SINGKIL (Waspada): Belakangan foto potongan daging penyu yang hendak diperjual belikan ke Pulau Nias sempat menghebohkan serta menjadi perbincangan masyarakat Aceh Singkil.
Sebab satwa yang dilindungi negara yang seharusnya dilestarikan untuk menghindari kelangkaan populasi, malah dibunuh dan tersebar foto dagingnya dicincang masuk dalam sterofoam box di media sosial, dan menjadi sorotan masyarakat.
Akibat peristiwa itu masyarakat Pulau Banyak mendesak agar penegak hukum dapat menangkap dan memproses hukum pelaku sesuai undang-undang yang berlaku.
“Pelaku harus diproses hukum, karena sebelumnya, masyarakat yang hanya makan telur penyunya ditangkap dan di penjara. Ini yang menangkap penyu dan dibunuh kok bisa damai secara adat,” tegas salah satu masyarakat Pulau Banyak Suwandi kepada Waspada.id, Senin (20/2).
“Besok kami bersama-sama warga lainnya akan melapor ke Polres Aceh Singkil,” tegas Suwandi.
Kronologis penemuan daging penyu itu kata Suwandi, sebelumnya tim patroli gabungan melakukan razia di wilayah perairan Kepulauan Banyak.
Lalu, Tim Smart Patrol melihat dan mendatangi kapal kayu nelayan dari luar wilayah yang hendak berlayar ke Pulau Nias Sumut.
Saat didekati kapal tersebut berusaha melarikan diri, namun tim patroli berhasil menghadang kapal kayu tersebut dan berhasil memeriksa barang bawaan di kapal tersebut.
“Hasilnya, tim menemukan potongan daging penyu di dalam kardus sterofoam dan langsung mengamankan pemiliknya untuk di bawa ke Pulau Balai,” terang Suwandi.
Sementara masyarakat Pulau Banyak memprotes sanksi hukum yang diberikan terhadap pelaku, yang hanya mendapat sanksi hukum adat yakni dengan membayar denda adat, uang senilai 2 ekor kerbau.
Penolakan itu juga sempat disampaikan kepada Tim Smart Patrol, pada Sabtu (18/2) di Penginapan Putri Pulau Banyak. Sebab katanya, pelaku perusakan dan pembunuh satwa yang dilindungi harus di proses hukum, tidak bisa hanya dengan sanksi adat.
Apalagi tidak semua masyarakat dihadirkan dalam sidang adat tersebut. Sementara masyarakat yang tidak diundang dalam perdamaian adat tersebut dan hendak menyampaikan protesnya tidak diperbolehkan masuk.
Kepala Desa Pulau Balai Sudirman yang dikonfirmasi Waspada menyebutkan, daging penyu tidak ada dijual. Untuk persoalan penangkapan pelaku pemotong daging penyu tersebut sudah selesai ditangani persoalannya.
“Penyelesaiannya dilakukan sidang adat bersama Imum Mukim, para Kecik dan Panglima Laot,” katanya.
Sementara itu informasi yang dihimpun Waspada.id, sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Pada pasal 40 ayat 2, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2, bisa dijerat dengan pidana 5 tahun penjara dan denda 100 juta.
Isi Pasal 21 ayat 2, yakni setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. (b25)