BANDA ACEH (Waspada): Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Dr.Muhammad Yusran Hadi,Lc,MA menyayangkan dan mengecam pernyataan Ketua DPRA Saiful Bahri mengenai rencana DPRA untuk merevisi Qanun Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) agar bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh
“MIUMI Aceh mengecam keras pernyataan Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya dan orang-orang yang seide dengannya, mengenai DPRA untuk merevisi qanun LKS,” ungkap Ustaz Yusran Hadi kepada Waspada, Sabtu (13/05/23)
Kecaman Ustaz Yusran Hadi, itu sehubungan pernyataan Ketua DPR Aceh Saiful Bahri
sebagaimana dilansirkan dalam media lokal (Jum’at, (12/5/23) dan media-media online lainnya, sebagai respon terhadap permasalahan tidak bisa beroperasinya pelayanan Bank Syari’ah Indonesia (BSI) selama empat hari baru-baru ini, sejak hari Senin 8 Mei sampai Kamis 12 Mei.
Ada beberapa tanggapan yang diberikan ustaz M.Yusran Hadi, yang juga Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai berikut:
Pertama: Mengecam dan menyayangkan pernyataan Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya yang berkeinginan untuk merevisi Qanun LKS agar bank-bank konvensional dapat beroperasi kembali di Aceh sebagai disampaikan di hadapan publik dan media.
Pernyataan Saiful Bahri ini menunjukkan pemikirannya yang mundur dan tidak istiqamah dalam memperjuangkan syariat Islam serta mudah dipengaruhi oleh orang lain. Padahal selama ini Aceh sudah maju dalam menerapkan syariat termasuk dalam bidang ekonomi dengan meninggalkan praktik riba dalam perbankan dan koperasi, tapi malah Saiful Bahri berpikiran mundur seperti pemikiran jahiliyyah yang menghalalkan riba.
Pemerintah Aceh bersama dengan Umat Islam di Aceh telah berhasil memperjuangkan syariat Islam secara formil untuk diberlakukan di Aceh dengan bertahap sejak tahun 2003. Maka kita harus mendukungnya dan menjaga amanah rakyat Aceh ini. Meskipun ada kekurangan dalam iimplimentasinya, namun, kita tetap harus tetap optimis dan mendukung serta istiqamah.
“Sepatutnya Saiful Bahri sebagai ketua DPRA menjadi orang yang terdepan dalam memperjuangkan dan membela Qanun syariat termasuk Qanun LKS dari upaya pembusukan syariat dari orang-orang yang anti syariat baik dari luar maupun dari dalam Aceh”, ujar Ustaz Yusran.
Kedua: Pernyataan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya telah menimbulkan keresahan dan kemarahan sebahagian besar umat Islam di Aceh yang komitmen dengan syari’at Islam.
Ketiga: Pernyataan Saiful Bahri ini menunjukkan bahwa ia tidak paham syariat Islam khususnya hukum Muamalah atau hukum ekonomi Islam seperti larangan riba, akad, musyarakah, mudharabah, ba’i murabahah, ijarah, wadi’ah, dan sebagainya. Begitu pula orang-orang yang seide dengannya.
“Saya sarankan kepada Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya agar mempelajari Fiqh Muamalah atau Fiqh Ekononi Islam terlebih dahulu sebelum berbicara atau berkomentar di media,” pungkas Dosen Fiqh Muamalah pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar Raniry Banda Aceh.
Terlebih lagi kapasitas Saiful Bahri sebagai anggota DPRA bukan menjabat sebagai ketua yang berbicara di kalayak publik atau media. Karena ucapan seorang tokoh masyarakat atau pemimpin di hadapan publik atau media menjadi sorotan dan konsumsi publik.
Dalam Islam, riba hukumnya haram (dosa besar) berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Tidak hanya mendapat dosa besar bagi pelakunya, riba juga membahayakan kehidupan masyarakat dan negara. Mengena bahaya riba, silakan baca penjelasan para ulama dan para pakar ekonomi Islam dalam buku-buku mereka.
