“Luar biasa, bukan kaleng-kaleng PT RM itu. Surat resmi berlambang Garuda (red-Lambang Negara) mereka abaikan. Panggilan DPRK berani tidak dihadiri mereka. Sungguh siapa di belakang PT. RM sehingga seperkasa itu”
KASUS Vina & Eky Cirebon viral dan sudah mendunia. Masyarakat Simeulue yang nun jauh di tengah samudera turut sebagian mengikuti perkembangannya.
Sangking aktualnya, catatan Waspada setidaknya tiga orang pensiunan bintang tiga dari Korps Bhayangkara, mantan Wakapolri dan dua bekas Kabareskim sudah turut bicara.
Meskipun Pegi Setiawan sudah lepas dari penjara melalui pra peradilan namun kasus itu hingga hari ini masih meninggalkan tanda tanya ditengah masyarakat.
Ditengarai banyak pihak rumitnya mengurangi kasus yang merenggut sepasang remaja yang menganjak dewasa itu karena ada “ikan besar” dalam pusarannya.
Nah, di Simeulue kini ada satu kasus yang sedang heboh dan viral tapi beda rupa dan pelaku, dalang dan atau “anak mudanya”. Konkretnya tampak sulit untuk disentuh apalagi di meja hijau kan.
Iya, itu soal pembukaan kebun sawit ribuan hektar oleh PT. Raja Marga (PT.RM) tanpa izin resmi dari Pemerintah di area hutan dan sebagian pinggiran pantai.
Lalu protes terhadap dugaan pelanggaran undang-undang perkebunan, kehutanan dan kelautan, tanaman atau tumbuhan yang dilindungi serta dilestarikan juga pengabaian undang undang lingkungan hidup oleh PT RM sudah ke “ubun ubun”.
Setelah peninjauan langsung dan untuk meredam emosi rakyat “Simeulue” kenapa PT RM bisa “seenak dewe” menguasai ribuan hektar lahan di Simeulue dan membuka kebun sawit tanpa izin Pj. Bupati Simeulue, Tengku Reza Fahlevi mengeluarkan surat penghentian.
Surat itu (foto) Nomor: 500/1752/2024 dikeluarkan tanggal 5 Agustus 2024 oleh Pemerintah Kabupaten Simeulue di atas kop surat dan stempel Burung Garuda (red-lambang negara) ditandatangani langsung oleh Pj. Bupati Tengku Reza Pahlevi.
Aneh bin ajaibnya, pasca terbitnya surat dari Pemerintah Kabupaten Simeulue perihal penghentian seluruh aktivitas untuk pembukaan lahan perkebunan sawit yang dilakukan PT. Raja Marga di Pulau Simeulue, perusahaan itu masih terus beroperasi.
Teranyar lembaga DPRK Simeulue yang sedang melakukan satu dari tiga fungsi dan tugas pokok mereka; yakni pengawasan, melalui tim PANSUS yang diketuai Hamsipar telah melayangkan surat (foto.1) ke PT. RM untuk hadir ke gedung DPRK Simeulue pada hari ini, Senin (19/8).

“Waalaikumsalam warahmatulahi wabarakatu. Sampai dengan pukul 17:00 WIB. Pihak PT. Raja Marga atas undangan ketua Pansus, belum datang untuk rapat bersama dengan Tim Pansus dan seluruh anggota DPRK Simeulue,” jawab Ketua DPRK Simeulue Irwan Suharmi yang dikonfirmasi Waspada via chat WhatsApp Senin (19/8) sore.
Pernyataan Irwan Suharmi juga dibenarkan oleh Ketua Pansus DPRK Simeulue, Hamsipar. “Tidak ada hadir mereka (red-PT. Raja Marga), padahal surat undangan kami sudah sampai sama mereka (red-foto 2),” jawab Hamsipar dari balik seluler, Senin (19/8) malam.

Lebih lanjut Hamsipar yang sebelum menjadi politisi di DPRK Simeulue adalah seorang Prajurit TNI AD heran dengan Permainan PT. Raja Marga di Simeulue yang berani membabat Ribuan hektar hutan di pulau itu termasuk area Hutan Lindung tanpa “sepotong” izin apapun dari Pemerintah.
“Kami (red-Pansus) sudah sampai pada kesimpulan dalam dua hari ini Pansus akan melakukan sidang Paripurna. Kami sudah turun lapangan. Sudah panggil semua pihak terkait mereka memang tidak ada sedikit pun izin yang dipegang mereka,” ungkapnya lagi.
Lalu Hamsipar membandingkan ketika Bupati Simeulue Drs. Darmili di zaman Darurat Militer Di Aceh termasuk Simeulue diberlakukan, Ia-Bupati Darmili memanfaatkan lahan bekas tebangan PT. Krueng Sakti untuk kebun sawit PDKS (red-Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulue) untuk mengurangi pengangguran dan kemudian tanpa sebatang sawit untuk pribadinya, “Ia (red-Darmili) diproses hukum, tapi ini aneh,” ungkap Hamsipar lagi.
Lebih lanjut dalam dua hari ke depan kata Hamsipar Pansus yang terdiri dari 8 orang, Ia sendiri, Ihya Ulumuddin, Rita Dimana, Amsaruddin, Andi Millian, Ugek Fatlia dan dua lainnya akan menerbitkan Rekomendasi penghentian semua kegiatan perkebunan PT. RM di Simeulue dan juga merekomendasikan pada APH untuk memproses pidananya.
Terkait dengan PT. RM tokoh masyarakat Simeulue yang tak berafiliasi dengan organisasi politik dan juga tak ingin namanya di tulis di media, heran.
“Luar biasa bukan kaleng-kaleng PT RM itu. Surat resmi berlambang Garuda (red-Lambang Negara) mereka abaikan. Panggilan DPRK berani tidak dihadiri mereka. Sungguh siapa di belakang PT. RM sehingga seperkasa itu,” jelasnya.
Owner PT. Raja Marga William Tan yang dihubungi via telpon biasa dan WhatsApp oleh Waspada Senin (19/8) malam tidak merespon meskipun nada tersambung.

Namun sekitar dua pekan lalu Fadhil sebagai perwakilan PT Raja Marga yang mengundang sejumlah insan pers Simeulue termasuk Waspada di Cafe Alaina, di sini Fadhil membantah PT. Raja Marga membuka lahan di area hutan.
“Kami tidak merambah hutan. Kebun yang kami buka area HPL (red-Hutan Penggunaan Lain) dan lahan yang kami beli dari masyarakat dengan harga per satu hektar Rp3 juta sampai dengan Rp5 juta dan sebagian belum kami lunasi,” urai Fadhil kepada Waspada hari itu
Lebih lanjut total lahan yang sudah dibeli dan dibuka untuk kebun sawit PT. Raja Marga di Simeulue baru 1.900 hektar-an, dalam soal izin mereka sudah mengurusnya, namun ya balik menuduh dalam hal itu justru pemerintahlah yang lelet.
Namun saat ditanya kenapa berani membuka lahan sementara izin belum ada bahkan surat permohonan izin terlihat tahun 2024, Fadhil bersikukuh izin sebelumnya sudah ada, namun saat ditohok izin itu dikeluarkan oleh siapa yang tak menjawab lagi masa itu. WASPADA.id/RAHMAD.
Itu artinya negara masih belum baik-baik saja