BANDA ACEH (Waspada): Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam atau KWPSI kembali melaksanakan meugang sekaligus memberikan santunan anak yatim dan fakir miskin. Agenda ini dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1443 H.
Kegiatan sosial meugang dengan tema, Merawat Tradisi dengan Berbagi itu digelar di Gampong Gla Meunasah Baro, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Kamis (31/3).
Acara itu dihadiri seluruh anggota KWPSI dan mitranya, antara lain Dirut Bank Aceh, Haizir Sulaiman SH MH, Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali, yang juga aktif di KWPSI, Ketua DPRK Banda Aceh, Farid Nyak Umar serta janda wartawan dan keluarganya.
Dirut Bank Aceh Syariah, Haizir Sulaiman ikut memberi sambutan singkat sebelum membagikan daging kepada anak yatim. Ia secara terbuka memberi mengapresiasi atas kegiatan rutin tahunan tersebut.
Kata dia, sesuai tradisi kearifan lokal, kegiatan itu benar benar dirasakan manfaatnya, oleh penerima. Dalam hal ini bukan dilihat dari sisi jumlah kilo daging yang diterima, namun makna kebersamaannya.
Koordinator KWPSI, Azhari mengatakan, pihaknya rutin melaksanakan meugang dan membagikan daging kepada fakir miskin serta anak yatim. “Untuk tahun ini kita siapkan sebanyak 30 tumpuk daging segar kepada anak yatim atau per anak yatim itu kita bagikan 2,5 kg,” sebutnya.
Azhari mengatakan, meugang sudah menjadi tradisi turun temurun bagi masyarakat Aceh. Kata dia, tujuan dilaksanakannya meugang itu membangun semangat kebersamaan dan kepedulian sesama.
KWPSI adalah komunitas yang didalamnya tergabung wartawan, lembaga pemerintah, akademisi dan santri. “KWPSI mengucapkan terima kasih kepada donatur dan partisipan yang telah ikut berkontribusi dan menyukseskan kegiatan meugang kali ini,” kata Azhari.
Di tempat yang sama, Budayawan Aceh, Tarmizi A Hamid menjelaskan meugang dari sisi sejarah. Ia menyebutkan tradisi tersebut sudah lahir sejak abad ke-17 masa puncak kejayaan Aceh yang dipimpin Sultan Iskandar Muda (SIM), dan termaktub dalam Undang-undang Aceh “Qanun Meukuta Alam”.
Kata pria yang akrab disapa Cek Midi itu, tujuan meugang memupuk rasa kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama di kalangan masyarakat Aceh itu sendiri.
Dijelaskan, orang yang mampu membeli daging menyerahkannya kepada mereka yang kurang mampu. “Ini mengandung nilai yang sangat mulia bagi orang Aceh, apalagi menjelang Ramadhan. Makanya, meugang ini dipersiapkan untuk kaum dhuafa, fakir miskin dan orang yang tidak mampu,” sebut dia.
Pendapat yang sama juga diutarakan Farid Nyak Umar. Kata dia, tradisi meugang ini harus terus dipertahankan, karena sangat positif. Positifnya, sambung Farid, mengandung makna saling berbagi dan silaturrahmi sesama masyarakat.
Kata dia, dari literatur sejarah, disebutkan kala Aceh dibawah kuasa Sultan Iskandar Muda meminta kepada para petinggi istana untuk melaksanakan meugang. Daging meugang baik sapi atau kerbau dibagikan kepada warga miskin di sekitar istana kerajaannya. (b04)