Perbankan konvensional menerapkan sistim riba yang diharamkan dalam Islam dengan menyediakan pinjaman atau kredit pakai bunga. Maka bank konvensional dinamakan juga dengan bank ribawi. Berbeda dengan bank Syari’ah, tidak menerapkan sistim riba, namun menerapkan sistim bagi hasil dari akad mudharabah dan musyarakah antara pihak bank dan nasabah dan sistim keuntungan bagi bank dari akad jual beli murabahah.
Keempat: Pernyataan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya ngawur dan salah sasaran.
Hanya gara-gara BSI yang bermasalah karena tidak bisa memberi pelayanan selama empat hari, mereka ingin merevisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan kembali bank-bank konvensional. Padahal BSI yang bermasalah, namun kok Qanun LKS yang digugat. Ini ngawur dan salah sasaran, cetus ustaz Yusran.
Kelima: Pernyataan Saiful Bahri bahwa keinginan DPRA untuk merisi qanun LKS agar bank-bank konvensional bisa beroperasi kembali di Aceh sebagai respon terhadap aspirasi rakyat Aceh adalah mengada-ada.
Dia mengatasnamakan kebanyakan masyarakat atau rakyat Aceh yang menginginkan kehadiran kembali bank-bank konvensional. Ini perkataan yang mengada-mengada. Padahal ide ini hanya muncul dari segelintir atau sebahagian kecil rakyat Aceh yang tidak paham syariat Islam dan mempunyai kepentingan pribadi atau kelompok tertentu,, bukan untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
Buktinya, banyak orang Aceh yang menyayangkan dan bahkan mengecam dan menentang keinginan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya untuk menghadirkan bank-bank ribawi beroperasi kembali di Aceh.
Seandainya benar perkataannya bahwa banyak orang yang meminta bank-bank konvensional untuk beroperasi kembali di Aceh, maka permintaan ini tidak patut diterima, karena bertentangan dengan Islam. Apapun alasannya, tidak bisa diterima. Seorang muslim wajib patuh kepada Syariat Islam dan berkomitmen dengannya, ungkap Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Syiah Kuala Banda Aceh.
Keenam: Pernyataan Saiful Bahri dan orang-orang yang seide dengannya bahwa perbankan di Aceh dimonopoli oleh bank tertentu adalah tidak benar.
Kenyataannya, masih ada bank-bank lain yang beroperasi secara Syari’ah di Aceh selain BSI seperti Bank Aceh Syari’ah (BAS), BTPN Syari’ah, Bank Muamalat, Baitul Qiradh, Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) Mustaqim, BPRS Hikmah Wakilah, LKMS Mahirah Muamalah Pemko Banda Aceh, dan lainnya.
Jadi, tidak benar perbankan di Aceh hanya dimonopoli oleh BSI atau BAS saja. Masih ada beberapa bank atau lembaga keuangan syari’ah lainnya yang beroperasi. Ini alternatif. Bahkan Qanun LKS membuka peluang kepada semua perbankan baik bank nasional maupun internasional untuk beroperasi di Aceh dengan syarat memakai sistim syari’ah. Karena di Aceh berlaku syari’at Islam secara formal.
Ketujuh: Alasan untuk menghadirkan kembali bank-bank konvensional terlalu berlebihan dan mengada-ada. Alasannya tidak logis dan tidak islami.
BSI yang bermasalah, kenapa Qanun LKS yang “diserang” dan “dikambinghitamkan”? Sepatutnya yang diprotes dan “diserang” adalah BSI yang merupakan bank nasional berplat merah pemerintah Indonesia yang beroperasi di seluruh Indonesia termasuk di Aceh. Silakan komplain dan kritik BSI. Karena BSI yang membuat masalah, bukan Qanun LKS.
