Scroll Untuk Membaca

Aceh

Muara Ujung Serangga Kian Dangkal, Nelayan Abdya Mengeluh

Muara Ujung Serangga Kian Dangkal, Nelayan Abdya Mengeluh
Muara Ujung Serangga, mulai dari kawasan hulu Baharu hingga kawasan hilir Desa Kedai Susoh, Kecamatan Susoh, Abdya kian dangkal. Rabu (8/11).Waspada/Syafrizal
Kecil Besar
14px

BLANGPIDIE (Waspada): Sejak beberapa tahun terakhir, muara Ujung Serangga, tepatnya dari kawasan hulu Baharu, hingga kawasan hilir Desa Kedai Susoh, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya (Abdya), kian dangkal dan sulit dilalui perahu apalagi kapal nelayan.

Imbasnya, nasib nelayan Abdya, yang bergantung hidup dari menangkap ikan di lautan lepas jadi terganggu. Karena, baik perahu, apalagi kapal nelayan tidak bisa keluar dan masuk ke muara, untuk beraktivitas mencari nafkah di laut.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Muara Ujung Serangga Kian Dangkal, Nelayan Abdya Mengeluh

IKLAN

Salah seorang nelayan yang biasa mendarat dan berlabuh di muara Ujung Serangga, Amran Rabu (8/11) mengatakan, dangkalnya muara yang dijadikan tempat untuk menambatkan perahu agar aman dari hantaman ombak, telah terjadi sejak beberapa tahun terakhir. Hingga saat ini katanya, tidak ada upaya normalisasi, yang dilakukan oleh pemerintah setempat. “Tidak hanya aliran muara yang mengalami pendangkalan, mulut muara pun sering tersumbat, karena muara semakin dangkal,” ungkapnya.

Mulut muara tertutup oleh sedimen dari pasir, yang terbawa oleh ombak dan menumpuk di mulut muara. Hal itu berimbas pada nasib nelayan. Para nelayan merugi, lantaran perahu mereka kerap dihantam ombak, saat bergotong royong mengeluarkan perahu dari muara, begitu juga sebaliknya.

Muara Ujung Serangga Kian Dangkal, Nelayan Abdya Mengeluh

Parahnya lagi tambahnya, bekal untuk menangkap ikan, juga hasil tangkapan sering berhamburan, saat badan perahu dihantam ombak besar. Tidak hanya itu, perlengkapan perahu seperti mesin, lampu penerang, jaring, aki dan perlengkapan lainnya, sering hilang setelah perahu terbalik. “Kami harus bergotong royong untuk menarik perahu, baik ketika hendak keluar dari muara untuk melaut, maupun hendak masuk muara setelah selesai melaut. Saat itulah ombak besar menghantam perahu yang masih berada di bibir pantai. Jika mulut muara tidak dangkal, begitu juga dengan aliran muara, tentu para nelayan bisa nyaman saat beraktivitas,” sebutnya.

Untuk mengatasi mulut muara yang tersumbat itu, para nelayan setempat terpaksa harus melakukan pengerukan dengan alat seadanya. Sayangnya, mulut muara tetap saja kembali tertutup oleh sedimen, yang panjangnya mencapai 50 meter hingga ke bibir pantai, dengan ketebalan sedimen dari dasar muara mencapai 1 meter lebih. Begitu juga dengan kondisi aliran muaran yang saat ini sudah terlalu dangkal.

Tak sedikit nelayan yang gagal melaut, karena tidak bisa keluar dari muara. Tak sedikit pula nelayan yang harus mengeluarkan biaya lebih besar, untuk memperbaiki perahu yang rusak, termasuk perlengkapan melaut lainnya setelah dihantam ombak. “Kami berharap pemerintah tidak menutup mata, terkait kondisi yang dialami nelayan kecil ini. Jika dilakukan normalisasi, tentu kami akan lebih leluasa dalam mengais rezeki,” harapnya.(b21)

Update berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran favoritmu akses berita Waspada.id WhatsApp Channel dan Google News Pastikan Kamu sudah install aplikasi WhatsApp dan Google News.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE