Bupati Akan Bongkar Pukat dan Cangkul di Danau Lut Tawar

- Aceh
  • Bagikan

TAKENGON(Waspada): Bupati Aceh Tengah akan menurunkan tim penertiban untuk membongkar pukat, penyangkulen yang menjamur di seputaran Danau Lut Tawar. Ratusan pukat dorong penangkap ikan dan penyangkulan padang di danau kebanggaan rakyat Aceh ini akan dibersihkan.

Sebelum melakukan penertiban, bupati telah terlebih dahulu menyampaikan surat kepada para camat di seputaran danau untuk diberitahukan kepada kepala desa, agar masyarakat yang memiliki pukat dan penyangkulen untuk membongkar sendiri.

““Danau Lut Tawar itu milik bersama, maka kita berkewajiban menjaganya. Pukat dorong dan pukat padang menggangu endimik ikan yang ada di danau. Kalau cangkul padang anak ikan juga terangkat, sementara pukat dorong kakeknya ikan yang terjaring,” jelas Shabela menjawab Waspada Senin (31/1).

Namun upaya Bupati Aceh Tengah untuk menertibkan mendapat protes dan perlawanan dari masyarakat pemilik pukat. Mereka meminta bupati untuk meninjau kembali keputusannya.

Semula Bupati Aceh Tengah dalam suratnya tertanggal 26 Januari 2022 dengan nomor 331.1/20/Satpol PP dan WH, menegaskan batas waktu yang diberikan hingga tanggal 28 Januari 2022. Pemilik pukat dan cangkul untuk membongkarnya sendiri.

Apabila pada tanggal tersebut tidak dibongkar, maka tim terpadu Kabupaten Aceh Tengah akan melakukan penindakan sesuai ketentuan. Namun kemudian Bupati Aceh Tengah mempertimbangkan pada hari Sabtu 29 Januari dan Minggu 30 Januari, pengunjung ramai di seputaran Danau Lut Tawar, untuk sementara menunda pembongkaran.

“Pembongkaran akan tetap dilakukan. Awal Februari ini akan dilakukan. Kemaren kita pertimbangkan pengunjung ramai di seputaran danau pada hari Sabtu dan Minggu, makanya ditunda sementara,” jelas Shabela kepada Waspada.

Bahaya Listrik

Penyangkulen padang untuk menangkap ikan depik, ikan kecil khas danau Lut Tawar dan ikan kecil lainya. Sementara pukat dorong dipergunakan untuk menangkap ikan mujahir yang ukuranya besar. Penyangkulan padang areanya tidak terlalu besar antara 15 meter sampai 20 meter.

Sementara pukat dorong areanya mencapai 50 meter kali 50 meter. Jaring yang dipergunakan besar mencapai 3 inchi untuk menangkap ikan mujahir yang berukuran besar.

Ratusan pukat dan penyangkulen yang menjamur diseputaran Danau Lut Tawar ini, dalam menangkap ikan mempergunakan listrik sebagai penerangan. Cahaya listrik ini menjadi magnet penarik ikan untuk masuk penyangkulen dan pukat.

Mulailah bertaburan meteran listrik di seputaran danau. Bahkan meteran itu ada yang dipasang di pohon kayu, kabelnya bersiliweran di danau, bahkan ada yang terendam dalam air. Ini sangat riskan dan mengganggu nelayan lainya yang menggunakan perahu, bukan pukat dan penyangkulen.

“Pihak PLN Aceh ahirnya tahu persoalan di danau. Dimana meteren listrik ada yang dipasang di pohon. Kabelnya terendam dalam air. Ini sangat riskan. Mngapa hal ini bisa terjadi,” sebut bupati.

Menjawab Waspada, Shabela memperhitungkan ada sekitar 350 meteren listrik yang terpasang, baik di gubuk, perumahan penduduk dan pepohonan kayu untuk menerangi pukat dan penyangkulen.

“Ini harus ditertibkan. Resikonya tinggi, apalagi ketika arus listriknya dipergunakan. Kalau penyangkulen padang dan pukat keberadaanya mengancam endemic ikan yang ada di danau. Untuk itu harus ditertibkan,” jelasnya.

Protes Perlawanan

Sikap Bupati Aceh Tengah yang akan menurunkan tim melalukan pembongkaran pukat dan penyangkulen padang di Danau Lut Tawar mendapat protes dan perlawanan dari masyarakat nelayan pemilik alat penangkap ikan ini.

“Kami tidak bisa menerima kalau diperintahkan untuk dibongkar, karena di sini sumber hidup masyarakat di seputaran danau,” sebut Silahuddin perwakilan masyarakat nelayan cangkul.

Menurut Sila dalam pertemuan para nelayan di Kampung Kala Segi Bintang, pihaknya meminta bupati untuk meninjau kembali keputusanya. Mereka meminta bupati untuk menertipkan, namun bukan membongkar.

“Seharusnya diajak masyarakat pemilik cangkul, dimusyawarahkan bila memang harus ditertipkan. Bukan untuk dibongkar secara sepihak seperti ini. Kalau ditertibkan kami tidak masalah, namun kalau dibongkar kami tidak terima karena ini sumber hidup kami,” sebut Sila yang didampingi Dasir saat memberikan keterangan.

“Kami tidak akan membongkar cangkul gantung, kini disebut cangkul padang, apabila pemerintah daerah tidak memberikan lapangan usaha kami yang lain. Kami mau makan dari mana, sementara di sana sumber hidup kami,” sebut Silahuddin.

Menurut nelayan ini, pihaknya akan bertahan dan tidak akan membongkar peyangkulan. Mereka akan membongkarnya bila pemerintah daerah memberikan lapangan usaha yang lain untuk mereka bertahan hidup.
Kalau dikatakan ikan depik punah, sebut Sila, ikan ini tidak punah. Pada tahun 80-an ada penyangkulen tradisionil dengan menggunakan lampu petromax. Kemudian tahun 90-an berganti dengan jaring (doran), kini muncul penyangkulen padang, ikan depik tetap ada di danau, katanya. (b27)

Bupati Akan Bongkar Pukat dan Cangkul di Danau Lut Tawar
Bupati Akan Bongkar Pukat dan Cangkul di Danau Lut Tawar

Penyangkulen yang menjamur di seputaran Danau Lut Tawar. Waspada/Bahtiar Gayo

Masyarakat nelayan yang menggunakan penyangkulen sebagai penangkap ikan menolak keputusan bupati untuk membongkar penyangkulen. Terlihat nelayan melaksanakan rapat menolak keputusan tersebut. Bahtiar Gayo

  • Bagikan