Kedelapan: Meminta umat Islam untuk mewaspadai propaganda orang-orang yang anti syari’at dari kalangan musuh-mush Islam baik kafir, liberal maupun Syi’ah yang senantiasa bersikap islamphobia dan amti syari’at Islam.
“Kita umat Islam khususnya orang Aceh harus waspada terhadap upaya pembusukan syariat dari kalangan musuh-musuh Islam dari orang-orang kafir, syi’ah dan liberal. Mereka senantiasa membenci syariat Islam termasuk qanun LKS di Aceh dan perbankan syariah di Indonesia,” tegas Anggota Ikatan Ulama dan Dai Asia Tenggara.
Oleh karena itu, Jangan mengikuti mereka yg sudah jelas anti syariat. Jangan terpengaruh dgn narasi yang mereka buat utk menjelekkan dan menolak syariat termasuk qanun LKS di Aceh dan perbankan syariat di Indonesia.
Kesembilan: Meminta kepada Umat Islam agar tidak mengikuti skenario dan narasi yang dibuat oleh musuh-musuh Islam untuk menjauhkan syariat Islam dalam kehidupan kita sehari-sehari termasuk dalam persoalan ekonomi.
“Saya berharap umat Islam agar tidak masuk dalam skenario dan narasi yang dibuat oleh musuh-musuh Islam dari kalangan kafir, syi’ah dan liberal yang tidak menginginkan syariat Islam tegak di muka bumi ini termasik di Aceh,” imbuhnya.
Umat Islam jangan latah ikut-ikutan musuh-musuh Islam dalam menyerang implimentasi syariat Islam termasuk Qanun LKS di Aceh dan perbankan Islam di Indonesia. Akhirnya membenci dan menolak syariat dan agama sendiri. Inilah yang diinginkan oleh musuh-musuh Islam.
Jadi, ada upaya pihak tertentu yang ingin melemahkan perbankan Islam di Indonesia yang mulai berkembamg pesat akhir-akhir ini. Lebih khususnya lagi di Aceh, di mana ujung-ujungnya menolak atau merevisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan kembali bank-bank ribawi beroperasi di Aceh sehingga kerinduan mereka untuk menikmati transaksi riba segera terwujud.
Kesepuluh: Meminta kepada pihak yang mengkritisi Qanun LKS agar dapat menyampaikan kritikannya dengan jujur, tulus, konstruktif dan islami.
Jika saat ini masih ada kekurangan dalam sistim dan manajemen perbankan syari’ah, maka itu hal yang wajar, karena implentasi syariat ini berproses dan bertahap dilakukan untuk menjadi lebih baik. Namun demikian, perlu dievaluasi dan diperbaiki kekurangan tersebut secara bertahap agar sistimnya lebih islami dan pelayanannya lebih baik dan memuaskan. Ini solusinya. Bukan menghadirkan bank konvesional kembali beroperasi di Aceh.
Kita tidak melarang atau menyalahkan orang yang mengkritisi bank syari’ah selama kiritikannya itu jujur, tulus, kontrukti dan islami. Namun yang saya sayangkan, permintaan menghadirkan bank-bank konvensional kembali beoperasi di Aceh yang menerapkan sistim riba. Padahal riba sudah jelas diharamkan dalam Islam. Jadi ini bukan solusi, tapi membuat masalah baru dengan mengajak atau menjerumuskan umat Islam kepada maksiat praktik riba.
“Silakan kritik kinerja bank-bank syari’ah yang beroperasi di Aceh. Bila tidak sesuai dengan syari’ah, maka harus diperbaikii untuk sesuai dengan syari’ah. Jika pelayanannya tidak baik atau tidak memuaskan, maka harus diperbaiki dengan meningkatkan pelayanan dengan baik dan memuaskan, ujar Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM),
(b02).
Foto: Ketua MIUMI Aceh Ustaz Dr.Muhammad Yusran Hadi, Lc,MA. (Waspada/Ist)