KOTA JANTHO (Waspada.id): Bupati Aceh Besar, H Muharram Idris yang akrab disapa Syech Muharram mengungkapkan, Aceh Besar memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, terutama material bahan baku semen seperti batu kapur dan pozzolan.
“Aceh Besar ini sangat kaya. Kita punya batu kapur, kita punya pozzolan, semuanya bahan baku utama semen. Bahkan kita juga memiliki biji besi atau pasir besi,” ujarnya, saat menghadiri reses Komisi VII DPR RI masa persidangan I tahun 2025–2026 ke PT Solusi Bangun Andalas (SBA) di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Jumat (24/10).
Namun, Bupati Aceh Besar menyayangkan keberadaan pabrik semen yang relatif kecil dibandingkan daerah lain, padahal seluruh material berada di Aceh Besar. “Pabrik semen seperti di Padang itu besar dan produksinya juga tinggi, sementara di Aceh semua bahan bakunya ada, tapi pabriknya kecil. Kami juga ingin maju seperti provinsi dan kabupaten lain,” tegasnya.

Bupati Syech Muharram berharap agar PT SBA dapat memperluas kapasitas produksi sehingga kontribusi terhadap daerah semakin besar. Ia juga mengingatkan pentingnya komitmen perusahaan terhadap perjanjian awal dengan masyarakat sejak pabrik semen hadir di Lhoknga pada tahun 1980-an.
Selain itu, Syech Muharram meminta agar penyaluran dana CSR untuk Kecamatan Lhoknga dan Leupung dibagikan langsung ke desa tanpa bergantung pada proposal.
“Jika menunggu proposal, ada desa yang aktif dan ada yang tidak. Akibatnya pembagiannya tidak merata. CSR itu harus dirasakan adil oleh seluruh masyarakat,” ucapnya.
Komisi VII Soroti Harga Semen
Pada kesempatan itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Dr Saleh Partaonan Daulay MAg MHum MA, mempertanyakan fenomena janggal terkait harga semen Andalas yang dijual lebih murah di Medan (Sumatera Utara) dibandingkan di Aceh sendiri.

“Semen yang dikirim ke Medan dan kembali lagi ke Aceh justru lebih murah harganya. Ini sangat tidak masuk akal. Kenapa bisa lebih murah di luar daerah?” tanya Saleh.
Dari hasil reses tersebut, Komisi VII DPR RI menyimpulkan beberapa poin hasil reses, yakni terkait PT SBA belum maksimal mengontrol pasar, induk perusahaan diminta menertibkan tata distribusi, transparansi dan penegasan program CSR untuk masyarakat yang juga termasuk memprioritaskan tenaga kerja lokal, memaksimalkan mesin produksi yang belum beroperasi, serta penertiban penggerukan klinker di pelabuhan agar produksi lebih efisien.
Komisi VII juga mendesak pihak Kementerian Perindustrian agar temuan lapangan disampaikan langsung kepada menteri. “Kami minta ini ditindaklanjuti secara serius. Persoalan harga hingga produksi harus diperbaiki,” tutur Saleh.
Kunjungan kerja tersebut diharapkan menjadi titik balik pengembangan industri semen di Aceh, sekaligus memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah, perusahaan, dan masyarakat. Bupati Aceh Besar menegaskan bahwa keberadaan perusahaan harus membawa manfaat nyata bagi daerah.(id65)













