai, penanganan banjir di Pidie tidak dapat hanya mengandalkan upaya pemerintah kabupaten karena skala permasalahannya berkaitan langsung dengan status WS strategis nasional, yang kewenangannya berada di bawah kementerian terkait. Ia menekankan perlunya normalisasi sungai besar-besaran, rehabilitasi hulu, serta penguatan manajemen tata air.
“Penanganan yang dilakukan daerah selama ini sudah maksimal dalam konteks darurat, tetapi persoalan utamanya ada pada tubuh sungai itu sendiri. Pemerintah pusat harus turun dengan program jangka panjang yang menyentuh hulu hingga hilir. Jika tidak, kejadian seperti 26 November akan terus berulang,” tambahnya.
Ia juga meminta kementerian untuk mencantumkan Pidie sebagai daerah prioritas dalam program mitigasi banjir nasional, mengingat ancaman bencana di wilayah itu semakin meningkat akibat perubahan bentang alam dan cuaca ekstrem.
“Banjir kemarin sudah menjadi bukti. Kami berharap pemerintah pusat segera menindaklanjuti laporan teknis yang sudah kami sampaikan agar masyarakat tidak terus berada dalam ketakutan setiap musim hujan tiba,” tutup Rabiul.( id69)












